[Review] Tips Mengoptimalkan Kemampuan Belajar Anak Jilid 1



Info Buku:

Judul buku: Tips Mengoptimalkan Kemampuan Belajar Anak Jilid 1 
Jenis buku: Antologi parenting 
Penulis: Tim Nubar Area Sumatera 
Penerbit: CV Rumah Media (Rumedia) 
Cetakan: ke-1, Mei 2020 
Tebal: 161 halaman 
ISBN: 978-623-7809-55-5 


Percaya Diri Mendidik Buah Hati Menjadi Pembelajar Sejati, demikian judul tulisan saya yang terdapat dalam buku antologi Tips Mengoptimalkan Kemampuan Belajar Anak Jilid 1 ini. Sebuah judul yang ‘agak pede’ gak, sih? Ya… pede aja lagi, hehe. Karena buku antologi bertema parenting ini memang mengupas berbagai cara belajar anak agar lebih optimal dari pengalaman para orang tua dan pendidik. Kepercayaan diri itulah yang saya alami dan ‘pembelajar sejati’ adalah doa untuk anak saya agar dia menjadi seperti itu sepanjang hidupnya. 

Nah, berikut adalah blurb-nya: 

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya sering berbicara dengan anak, maka sang anak akan memiliki keterampilan berbahasa yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya jarang mengajak berbicara. 

Orang tualah yang bertanggungjawab dalam hal ini. Bukan hal mudah namun bisa dilakukan dengan menambah pengetahuan baru. Orang tua harus mau belajar, terlebih lagi era teknologi seperti sekarang ini. 

Belajar dalam waktu yang panjang, terus-menerus, dan belajar dengan terpaksa tidak akan menjamin membuat belajar anak lebih efektif. Belajar akan lebih efektif jika dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Beberapa tips dari pendidik dan pengasuh juga sangat penting untuk kita terapkan dalam keseharian kita sebagai orang tua.


Buku ini terbagi atas 4 bab yang menunjukkan beragam tips belajar yang berbeda berdasarkan tahapan tumbuh kembang anak. Monggo disimak! 

Yuk, Mengenal Balita! 

Kecintaan anak balita terhadap aktivitas belajar diawali dengan aktivitas mendongeng. Itulah pengalaman dari Dewi Adikara dalam tulisannya yang berjudul Membekali Pengetahuan Anak Melalui Aktivitas Mendongeng. Yesdongeng itu penting banget. Itu adalah salah satu cara yang digunakannya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya menjelang tidur. Sepakat! Saya pun memakai cara ini juga. 

Menurut sarjana psikologi yang menjadi penanggungjawab buku antologi ini, dongeng mempunyai 7 manfaat positif bagi anak, yaitu:
 
· Menjalin hubungan kelekatan 
· Memberi pengetahuan baru 
· Memaksimalkan kecerdasan 
· Melatih rentang perhatian 
· Menambah perbendaharaan kata 
· Menanamkan cinta buku 
· Menumbuhkan moral positif 

Sedangkan Nila Ainu Ningrum, seorang psikolog klinis sekaligus Kepala Kelompok Belajar (KB) yang memakai nama pena Leony Mahya, membagikan pengalamannya saat menangani seorang murid di sekolahnya. Murid tersebut mengalami Gangguan Perkembangan Motorik Khas sehingga ada kendala dalam aktivitas belajarnya di TK. 

Menurutnya, aktivitas belajar di jenjang TK harus diawali dengan melatih ketrampilan motorik mereka. Latih Motorik Anak Sejak Dini, begitu judul tulisannya. Motorik halus bisa distimulasi dengan bermain puzzle, menyusun balok, memasukkan benda ke dalam lubang sesuai dengan bentuknya, membuat garis, dan melipat kertas. 

Motorik kasar? Melompat, naik turun tangga, menaiki sepeda roda tiga, dan juga berjalan di garis lurus ke depan atau ke belakang. Tentunya harus disesuaikan dengan pertumbuhan usianya, ya. 

Ribka Imari berbagi pengalaman melalui tulisan berjudul 10 Langkah Tepat Mengajarkan Batita Cepat Fasih Melafalkan Huruf dan Kata yang Sulit. Menurutnya, balita akan cepat fasih berbicara dan mengucapkan huruf ‘r’ jika memang tidak ada kelainan pada organ alat ucap. Rangkaian alat ucap itu terdiri dari paru-paru, laring, faring, rongga hidung, rongga mulut, bibir, gigi, lidah, alveolum, palatum, velum, dan uvula. 

Salah satu tips pentingnya adalah dengan melafalkan satu per satu huruf dan kata dengan jelas melalui bentuk bibir yang sesuai pengucapan hurufnya. Ya, jangan mengajarkan mengucap huruf secara cadel! Pastinya orang tua harus SKTS alias Semangat, Konsisten, Sabar, dan Telaten. Siap?




Pilih Bermain atau Belajar? Begitu judul tulisan Wanda Arsono. Menurutnya, anak balita akan lebih memilih bermain daripada belajar. Jadi, tidak perlu memaksa anak harus sekolah seperti anak seusianya. Hmm, yang saya tangkap dari pendapatnya sih PAUD itu tidak wajib tapi belajar tetap bisa dilakukan di lingkungan rumah dengan bimbingan orang tua. Mengamati lingkungan sekitar juga menjadi cara belajar yang menyenangkan tanpa perlu adanya suruhan. Saya sih iyes! 

Senangnya Mendidik Anak Prasekolah 

Euis Tresna Gumilar dalam tulisan berjudul Belajar dengan Cinta menceritakan kesulitannya dalam mengoptimalkan perkembangan kognitif anak-anaknya. Lebih tepatnya, anaknya mengalami kesulitan dalam pelajaran berhitung. Maka menurutnya, orang tua harus paham dulu tentang gaya belajar anak. Ya, masing-masing anak berbeda tentang cara menyerap informasi yang baru dan sulit. Orang tua juga harus siap setiap saat mengajak anak untuk mengamati kejadian sekitar sebagai bahan belajar. Itulah makna belajar dengan cinta. 

Tips Meningkatkan Kemampuan Belajar Anak dengan Pendekatan Pembelajaran Bakat adalah judul tulisan Nur Alfi Yuliati yang berprofesi sebagai guru. Dia menyatakan bahwa pendidik tidak selayaknya menyeragamkan anak melalui serangkaian standar dan ujian. Sebenarnya, setiap anak punya kemampuan belajar sejak lahir dan punya kecerdasannya sendiri-sendiri. 

Nah, agar kemampuan belajar anak bisa optimal sesuai dengan bakatnya, maka orang tua harus menjadi teladan, menciptakan suasana inspiratif, menstimulasi anak untuk belajar, dan menyediakan kesempatan belajar. Poin yang terakhir bisa diwujudkan dengan menyediakan peralatan atau akses pada sumber pengetahuan sesuai dengan bakat si anak. 



Sedangkan Bundadzakiyyah -rekan saya di grup Emak Blogger Malang- membagikan pengalamannya lewat tulisan Bagaimana Membuat Anak Suka Belajar. Blogger bernama asli Eni Rahayu ini menyatakan bahwa apapun akan mudah dipelajari dan dilakukan anak jika mereka menyukainya. Hasil belajar tidak akan optimal jika anak merasa tertekan dan enggan. Setuju, nih! 

Dia membagikan 4 tips antara lain: 
  • Kenali potensi dan gaya belajar anak; apakah visual, auditori, atau kinestetik. 
  • Gunakan Metode Anchoring yaitu memberi pelajaran dengan metode yang menyenangkan. 
  • Menjadi role model yaitu orang tua menjadi contoh yang baik bagi anak. 
  • Menggunakan metode komunikasi efektif yang berarti berkomunikasi dengan anak memakai hati; empati, apresiasi, dan penjelasan.
Ada juga Iis Santi yang menulis Adab Islami, Stimulasi Perkembangan Sosial Anak Sejak Dini. Nah ini dia. Aspek sosial seringkali luput dari perhatian orang tua karena perkembangannya tidak mudah diamati seperti aspek fisik atau kognitif. Ia juga perlu distimulasi sejak dini karena perkembangan sosial ini akan tercermin dalam tabiat, watak, dan budi pekerti anak. Penting banget lho karena ini berpengaruh pada karakter dan perilaku anak saat dewasa nanti. 

Maka, orang tua muslim wajib mengenalkan adab Islami sebagai bekal menghadapi kehidupan sosial di masyarakat. Adab tersebut terbagi menjadi tiga yaitu adab terhadap Allah Swt, adab terhadap Rasulullah SAW, dan adab terhadap sesama makhluk. Penekanannya ada pada poin ketiga dengan memberi contoh tentang adab bertamu. Mengucapkan salam, tidak mengintip ke dalam rumah, membawa buah tangan, dan mendoakan tuan rumah adalah adab yang seharusnya dicontohkan oleh orang tua agar anak menjadi muslim yang berperilaku baik dan sopan. 

Belajar dengan Bermain Peran adalah tulisan Nur Afidah, seorang guru Playgroup dan Taman Kanak-Kanak. Dia menceritakan pengalaman mengajar dua muridnya yang bertolak belakang; yang satu sangat mudah diajari sedangkan yang satunya lagi enggan untuk belajar di kelas. 

Solusinya? Bu Guru ini mengajak si murid yang enggan belajar untuk bermain guru-guruan atau baca simak. Dari yang semula gurunya mengajar, beralih si murid yang menjadi guru. Terus konsisten seperti itu hingga akhirnya si anak ini terpancing mau belajar dengan cara bermain peran seperti itu. Yess! 

Lalu ada pembahasan agak serius yaitu pada tulisan Intervensi pada Anak Berkebutuhan Khusus oleh Sri Mariyani. Penulis yang berprofesi sebagai Okupasi Terapis (OT) ini menguatkan para orang tua yang dianugerahi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Orang tua boleh mengeluh namun jangan berkepanjangan. Tumbuh kembang ABK harus dikawal dengan deteksi dini, ditangani tepat waktu, dan sesuai porsi sehingga kemampuan belajarnya jadi lebih baik. 

Dalam deteksi dini, orang tua harus peka jika perkembangan anak sangat jauh tertinggal dengan anak seusianya. Jangan sungkan untuk berkonsultasi kepada tenaga profesional seperti perawat, guru, dokter, terapis, ataupun psikolog. Tenaga profesional itu nantinya akan melakukan assessment terhadap orang tua dan observasi ke anak, lalu si anak akan dirujuk untuk mendapatkan penanganan sesuai kebutuhannya.

Tahap paling akhir adalah intervensi yaitu melakukan peningkatan kemampuan atau memperbaiki keterbatasan anak melalui terapi. Ya, ABK juga berhak belajar dan mengenyam pendidikan sebagaimana anak-anak normal lainnya.

Anak Mulai Sekolah, Kenali Mereka Lebih Dalam, Yuk! 

Nah, giliran tulisan saya, hehe. Jadi, saya tuh lebih suka menyebut anak sulung saya sebagai anak pembelajar daripada anak pintar. Menyebut pembelajar berarti melabeli anak dengan sebuah tugas yang tidak kenal henti; belajar. Ya, belajar tidak hanya di sekolah tapi sepanjang waktu dan seumur hidup. Menurut saya pula, tidak ada anak yang bodoh. Yang ada hanyalah anak yang belum tahu, lalu butuh waktu/kesempatan ataupun metode yang benar agar dia paham. Setuju?
 



Sedangkan tips Percaya Diri Mendidik Buah Hati Menjadi Pembelajar Sejati menurut pengalaman saya dan suami yaitu:
 
  • Menjadi orang tua pembelajar 
  • Memperkuat bonding orang tua dan anak 
  • Menumbuhkan fitrah belajar dan fitrah bakat anak 
Khusus poin ke-3, setiap anak itu sebenarnya suka belajar karena sudah fitrahnya. Sudah dari 'sono'-nya sebenarnya. Tugas orang tua adalah menggali fitrah belajarnya, menghargai bakatnya, dan mendukungnya.

Saya mengatakan pada anak saya, “Nak, bukan yang paling tajam tapi yang paling bersungguh-sungguh.” Kutipannya siapa hayoo? 

Tulisan selanjutnya berjudul Siapkan Mental, Tumbuhkan Anak Kuat oleh Sarmina Mina, seorang ibu dengan enam orang anak. Menurutnya, orang tua harus mau belajar, keluar dari zona lama yang memasrahkan pendidikan anak pada orang lain. Jangan pernah menyamakan satu anak dengan anak lain, walau dengan saudaranya sendiri. 

Menurut ibu yang tiga orang anaknya berprestasi di bidang beladiri ini, tantangan terbesar orang tua adalah kesiapan mentalnya. Belajar dari alam bahwa buah yang ranum dihasilkan oleh pohon yang akar dan batangnya kokoh. Buah yang ranum adalah anak, akar dan batang adalah orang tua. Filosofinya bagus, bukan?

Apa saja sih bentuk bahagia yang sederhana itu? Menurut Lina Rahmania, bahagia itu bukan hanya sekadar bekerja dan dapat penghasilan. Justru menurutnya itu terwujud dalam kebersamaannya dengan anak, seperti judul tulisannya: Bahagia bersama Anak. 

Kesehariannya mendampingi belajar anak menjadi sumber kebahagiaannya. Mendidik anak menjadi anak yang lebih baik bukan sesuatu yang sulit menurutnya karena sudah dimulainya sejak dini. 

Bagaimana mengatasi murid yang bermasalah? Khulil Khasanah, seorang pengajar Madrasah Ibtidaiyah ini berbagi pengalamannya melalui tulisan Menghilangkan Gelar Si Pembuat Ulah. Dia punya murid yang berprinsip 'nilai adalah segalanya' sehingga tidak ingin mendapat nilai jelek. Jika nilainya jelek, si murid akan kecewa bahkan marah pada gurunya dan menangis. 

Bu Guru ini pun pernah dibuat kesal karena ulah murid itu dan akhirnya memilih untuk mendongeng. Lewat dongeng itu, semua murid bisa mengambil hikmah bahwa setinggi apapun ilmu jika pemiliknya tidak bisa menghormati guru maka ilmu itu tidak akan bermanfaat. Lambat laun, si pembuat ulah itu pun akhirnya mengerti, menyadari sikap salahnya, dan lebih semangat belajar. 

Si Anak Baru Gede (ABG) 

Annur Aliyyu menulis bahwa Anak adalah Cerminan Kedua Orang Tuanya. Guru Bimbingan dan Konseling di sebuah SMA ini mengatakan bahwa pola asuh merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk kepribadian anak. Sekolah atau pendidikan formal tidak bisa dijadikan tumpuan 100% untuk mendidik anak menjadi pribadi yang unggul, kompetitif, dan sukses di masa depan. 

Dalam hal belajar, orang tua harus tampil sebagai pribadi pecinta ilmu yang berkualitas sehingga bisa menginspirasi anak. Tidak cukup hanya sekadar nasihat, apalagi pemaksaan. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi generasi pecinta ilmu. Belajar tidak menjadi sesuatu yang berat dilakukan tapi justru jadi kebutuhan untuk menjawab segala keingintahuannya. 

Menggali Bakat ABK, demikian judul tulisan Sri Suprapti, seorang guru Sekolah Luar Biasa (SLB). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang bersekolah di SLB memiliki Rencana Pembelajaran Individual (RPI) masing-masing. Sekecil apapun minat anak pada sesuatu, akan dihargai sebagai bakat mereka. ABK dengan keterbatasan intelegensi akan digali bakatnya pada potensi kecerdasan lain seperti seni, bahasa, hubungan interpersonal, hubungan intrapersonal, dll. 

Dalam memaksimalkan kemampuan ABK, orang tua dan guru memang harus ekstra sabar. Masing-masing ABK punya karakter internal yang bisa jadi ‘penghambat’ saat pembelajaran. Misalnya, anak tunagrahita itu banyak bicara dan tidak konsentrasi. Setiap ABK harus didukung oleh orang tua agar harga diri dan kepercayaannya meningkat. Ya, karena setiap anak itu istimewa dan berharga. 




Dengan disiplin, hidup menjadi lebih mudah. Demikian pendapat Re Reynilda dalam tulisannya berjudul Mengajarkan Disiplin dan Tanggung Jawab Sejak Dini. Ibu tiga orang anak ini mengajarkan pada anak-anaknya bahwa setiap tindakan pasti ada konsekuensinya. Tidak disiplin? Pasti akan rugi sendiri. 

Penerapan disipilin memiliki empat unsur pokok: peraturan, hukuman, penghargaan, dan konsistensi. Menurutnya, dia tak hendak mencetak anak-anak yang sempurna tapi ia ingin anak-anaknya kelak menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab pada diri sendiri dan peka pada sekitar. Ketika salah, berani mengakui dan memperbaiki diri. Ketika benar, tak menjadi sosok yang tinggi hati. Disiplin juga meminimalisir kesulitan dalam proses belajar baik di sekolah atau di mana saja kelak si anak berada. 

Tulisan terakhir berjudul Posisi Menentukan Prestasi, 3 Gaya Belajar Anak oleh Emmy Herlina. Editor buku antologi ini sekaligus Manajer Area Sumatera proyek Nulis Bareng ini berkisah tentang para wali murid yang berebut bangku kelas untuk anak-anaknya. Konon, jika bangkunya dekat dengan guru akan lebih mudah memahami pelajaran. Padahal kemampuan belajar anak tidak sekadar dipengaruhi oleh hal itu. 

Ada tiga gaya belajar anak yang harus dipahami orang tua; visual, auditorial, dan kinestetik. Maka dia sering memberikan pelukan, belaian, dan ciuman pada anaknya yang bertipe kinestetik sebagai wujud bonding time. Karena memahami gaya belajar anaknya itulah dia tak khawatir jika anaknya harus mendapat posisi bangku di belakang. Justru itu adalah posisi yang pas untuk anak bertipe kinestetik. 

Saling Berbagi, Saling Belajar 

Membaca pengalaman seluruh penulis di buku antologi Tips Mengoptimalkan Kemampuan Belajar Anak Jilid 1 ini membuat saya seakan diajak ngobrol oleh mereka. Masing-masing tulisan berisi kisah yang berhikmah.

Para penulis terlihat berusaha menjadi orang tua dan pengajar yang ingin membantu anak-anak serta murid-muridnya agar optimal dalam belajar. Kesepakatan besarnya: orang tua lah yang paling bertanggung jawab terhadap kemampuan  belajar anak, bukan sekolah.  Adanya referensi di setiap tulisan juga menunjukkan bahwa para penulis punya rujukan yang relevan.
 

Setiap penulis mendapatkan sertifikat seperti ini


Jarang ada typo dalam buku ini sehingga isinya cukup nyaman dibaca. Bagian favorit saya ada pada pembahasan tentang ABK yang diulas cukup rinci. Sangat menambah wawasan saya.

Sedangkan kekurangannya menurut saya ada pada sebagian gaya penulisan yang terlalu formal. Ya, setiap orang punya gaya tersendiri sih, ya :) Juga untuk pembahasan tips belajar di fase ABG yang kurang mendalam. It’s okay, saya tetap bersyukur bisa berbagi bersama para penulis lainnya.

Nah, mana tips yang paling jlebb menurut teman-teman?

 

Salam orang tua pembelajar,



You Might Also Like

6 comments

  1. Bagian untuk anak abk. Dimana butuh perhatian khusus yang membutuhkan kesabaran luar biasa. Demi mencetak anak menjadi orang luar biasa keren sharingnya mba makasih ilmunya

    ReplyDelete
  2. Jleb semua kayaknya tipsnya Mbak Tatiek...berasa dijewer saya
    Dan setuju jika setiap anak itu sebenarnya suka belajar karena sudah fitrahnya. Sudah dari 'sono'-nya sebenarnya. Tugas orang tua adalah menggali fitrah belajarnya, menghargai bakatnya, dan mendukungnya....Reminder buat saya ini

    ReplyDelete
  3. Aih, aku setuju sekali Mbak bahwa di dunia ini tidak ada anak yang bodoh. Setiap anak punya kemampuan dan kelebihan masing-masing. Adakalanya, kelebihan tersebut nggak muncul bersamaan dengan teman-temannya. Tapi tentu mereka selalu mempunyai intan yang tersembunyi.

    Ada loh ABK di sekolah anakku yang sangat pintar menari. Ini sebuah kelebihan juga kan, ya?

    ReplyDelete
  4. Antologi yang sangat bermanfaat Mbak Tatiek. Bicara anak dan parenting gak ada habisnya, selalu membutuhkan banyak kesabaran dan pengayaan. Termasuk belajar dari sharing pengalaman orang lain. Senang sekali bisa mendapat banyak ilmu dalam satu buku ya.

    ReplyDelete
  5. Saat ini, para orang tua kebanyakan berpikir bahwa sekolah yang bertanggung jawab pada pendidikan anak. Makanya banyak yang nggak sabar hingga anaknya diomelin. Hehehe

    ReplyDelete
  6. Saya kebetulan punya anak usia dini, bukunya bagus nih mba. Ilmu semua, buat mendidik anak usia dini. Pasti sangat bermanfaat bagi para orang tua

    ReplyDelete