Menjaga dan Memuja Papua Lewat Daring pada 'Wonderful Papua Online Blogger Gathering'



Wonderful Papua, demikian tajuk lomba blog yang saya ikuti pada bulan Maret 2020 kemarin. Lomba tersebut diadakan oleh Komunitas Blogger Perempuan Network (BPN) yang bekerja sama dengan Yayasan EcoNusa dengan tujuan menyebarluaskan info tentang Papua sebagai destinasi wisata hijau. Saat itu, saya menulis tentang ekowisata yang berhubungan dengan kopi Ambaidiru, kopi Robusta dari Kabupaten Kepulauan Yapen. Sebagai pecinta kopi, sub tema itulah yang saya pilih. Pas! 

Hasilnya? 

Walaupun akhirnya saya tidak menjadi salah satu dari tiga orang pemenang, saya tetap lega karena bisa menuangkan pemikiran saya sekaligus ikut mempromosikan gerakan ekowisata melalui tulisan. Lagipula, wawasan saya tentang Papua jadi bertambah dengan mengikuti lomba tersebut. Info dari laman EcoNusa dan tulisan rekan blogger lainnya punya andil besar dalam hal ini. Ya, belum pernah menginjakkan kaki di Bumi Cendrawasih bukan berarti jadi minim informasi, bukan? 

Tidak Jadi ke Jakarta, Gathering via Daring Saja 

Awalnya, selain tiga orang pemenang, akan dipilih 30 orang blogger untuk menghadiri Blogger Gathering di Jakarta. Namun seperti yang kita ketahui bersama, pandemi Covid-19 telah mengubah banyak rencana. Meskipun sekarang kita semua sudah memasuki masa Adaptasi Kebiasaan Baru, cukup riskan sih jika harus melakukan temu blogger dengan jumlah peserta yang lumayan banyak. Jadi, begitu ada e-mail masuk yang mengundang saya untuk mengikuti agenda Wonderful Papua Online Blogger Gathering, saya tidak ragu untuk menghadirinya. 

Info Online Blogger Gathering

Kami yang terpilih dikumpulkan dalam satu grup WhatsApp untuk berkoordinasi di bawah arahan Mbak Rani dari BPN. Setahu saya, para peserta berasal dari beberapa daerah; mulai dari Sumatera sampai Papua. Beberapa rekan blogger sudah saya kenal sebelumnya. Senang, deh. Saya pun bersiap jauh-jauh hari dengan memberi tahu ibu untuk menjaga si kecil pada hari-H nanti. Maklum, si kecil yang masih berusia 4 tahun ini sedang rajin bergerak ke sana kemari dan harus ditemani bermain. Lalu, cek dan ricek si laptop tua saya sekaligus memastikan kuota internet cukup.  Demi bisa menghadiri agenda gathering yang dihelat di zoom meeting, nih. 

Oh ya, meskipun agenda gathering-nya via online, para peserta tetap mendapatkan goodie bag seperti saat menghadiri agenda offline pada umumnya. Tentu saja goodie bag-nya dikirimkan lewat jasa penitipan. Isinya? Keren! Ada tote bag kanvas bermotif dedaunan, pas banget untuk menerapkan diet kantong plastik saat berbelanja, nih. Ada pula notebook ring bermotif dan bertulisan sama dengan tote bag-nya, Be Awesome and Save Nature. Satu lagi, kopi Wamena! Yuhuuu… alhamdulillah. Such a nice gift for a coffee lover like me.

Asyik dapet merchandise!

Nah, ada dua kawasan di Papua yang menghasilkan kopi jenis Arabika yaitu Nabire dan Wamena. Kopi Wamena yang dibagikan kepada para peserta ini berasal dari Lembah Baliem yaitu sebuah lembah yang berada di sisi timur Pegunungan Jayawijaya, Papua. Kopi ini tumbuh di ketinggian 1200 sampai 1800 mdpl dan bisa tumbuh subur walaupun tanpa menggunakan pupuk kimia. Jadi ini adalah kopi organik yang ditanam oleh para petani tanpa menggunakan alat-alat modern. Hasilnya adalah kopi Arabika istimewa dengan aroma khas dan disukai banyak orang. Sudah pernah ngerasain? 

Mencicipi Sensasi Oatmeal Latte Buatan Sendiri 

Kopi Latte merupakan salah satu sajian kopi favorit di banyak coffee shop. I like it, don’t you? Kalau pun kita tidak bisa menikmatinya di coffee shop, kita masih bisa mencicipi perpaduan espresso, steamed susu, dan foam susu tersebut dengan meracik sendiri di rumah. Googling saja, pasti ketemu resepnya. 

Nah, Mbak Rani dari BPN membagikan tiga resep kopi sebagai alternatif penyajian kopi Wamena yang sudah diterima oleh para peserta yaitu Oatmeal Latte, Puding Kopi, dan Kopi Rempah. Karena saya juga penyuka oatmeal dan kerap memilihnya sebagai menu sarapan sehat, resep Oatmeal Latte lah yang pertama saya coba. Ini dia resepnya: 

Oatmeal Latte 

Bahan: 

350 ml susu UHT 
1 ½ sdt kopi bubuk, larutkan dengan 100 ml air, saring 
150 gram oatmeal 
½ sdt kayu manis bubuk 
Gula dan garam secukupnya 

Cara membuat: 

Masak oatmeal bersama susu dan sedikit garam, lalu tambahkan kayu manis bubuk, gula pasir, dan larutan kopi yang sudah disaring. Masak hingga mendidih. Tuang ke dalam cangkir kopi, siap disajikan selagi hangat.

Oatmeal Latte, yummy...

Rasanya? Lembutnya oatmeal berpadu aroma kopi dan kayu manis serta gurihnya susu tersebut menciptakan sajian kopi latte yang berbeda. Ini namanya ngopi sekaligus sarapan buat saya. Praktis dan nikmat. Cobain, deh! 

Disapa Kak Jeni Karay, Kuis Seru, dan Malagufuk 

Hari-H yang dinantikan pun tiba. Sekitar jam 14.45 WIB saya sudah siap di depan laptop dan menyiapkan dua buah ponsel; satu ponsel milik saya sendiri dan yang satunya milik suami yang saya fungsikan sebagai modem. Suasana rumah juga sudah kondusif dan tenang. Cuzz… Mulai!

Saya mojok, hihi

Agenda Wonderful Papua Online Blogger Gathering dibuka oleh Kak Jeni Karay, seorang Papua Social Media Influencer. Kak Jeni menyapa ramah semua peserta dan mulai memperkenalkan profil dua penyelenggara gathering yaitu Yayasan EcoNusa dan Blogger Perempuan Network. Ada yang belum mengenal keduanya? 

EcoNusa adalah akronim dari Ekosistim Nusantara Berkelanjutan, sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengangkat pengelolaan sumberdaya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia. EcoNusa memberi penguatan terhadap inisiatif-inisiatif lokal. Cek saja profil lengkap beserta info-info seputar alam, budaya, dan konservasi di website-nya: www.econusa.id

Kak Jeni Karay
Kak Jeni Karay yang ramah

Sedangkan Blogger Perempuan Network (BPN) adalah sebuah platform digital dimana seluruh blogger perempuan di Indonesia bisa saling belajar, menyapa, dan menginspirasi satu sama lain melalui konten. Komunitas ini sudah berkembang sangat pesat sejak tahun 2015 dan menjadi komunitas blogger terbesar di Indonesia. Ya, BPN (www.bloggerperempuan.co.id) ini adalah komunitas blogger pertama yang saya kenal. 

Dilanjutkan dengan kuis yang berisi pertanyaan seputar Papua. Seru juga, nih! Dari 7 multiple choices yang diajukan, hanya 5 pertanyaan yang bisa saya jawab dengan tepat. Hehe. Tak apalah walau akhirnya saya hanya berada di posisi ke-6 dan tidak termasuk 3 pemenang teratas. Artinya, saya masih perlu memperluas wawasan seputar Papua, nih.

Contoh pertanyaan kuisnya

Setelah itu, ada pemutaran video pendek tentang Eco Village Malagufuk yang berjudul Hutan Kami Hidup Kami. Ini adalah sebuah kata hati dari seorang lelaki bernama Absalom Kalami yang disampaikan dalam bahasa daerahnya (bahasa Moi Kelim). Absalom berasal dari Kampung Malagufuk, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Kampung Malagufuk ini dinaungi oleh hutan alam Klasow. Dia  berprofesi sebagai pemandu wisata pengamatan Burung Surga atau birdwatching. 

Tempatnya ekowisata birdwatching, nih

Absalom mengisahkan bahwa dulu ia belum mengetahui arti penting sebuah hutan sehingga lebih memilih mencari pekerjaan di kota. Akhirnya ia sadar bahwa hutan adalah rumahnya, hutan telah menghidupinya. Ia akhirnya paham bahwa hutan adalah ibu yang memberikan napas panjang bagi banyak orang. Menurutnya, dengan melestarikan kehidupan di dalam hutan maka kampungnya jadi dikenal dan dikunjungi banyak orang. Maka kini ia dan penduduk kampungnya bekerja sama untuk menjaga baik-baik hutan mereka. Jika menjaga alam dengan baik maka alam pun akan memberikan kebaikan bagi mereka. 

Wah, menyentuh sekali video pendeknya. Seakan saya sesaat berada di tengah keindahan Malagufuk. Selamat berjuang untuk Absalom Kalami dan kawan-kawan! 

Bang Bustar Maitar: Papua Destinasi Wisata Hijau 

Pembicara pada sesi ke-1 adalah CEO EcoNusa yang akrab disapa Bang Bustar Maitar. Beliau mengatakan bahwa Papua sebagai pulau terbesar paling timur di Indonesia adalah tempat yang menarik dan memiliki budaya unik. Papua kerap disebut sebagai destinasi wisata hijau, bukan berarti karena di sana banyak hutannya lalu otomatis bisa disebut ‘hijau’. Lebih tepatnya, itu adalah kata kiasan. 

Bang Bustar Maitar

Destinasi Hijau dalam konsep ekowisata adalah destinasi yang dikelola dengan cara bertanggungjawab oleh masyarakat adat setempat dan juga oleh para pengunjung dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan di sana. Ya, bagaimanapun indah dan ‘hijau’-nya sebuah kawasan wisata, jika tidak dijaga bersama niscaya ‘kehijauan’ itu akan hilang perlahan-lahan, bukan? 

Papua harus didorong menjadi destinasi wisata hijau karena luas wilayah hutan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi sudah semakin menyusut jumlahnya. Jadi, hutan di Papua yang paling luas adalah harapan baru bagi Indonesia. Selain dari segi luasnya, hutan Papua adalah rumah besar bagi flora dan fauna endemik yaitu flora dan fauna yang merupakan khas suatu daerah. Hutan Papua juga unik karena tidak memiliki ‘hewan besar’ seperti harimau atau gajah, tidak seperti hutan di Sumatera dan Kalimantan. Jadi apa dong ‘hewan besar’ dari Papua? Yups, burung Kasuari! 

Sumber: Instagram @econusa_id

Papua juga menyimpan potensi wisata kelautan seperti di Raja Ampat, Papua Barat. Jika kita menginap di homestay yang ada di sana, kita akan bisa langsung menyaksikan pemandangan indah begitu kita bangun tidur. Duh, seperti di surga kali, ya. Belum lagi budaya Papua yang juga menarik misalnya saja dari keanekaragaman bahasa daerah. Ada lebih dari 250 bahasa daerah yang ada di sana, lho. 

Sumber: instagram @econusa_id

Jadi, potensi wisata di Papua seharusnya kita perkenalkan lebih luas kepada masyarakat Indonesia dan juga ke seluruh dunia. Dengan catatan: kita jaga sama-sama kelestariannya, yuk! Tentunya, masyarakat adat di Papua juga berhak menikmati keuntungan finansial dari keindahan daerahnya sendiri. Misalnya, kita dukung mereka dengan menginap di homestay yang dikelola oleh penduduk setempat saat kita mengunjungi Raja Ampat. Jangan menginap di resort, kata Bang Bustar yang lahir di Sentani, Jayapura itu. 

Sumber: Instagram @econusa_id

Beliau juga berpesan: visit before disappear! Ini berkaitan dengan beberapa wilayah seperti Eco Village Malagufuk yang kemungkinan bisa berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, hiks. Saya paham maksudnya, nih. Jika wilayah itu dinilai tidak menguntungkan secara ekonomis maka bisa jadi akan dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit yang lebih menguntungkan. Iya, sih. Namun dari segi kerusakan lingkungan, hmmm… kita sama-sama tahu lah, ya. Bagi masyarakat Papua, tanah, hutan, dan laut adalah ‘ibu’ bagi mereka. Jika itu dirusak, sama saja dengan merusak ibu sendiri. 

Bapak Kristian Sauyai: Homestay dan Tantangan Pengelolaannya 

Pembicara ke-2 adalah Bapak Kristian Sauyai selaku Ketua Asosiasi Homestay Raja Ampat. Saya kira banyak orang yang tidak asing lagi dengan nama Kepulauan Raja Ampat. Minimal kalau berbicara tentang wisata Papua, biasanya Raja Ampat akan disebut-sebut. Memang Raja Ampat seterkenal itu, sih.

Sumber: instagram @econusa_id

Destinasi ekowisata unggulan Papua Barat tersebut menyimpan kehijauan hutan yang masih alami. Satwa endemik seperti Cendrawasih Merah dan Cendrawasih Botak hanya terdapat di kawasan itu. Unik ya namanya, hehe. Lautnya juga menyimpan terumbu karang yang indah dan terdapat panorama gugusan pulau yang memesona. Surga dunia deh pokoknya. 

Bapak Kristian Sauyai

Nah, homestay inilah yang juga menjadi salah satu poin keunikan ekowisata di Raja Ampat karena dibangun dengan konsep yang ramah lingkungan. Menurut Bapak Kristian, terdapat tantangan dalam pengelolaan homestay di sana, yaitu: 

  • Masih kurangnya penguasaan Bahasa Inggris oleh pengelola homestay sehingga wisatawan asing menjadi bosan karena minimnya interaksi. 
  • Persaingan antara homestay dan resort yang juga banyak terdapat di Raja Ampat. Aslinya, tarif menginap di resort jauh lebih mahal daripada tarif menginap di homestay. Namun, ada resort yang ‘nakal’ dengan ‘bermain harga’ sehingga tarifnya bisa hampir sama dengan homestay. Akhirnya, wisatawan jadi tergoda untuk menginap di resort murah yang fasilitasnya jelas lebih baik itu. 
  • Kurangnya fasilitas yang tersedia di beberapa homestay seperti perlengkapan diving dan snorkeling yang dibutuhkan wisatawan. Biasanya, homestay yang memiliki peralatan lengkap akan kedatangan lebih banyak tamu daripada yang minim fasilitas. 
Menginap di homestay, dekat dengan alam dan memberikan sumber pendapatan masyarakat setempat

Nah, masa pandemi Covid-19 belum berakhir sehingga akses ke beberapa tempat wisata masih dibatasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jika dalam waktu dekat ini ingin pergi ke Raja Ampat, tentunya kita harus patuh terhadap protokol tersebut, begitu pesan Bapak Kristian. Mari jaga keindahan Raja Ampat bersama-sama. Jangan mengotori Raja Ampat dengan sampah karena Raja Ampat bukan Raja Sampah, tambah beliau. Siap! 

Alfa Ahoren: Anak Muda Wajib Menjaga Kelestarian Hutan Papua 

Sedangkan narasumber terakhir adalah Alfa Ahoren selaku perwakilan anak muda Papua yang tinggal di Manokwari. Menurut Alfa, anak muda sebagai pewaris tanah Papua harus mulai menyadari bahwa hutan Papua itu menyimpan kekayaan berharga baik flora dan fauna.

Alfa Ahoren, anak muda Papua yang menginspirasi

Seharusnya, hutan sebagai rumah flora dan fauna itu bisa dinikmati seterusnya sampai ke anak cucu. Maka menjaga kelestariannya menjadi kewajiban bersama. Jangan sampai deh hutan alami itu berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, misalnya. Ini dikarenakan kehidupan tradisional orang-orang Papua itu masih sangat tergantung dengan alam, kata Alfa. 

Video pendek tentang perjalanan Alfa Ahoren mendaki Pegunungan Arfak yang indah

Alfa Ahoren juga membagikan kisah perjalanannya saat mendaki Pegunungan Arfak, Papua Barat yang berjarak sekitar 90 kilometer dari pusat kota Manokwari. Saat proses mendaki itu, ia bisa melihat langsung Burung Cendrawasih dan juga Burung Pintar. Selain Pegunungan Arfak, banyak destinasi wisata di Papua Barat yang eksotis dan seksi seperti Air Terjun Kiti-kiti di Fak Fak, wisata di Teluk Wondama, ataupun Tambrauw. Sebelum ke surga, datanglah ke tanah Papua, kata Alfa. 

Sesi Tanya Jawab: Virtual Travelling, Penambangan Ilegal, dan Festival Budaya 

Kak Ovianty bertanya tentang adakah virtual travelling di Raja Ampat, mengingat kunjungan ke sana mungkin masih dibatasi. Dijawab oleh Bapak Kristian Sauyai bahwa itu bisa saja diselenggarakan. Walaupun virtual, tetap harus mengikuti aturan kesehatan dan info dari pemerintah. Berdasarkan info dari Dinas Pariwisata setempat, akses wisata ke Raja Ampat akan dibuka pelan-pelan di bulan Agustus ini tapi belum ditetapkan tanggal pastinya. 

Kak Ipul bertanya tentang peran EcoNusa untuk menyelamatkan hutan Papua dari ancaman perluasan perkebunan kelapa sawit ataupun penambangan emas ilegal. Dijawab oleh Bang Bustar Maitar bahwa EcoNusa bukan pemerintah yang punya wewenang. EcoNusa hanya lembaga kecil yang peduli dan ingin berkontribusi terhadap kelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Sumber: instagram @econusa_id

Tanggungjawab regulasi tetap di tangan pemerintah. Dilematis karena kadang ada penambangan ilegal yang berkedok penambangan rakyat, padahal bukan. Jadi, pemerintah yang harus menetapkan aturan secara bijak, yang berpihak pada lingkungan. Pihak-pihak yang ‘menawarkan uang cepat’ misalnya dengan menebang hutan atau perkebunan kelapa sawit inilah yang sebenarnya merusak. Sedangkan usaha ekowisata seperti homestay memang mendatangkan ‘uang yang lama’ namun kesinambungan pelestarian alam tetap terjaga. 

Menurut Bang Bustar, tidak ada obat mujarab untuk mengatasi kerusakan lingkungan di tanah Papua. Kita semua masih terus berusaha termasuk kontribusi para blogger, kata beliau. Semakin banyak menulis, semoga semakin banyak yang membaca dan tergugah dan semoga pemerintah pun bisa menerapkan aturannya dengan bijak. Duh, terharu karena peran kami disebut juga, nih. 

Pertanyaan terakhir dari Kak Dian Kusumawardani yaitu tentang festival budaya di Papua yang direkomendasikan. Alfa Ahoren menjawab bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat maupun Pemerintah Daerah masing-masing kabupaten selalu rutin mengadakan festival budaya setiap tahunnya. Ada pula tradisi seperti Adat Sasi Laut yang bisa disaksikan oleh para wisatawan yang berkunjung. Biasanya sih festival budaya diadakan pada pertengahan sampai akhir tahun.

Selamatkan hutan Papua, selamatkan Indonesia dan dunia

Tidak terasa, agenda Wonderful Papua Online Blogger Gathering yang seru harus berakhir. Durasi selama kurang lebih satu setengah jam rasanya masih kurang. Senang sekali karena wawasan saya tentang Papua dan ekowisata jadi bertambah walaupun saya hanya berdiam di rumah. Ya, membahas Papua seakan tidak ada habisnya. Dari jauh, saya dan teman-teman blogger siap menjaga dan bersuara lewat tulisan kami ini. Karena Papua juga tanah kita semua! 



Salam Destinasi Wisata Hijau,

You Might Also Like

12 comments

  1. Papua banyak kekayaan alam yang patut dilestarikan ya mba Tatiek. Masyaa Allah

    ReplyDelete
  2. Tampak menarik sekali mba kegiatan'y. Semoga bisa beneran berkunjung ke Papua ya suatu hari nanti. Aamiin..

    ReplyDelete
  3. Senang banget dengan acara virtual ini. Seolah beneran jalan sendiri ke sana ya, foto dan gambar juga kualitas oke.

    Jadi pengen ke Papua, semoga kesampaian. Aamiin...

    ReplyDelete
  4. Unik nih. Meski sensasinya berbeda dengan ekplore langsung, tapi cukup membuka wawasan dan menambah pengalaman. Apa lagi ditemani segelas seduhan outmilk. Makin terasa menyenangkan pastinya. Unik deh kelas onlinenya.

    ReplyDelete
  5. Sedih bacanya, jangan sampai hutan Papua diubah jadi kebun sawit, nggak relaa!

    ReplyDelete
  6. wah senangnya ada gathering gini, walaupun gathering offlinenya ga jadi tapi terobatilah ya mbak..apalagi bisa minum latte kopi nya hehe

    ReplyDelete
  7. Papua emang indah ya mbak..
    Lihat swcara virtual aja aku da hepi, ah smg someday bisa kesana

    ReplyDelete
  8. Wah senangnya ya. Keindahan Papua memang perlu banyak ditulis. Supaya orang-orang tahu Papua itu enggak sekadar Raja Ampat tapi banyaaaaak keindahan lainnya termasuk komoditas pertaniannya. Biar kita diingatkan juga untuk selalu jaga alamnya agar lestari.

    ReplyDelete
  9. Senangnya
    Suami pernah didineskan d Papua setahun
    Dan mas syaaA Alamny emng indahh
    Bersyukur bgt Papua menjadi bagian dr Indonesia y Mbaa

    ReplyDelete
  10. Wah penasaran ama kopinya. Papua adalah salah satu daerah yg pingin betul aku kunjungi. Saking penasarannya. Semoga suatu saat nanti.

    ReplyDelete
  11. Masya Allah ya mba. Bener banget bahwa wawasan kita bertambah dan kita pun jadi makin care dengan hutan dan pelestarian lingkungan di Papua ya

    ReplyDelete
  12. Semoga perkebunan kelapa sawit tidak mengekspansi Papua seperti pulau lainnya ya, Mbak. Sayang banget jika hutan musnah^^

    ReplyDelete