Ekowisata Kopi Ambaidiru, Potensi Wisata Hijau Kopi Robusta dari Papua
- March 29, 2020
- By Tatiek Purwanti
- 40 Comments
Apa yang teman-teman pikirkan tentang Papua? Mungkin jawabannya adalah di sana terdapat permasalahan di bidang pendidikan, infrastruktur, eksploitasi sumber daya alam, akses ekonomi, dan pengelolaan hutan adat. Itu semuanya benar. Nah, saya akan mengerucutkan pembahasan tentang Papua dari segi potensi ekowisatanya yang nantinya akan berpengaruh terhadap penguraian masalah sumber daya alam dan ekonomi. Lebih tepatnya adalah potensi ekowisata Kopi Ambaidiru. Sudah pernah mendengar ini?
Sebagai seorang pecinta kopi, membahas tentang salah satu dari 8 kopi khas Indonesia ini sungguh menyenangkan. Indonesia sebagai negara ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia memiliki Kopi Toraja, Kopi Aceh, Kopi Sumatera, Kopi Jawa Barat, Kopi Flores, Kopi Bali, Kopi Luwak, dan Kopi Papua. Nah, Kopi Papua yang akan saya bahas di sini adalah Kopi Ambaidiru yaitu spesies Kopi Robusta yang berasal dari Pegunungan Ambaidiru, Kabupaten Kepulauan Yapen. Yuk, simak!
Mengenal Kabupaten Kepulauan Yapen
Provinsi Papua yang merupakan provinsi terluas di Indonesia ini terdiri dari 28 Kabupaten. Satu di antaranya adalah Kabupaten Kepulauan Yapen yang beribukota di Serui. Kabupaten ini terletak di wilayah Teluk Cendrawasih yaitu di bagian Utara Pulau Papua. Daerah pesisir yang ada di wilayah ini memiliki tinggi 3 sampai 10 meter di atas permukaan laut.
Dulunya, kabupaten seluas 2. 432,49 kilometer persegi dengan penduduk sebanyak 97.412 jiwa ini bernama Kabupaten Yapen Waropen. Setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2008, nama kabupaten tersebut resmi berubah menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen. Ini sesuai dengan letak geografisnya yang terdiri dari gugusan pulau. Nah, pulau-pulau kecil yang ada di wilayah ini tidak kalah eksotis dengan Raja Ampat yang terletak di Provinsi Papua Barat, lho.
Tidak mengherankan, sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan dari Kabupaten Kepulauan Yapen. Ada Pantai Sarwandori yang terkenal karena lautnya yang berwarna hijau tosca dan memiliki terumbu karang yang menakjubkan. Di area daratan, ada Telaga Tondijat yang mempunyai pemandangan indah dan menawarkan wisata berperahu mengelilingi telaga. Juga ada keindahan Air Terjun Mariarotu yang mencurahkan air sejuknya dari ketinggian 30 meter. Ah, benar-benar surga dunia. Mau banget lah pergi ke sana.
Selain pariwisata, sektor unggulan lainnya adalah sektor kelautan dan perikanan, sektor kehutanan (kayu dan rotan), sektor pertanian holtikultura, dan sektor perkebunan (kakao, kopi, dan vanili). Nah, salah satu komoditas unggulan dari sektor perkebunan yang sedang kita bicarakan sekarang adalah Kopi Ambaidiru. Dari namanya sudah jelas, kopi ini dihasilkan dari perkebunan kopi yang ditanam di kawasan Pegunungan Ambaidiru.
Pegunungan Ambaidiru terletak di Distrik Kosiwo, salah satu dari 16 distrik di Kabupaten Kepulauan Yapen yang paling luas wilayahnya. Pegunungan indah berhawa sejuk ini berada di ketinggian sekitar 800 meter dari permukaan laut. Ia sudah banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik dari Papua ataupun luar Papua. Konon, kesejukannya setara dengan kesejukan di Puncak, Bogor atau di Batu, Malang Raya. Wah, asyik nih!
Kopi Ambaidiru, Kopi Robusta Unggulan dari Papua
Berdasarkan buku The World Atlas of Coffee yang ditulis oleh James Hoffman, ada sekitar 120 spesies kopi yang telah teridentifikasi di seluruh dunia. Namun, yang banyak dikenal secara komersial hanya ada 3 jenis yaitu Arabika (Coffea arabica), Robusta (Coffea caniphora), dan Liberika (Coffea liberica). Lebih mengerucut lagi, Arabika dan Robusta lah yang paling populer. Teman-teman yang punya hobi ngopi, lebih suka Robusta atau Arabika, nih?
Kalau saya sih lebih menyukai Robusta. Tak lain karena aroma Robusta ini cukup kuat, mirip aroma cokelat dan teh hitam yang dicampur, gitu. Sungguh menenangkan saat menghirup aromanya. Memang rasa Robusta ini lebih pahit dari Arabika karena kandungan kafeinnya yang lebih tinggi. Alhasil, saya bisa lebih berkonsentrasi begitu selesai meminum Robusta. Bye, sleepy!
Nah, Kopi Ambaidiru ini adalah satu-satunya jenis Robusta yang ditanam di Papua. Ya, spesies kopi yang ditanam di wilayah lain di Papua adalah jenis Arabika. Tentunya ini menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi Kabupaten Kepulauan Yapen. Hal unik lain dari Kopi Ambaidiru adalah cita rasanya yang 'misterius' yaitu perpaduan rasa antara Arabika dan Robusta. Aih, saya jadi penasaran seperti apa rasanya.
Kopi Ambaidiru ini pernah mencatat prestasi saat digelar Festival Kopi Papua ke-1 pada tanggal 3-4 Agustus 2018 di Kota Jayapura yaitu menyabet juara ke-2. Keren! Festival yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia ini bertujuan untuk mendorong budaya minum kopi di Papua. Juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yakni kesejahteraan petani kopi dan pengelolaan lahan perkebunan kopi secara lebih baik.
Menyusul sukses tersebut, Kopi Ambaidiru akhirnya diundang secara khusus ke Istana Negara pada perayaan HUT Republik Indonesia ke-73 (17/08/2018). Pada pameran itu, Kopi Ambaidiru yang menempati stand di bagian belakang Istana Negara mendapatkan sambutan yang antusias dari para pengunjung. Ini tentunya menjadi ajang promosi yang bagus agar Kopi Ambaidiru lebih dikenal masyarakat sehingga membuka peluang pemasaran yang lebih luas lagi.
Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen, Tonny Tesar, pun dengan bangga membawa Kopi Ambaidiru di setiap agenda kerjanya. Sang Bupati ikut mempromosikan produk unggulan daerahnya itu kepada siapapun yang ditemuinya. Harganya? Kopi Ambaidiru dibanderol seharga Rp 100 ribu untuk kemasan 250 gram. Cukup terjangkau untuk sebuah kenikmatan kopi unggulan, bukan?
“Kopi Ambaidiru ini enak. Pemandangan di kebun kopinya juga bagus sekali. Kami akan mendukung perbaikan infrastruktur ke Kampung Ambaidiru agar wisatawan bisa menikmati kopi sekaligus menikmati segarnya alam Ambaidiru,” ujar Bupati Tonny Tesar.
Permasalahan di Balik Kepopuleran Kopi Ambaidiru
Pegunungan Ambaidiru memang sungguh indah. Walaupun saya belum pernah ke sana, keindahan itu sudah saya lihat dari unggahan beberapa akun instagram dan channel YouTube yang mengulas pegunungan ini berikut perkebunan kopinya. Di Pegunungan Ambaidiru terdapat 3 area perkebunan kopi yang berada di Kampung Ambaidiru (area Kitun), Kampung Manainin (area Paputum), Kampung Numaman, dan Kampung Ramangkurani (area Kakupi).
Perkebunan kopi tersebut sudah berusia sekitar 50 hingga 60 tahun yang berarti pohon kopinya sudah ditanam sejak masa penjajahan Belanda. Pengelolaan perkebunan itu diwariskan ke anak cucu petani kopi secara turun-temurun. Mereka menebang pohon kopi yang sudah tua, juga membersihkan pohon kopi yang sudah tidak berbuah lagi. Lalu, tunas-tunas pohon kopi yang baru mereka pelihara hingga sekarang.
Para petani kopi tersebut berusaha mempertahankan kualitas Kopi Ambaidiru, salah satunya dengan cara tradisional yaitu melakukan pemupukan organik. Sayangnya, itu belum cukup. Sejak tahun 2003, hama bubuk kerap menyerang perkebunan kopi sehingga produksi Kopi Ambaidiru pun menurun. Padahal permintaan pasar akan Kopi Ambaidiru cukup tinggi.
Permasalahan lainnya adalah belum ada standar pengolahan pasca panen yang dilakukan oleh para petani kopi. Seharusnya, ada standar baku sejak proses pemetikan buah, pengupasan kulit, sirkulasi udara, suhu di rumah jemur, hingga proses sangrai. Tanpa adanya standar yang baku itu, penurunan kualitas cita rasa dan aroma kopi pasti terjadi.
Solusinya?
Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan (EcoNusa Foundation) -organisasi nirlaba yang bertujuan mengangkat pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia- membuat pelatihan panen kopi pada tanggal 20-23 November 2019 yang lalu. Pelatihan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari 4 kelompok tani dari Desa Ambaidiru, Desa Manainin, Desa Numaman, dan Desa Ramangkurani, pengurus Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Manainin, pemerintah Desa Manainin, serta petugas Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD).
Kontribusi Yayasan EcoNusa tersebut diikuti oleh aksi bantuan dari Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal pada hari Rabu, 22 Januari 2020. Paket bantuan diberikan kepada 5 kampung di Distrik Kosiwo yaitu Kampung Ambaidiru, Kampung Manainin, Kampung Ramangkurani, Kampung Numaman, dan Kampung Mambo. Paket bantuan tersebut terdiri dari: mesin genset, mesin sangrai kopi, mesin pulper kupas basah, huller kupas kulit ari, grinder kopi, seller pengemasan, dan kemasan aluminium foil. Sip!
Paket bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu sejalan dengan pendapat Staf Pengelolaan Sumber Daya Alam Yayasan EcoNusa, Vanji Dwi Prasetyo. Dia berkata bahwa industri Kopi Ambaidiru perlu mendapat intervensi lebih lanjut dari pemerintah daerah. Menurut Vanji, selain sebagai sumber penghasilan masyarakat desa, keberadaan kebun Kopi Ambaidiru berfungsi sebagai kawasan penyangga Cagar Alam Yapen Tengah.
Ekowisata Kopi Ambaidiru, Impianku!
Luas wilayah Provinsi Papua adalah 319.036 kilometer persegi dan sekitar 90%-nya masih tertutup hutan. Sangat mungkin, flora fauna yang ada di dalamnya masih dalam kondisi utuh. Papua juga diketahui memiliki tipe ekosistem terlengkap di dunia, mulai dari ekosistem pantai sampai ekosistem pegunungan alpin. Dengan kondisi demikian, siapa sih yang tidak tergiur untuk mencoba menikmati wisata hijau di Papua?
Perkebunan Kopi Ambaidiru yang berdekatan dengan Cagar Alam Yapen Tengah tidak luput menjadi sasaran kunjungan wisatawan. Walaupun agenda minum kopi bisa dilakukan di rumah atau di kafe-kafe, menikmati langsung kopi di habitat aslinya pasti lebih mengasyikkan. Itu rupanya tujuan banyak wisatawan yang berkunjung ke Pegunungan Ambaidiru: tak sekadar ngopi tapi juga menyatu dengan alam.
Di sinilah berbagai kepentingan lantas bertemu: wisatawan ingin terpuaskan, petani kopi dan masyarakat setempat berharap memperoleh tambahan penghasilan, pemerintah daerah mendapatkan pemasukan untuk meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan lingkungan alam diharapkan tetap terjaga kelestariannya.
Maka menurut saya, konsep wisata yang sesuai untuk perkebunan Kopi Ambaidiru adalah ekowisata!
Jadi, ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang sangat erat hubungannya dengan prinsip konservasi. Bahkan, strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Maka ekowisata ini tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di kawasan yang masih alami. Dengan ekowisata, pelestarian alam bahkan bisa ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler.
Di daerah saya sendiri terdapat Ekowisata Kebun Kopi Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Di sana, disuguhkan konsep menanam pohon kopi organik dari hulu sampai hilir sekaligus sebagai tempat edukasi kepada masyarakat yang akan melakukan kegiatan berwisata sambil belajar. Pengelola ekowisata tersebut adalah kelompok tani setempat yang didukung penuh oleh pemerintah daerah. Saya kira, perkebunan Kopi Ambaidiru yang juga organic oriented pun bisa melakukannya.
Konsep ekowisata Kopi Ambaidiru hendaknya bisa dijalankan sesuai dengan 8 prinsip ekowisata berikut ini:
Sumber: Pelatihan Ekowisata di Bali (3-5 September 2002) oleh Kantor Kementerian Lingkungan Hidup |
Merujuk pemberitaan www.kepyapenkab.go.id, pada awal November 2019 yang lalu telah dilakukan pengaspalan jalan dari Tatui ke Ambaidiru sepanjang 13 kilometer. Diharapkan, perbaikan infrastruktur ini akan memangkas waktu dan ongkos perjalanan dari dalam Ambaidiru ke luar kawasan itu. Pemasaran hasil pengolahan kopi pastinya lebih lancar. Para wisatawan pun saya kira akan lebih antusias datang jika jalanan di sana lebih layak dilewati. Saya juga yakin, seiring berjalannya waktu, perwujudan Ekowisata Kopi Ambaidiru niscaya bukan hanya mimpi.
Jadi, jika ada pertanyaan: maukah ke Papua? Saya akan menjawab: mau sekali! Tepatnya, saya ingin mengunjungi Ekowisata Kopi Ambaidiru. Sebuah perjalanan wisata yang tidak hanya tentang indahnya destinasi namun juga kaya akan filosofi. Mungkin perjalanan ke sana akan berat dan lama, tapi di situlah letak filosofinya. Di situlah tercatat kepedulian terhadap lingkungan dan alam; sebuah makna asli dari wisata hijau. I want to be a real eco-traveler!
Bagaimana dengan teman-teman semua? Yuk, berwisata hijau ke Papua!
Salam,
Tatiek
Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi blog "Wonderful Papua" dengan tema: Papua, Destinasi Wisata Hijau
#BeradatJagaHutan
#PapuaBerdaya
#PapuaDestinasiHijau
#EcoNusaXBPN
#BlogCompetitionSeries
#PapuaBerdaya
#PapuaDestinasiHijau
#EcoNusaXBPN
#BlogCompetitionSeries
Referensi:
https://www.econusa.id/id/ecostory/ambaidiru-coffee-plot-as-buffer-zone-for-yapen-nature-preserve-
https://www.kumparan.com/amp/bumi-papua/3-destinasi-wisata-alam-di-serui-yang-layak-dikunjungi-1549943376433256500
https://www.kepyapenkab.go.id/index.php/2019/12/01/bupati-tonny-tesar-ayo-ke-ambaidiru-nikmati-alam-pegunungan-kepulauan-yapen/amp/
https://kabarpapua.co/coba-kopi-robusta-papua-di-sini-tempatnya/
https://jubi.co.id/asa-petani-kopi-ambaidiru/
https://www.lintaspapua.com/2018/08/19/kopi-ambaidiru-asal-kepulauan-yapen-masuk-istana-negara/amp/
https://www.academia.edu/5188123/Ekowisata_PENGERTIAN_DAN_KONSEP_DASAR_EKOWISATA
https://www.academia.edu/5188123/Ekowisata_PENGERTIAN_DAN_KONSEP_DASAR_EKOWISATA
http://ecotourismnovi.blogspot.com/2010/01/prinsip-prinsip-ekowisata-1.html?m=1