Baby's Day Out: Milkindo dan Hemangioma

PhotoGrid_1501048124849

Norby: Did a baby get off this bus?! A little guy, about two feet tall! It's an emergency!

Bus Driver: I didn't have nobody today with a baby.
Norby: He was by himself!


Judul tulisan saya kali ini terinspirasi dari film dengan cuplikan dialog seperti di atas. Sebuah film yang dirilis sewaktu saya masih SMP dan jika ditayangkan ulang di televisi, saya tidak pernah bosan untuk menontonnya lagi. Lucu, sih... Jadi apakah bayi laki-laki saya keluar berjalan-jalan sendiri seperti yang ada di film tersebut? Hoho… Tentu saja tidak.

Kalau versi saya, momen Baby’s Day Out adalah hari dimana si Akmal kali pertama kami ajak pergi dengan jarak agak jauh. Itu terjadi saat usianya tujuh bulan, bulan Maret 2017 yang lalu. So, tulisan ini sebenarnya adalah PR yang tertunda, hehe. Sebelumnya si kecil lebih banyak di rumah bersama saya, mengingat cuaca Malang sedang ekstrim. Hujan, angin, dan hawa lebih dingin hampir setiap hari terjadi saat itu. Kalaupun pergi sekeluarga, kami memilih tempat yang jaraknya dekat.

Baca juga: Refleksi Suatu Pagi

Tujuan kami adalah Milkindo Integrated Farming, sebuah wisata edukasi peternakan sapi perah milik CV. Milkindo Berka Abadi yang terletak di desa Tegalsari, kecamatan Kepanjen. Jaraknya kira-kira sepuluh kilometer dari rumah kami. Tetangga, kerabat, dan rombongan sekolah dari berbagai wilayah di Malang banyak yang sudah berkunjung ke sana. Kami penasaran juga dong seperti apa wujud peternakan sapi perah yang kata orang instagramable itu. Apalagi si kakak Afra, merengek melulu minta ke sana.

sapimilkindo-1500915645655
Kawasan Wisata Edukasi Milkindo (Sumber: IG @sapimilkindo)

Mengeja Asma Allah dan Minum Susu
Dari Stadion Kanjuruhan, kandang Arema FC yang kerap tampak di layar televisi itu, kami masih harus bergerak lurus ke arah timur. Sampai di perempatan Kedung Pedaringan, belok kanan. Kami memasuki desa Tegalsari dengan bentangan sawahnya yang asri. Sepanjang jalan di sebelah kanan, ada papan berjajar seperti rambu-rambu, berwarna hijau, dan bertuliskan Asmaul Husna atau 99 Nama Allah. Kreatif nih! Ini semacam petunjuk jalan tapi ‘dikemas’ dengan media yang tidak biasa. Sembari menyusuri jalan, kami bisa sekaligus berzikir menyebut nama-Nya.

Hanya ada satu kali belokan ke kanan. Di akhir papan rambu yang ke-99 yaitu tulisan Ash-Shabuur, ada deretan rumah warga yang halamannya mereka manfaatkan untuk parkir motor berbayar. Walaupun sebenarnya Milkindo mempunyai area parkir sendiri, keberadaan ‘parkir rumah’ ini menurut saya adalah wujud pemberdayakan perekonomian masyarakat sekitar. Plusnya, ‘parkir rumah’ ini memiliki atap sehingga motor terlindungi dari hujan dan panas. Pun juga dengan penjual krupuk, cemilan, dan berbagai gelaran lapak yang berjajar sebelum pintu masuk Milkindo. Saya pikir, owner Milkindo adalah orang yang bahagia karena membuat orang lain bahagia juga.

Saat itu hari Jumat siang, calon pengunjung yang mengantri tiket tidak begitu banyak. Dengan membayar tiket masuk seharga sepuluh ribu rupiah per orang, kami bisa memasuki area peternakan yang disulap menjadi sarana rekreasi keluarga itu. Bonusnya adalah susu pasteurisasi dingin yang dikemas di dalam botol. Hmm… segar!

devi_aninda-1501067108484
Susu rasa melon yang segar (Sumber: IG @devi_aninda)

Hemangioma Yang Dipertanyakan

Di dalam kawasan, ternyata pengunjungnya lumayan banyak. Tempat duduk plus meja yang terletak di bagian depan sudah terisi semua. Kami pun berjalan terus ke arah belakang. Di sana terdapat deretan bangku taman yang bentuknya persis seperti yang ada di Alun-alun kota Malang. Hampir penuh juga.

Seorang ibu paruh baya beranjak dari duduknya diikuti dua temannya. Mempersilakan dengan ramah saya untuk duduk di kursi yang ditinggalkannya. Saya berterima kasih. Berasa jadi kelompok yang menempati kursi prioritas di bus atau kereta api. Kami bertegur sapa sebentar. Dan seperti orang-orang yang kali pertama melihat si kecil saya, beliau bertanya, “Bibir anaknya kenapa? Habis jatuh kah?”

Hemangioma. Pernah mendengar istilah itu? Itu adalah tanda lahir yang berbentuk tonjolan kenyal berwarna merah terang pada kulit akibat adanya pertumbuhan berlebih (proliferasi) dari pembuluh darah. Warna merah pada hemangioma muncul karena adanya pembuluh darah di permukaan yang melebar.

Hemangioma yang terjadi pada Akmal terletak di sudut bibir bawah sebelah kanan, yang menyebabkan bibirnya agak menebal, dan di dagu sebelah kiri. Pada saat lahir dulu, tanda lahir itu belum ada dan baru muncul bertahap saat dia berusia dua bulan. Berbahayakah? Alhamdulillah, sejauh ini tidak. Karena tidak bertambah besar, tidak menimbulkan nyeri, dan juga tidak mengganggu fungsi mulut. Menurut dokter yang pernah kami datangi, tanda lahir tersebut akan berangsur-angsur menghilang sendiri di usia sekitar 5-6 tahun.

Dan begitulah seterusnya. Hampir setiap kali berpapasan dengan orang di situ, mereka bertanya dan saya menjawab. Saat makan di cafetaria yang nampaknya masih akan dibenahi, saat melihat sapi dan kuda, saat bermain di Taman Kelinci, dan saat mengantri lagi untuk membeli susu pasteurisasi. Ya, susu dengan berbagai varian rasa yang menjadi bonus di awal tadi bisa dibeli seharga lima ribu rupiah. Kakak Afra, the milk lover, rupanya masih ingin nambah lagi.


sapimilkindo-1500915820347
Taman Kelinci (Sumber: IG @sapimilkindo)

Saya Tidak Baper

Setiap anak pasti adalah yang tercantik atau tercakep di mata orang tuanya. Begitu juga Akmal. He’s the cutest baby boy for us. Hemangioma dan pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja tidak mengurangi rasa sayang dan rasa syukur kami memilikinya. Dia, bayi laki-laki yang lama kami nanti hadirnya.

Saya hanya perlu menjelaskan sedikit pada orang-orang yang bertanya, lalu mereka pun mengangguk. Hanya itu. Saya belum sampai berjuang sehebat mbak Wynanda B.S. Wibowo, founder grup facebook Tambah Asi Tambah Cinta yang mendampingi tumbuh kembang putrinya yang lahir dengan Pierre Robin Sequence. Saya belum sampai bekerja keras dan berurai air mata seperti ibunya Alana, salah satu peserta Hafizh Indonesia yang tidak bisa berjalan, yang kisahnya mengharu-birukan Ramadhan lalu. Juga belum sampai setangguh Bunda Illona, yang memiliki putri terdiagnosa Pfeiffer Syndrom sejak lahir, Bella Jasmine.

Hal itulah yang mengisi pikiran saya saat menunggu si Abi shalat Jumat di masjid dekat situ. Bersyukur. Saat si Abi kembali dari masjid, kami meneruskan berkeliling, berfoto-foto (walaupun tidak bisa maksimal karena menggendong si kecil. Makanya sumber foto di sini berasal dari yang lain juga 😁), bercanda, dan akhirnya mengisi perut yang keroncongan dengan gado-gado.

PhotoGrid_1501063447744

Suatu hari kami ingin ke sana lagi. Semoga Milkindo lebih dipercantik sehingga menjadi salah satu ikon wisata unggulan di kabupaten Malang. Lalu membuat yang lain berlomba memunculkan obyek wisata kreatif yang ramah keluarga. Karena selain obyek wisata pantai, menurut saya pilihan tempat wisata di wilayah Malang Selatan sangat sedikit jika dibandingkan dengan wilayah Malang Utara.

sapimilkindo-1500915730705
Cantik dan adem (Sumber: IG @sapimilkindo)

Baca juga: Suatu Musim di Batu Bengkung

Mungkin saat keluarga kami mbolang lagi, akan banyak orang bertanya-tanya tentang Hemangioma itu. It’s ok. Saya akan menjelaskan dengan senang hati.

***

Veeko: Hey, Eddie, maybe he went down a rabbit hole.
Eddie: We're serious about our work. You wanna make jokes, join the circus.

Akmal memang ingin bermain di taman Kelinci lagi, om. Tapi gak masuk ke lubangnya, keleus! 😜

***


Pakisaji, Malang, 25 Juli 2017

Tatiek Ummu Hamasah Afra


〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Note:

Dialog Baby’s Day Out diambil dari wikiquotes.org

You Might Also Like

0 comments