pict from @indonesia_wish |
Maksudnya tentu saja bukan mengabaikan harta dalam kehidupan kita. Karena dalam hidup kita yang diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT ini, kita juga memerlukan harta sebagai wujud pelaksanaan ibadah, seperti: sedekah, infaq, zakat, umrah, dan haji. Juga dalam berdakwah kepada orang lain, kita memerlukan tersedianya harta. Sebut saja untuk membeli buku-buku sebagai rujukan, ongkos perjalanan dakwah sampai kepada penampilan syar’i para muslimah dalam berhijab yang pastinya memerlukan biaya.
Dalam kenyataan hari ini, banyak di antara kita yang diuji oleh Allah SWT dengan kekurangan harta. Misalnya, minimnya lapangan pekerjaan yang diperebutkan, wirausaha yang kalah bersaing dengan pemilk modal besar yang memang sebelumnya sudah menggurita, harta yang semula banyak kemudian hilang karena bencana, dan masih banyak contoh yang lainnya. Kekurangan harta yang disikapi dengan baik karena adanya ilmu yang dipunya adalah wujud pentingnya ilmu tersebut dibandingkan harta yang sulit direngkuh atau pun harta yang hilang tadi. Misalnya dengan bersabar, ikhlas dan tidak berputus asa. Bukankah itu adalah ilmu yang tidak mudah juga mempelajari dan menerapkannya? Jika kita bisa, itulah maksud dari ilmu yang menjaga kita. Sementara keberadaan harta seringkali justru merepotkan kita dalam menjaganya.
Adapun sumber hikmah dari gambar di atas adalah sebagai berikut:
Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia."
(Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)
Masih senada dengan pentingnya ilmu atas harta. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi yang membagi manusia ke dalam empat golongan berkaitan dengan anugerah ilmu dan harta.
Golongan pertama adalah orang-orang yang dikaruniai banyak ilmu sekaligus banyak harta. Dengan ilmunya itu ia bertaqwa kepada Allah SWT dan anugerah hartanya ia gunakan di jalan Allah SWT sehingga manfaat dari harta tersebut tersebar luas, tidak hanya dipakai untuk bermegah-megahan. Mereka inilah yang disebut sebaik-baik hamba. Alangkah beruntung dunia akhirat bila kita menjadi seperti mereka.
Yang kedua adalah manusia-manusia yang dianugerahi banyak ilmu tapi kekurangan harta. Dengan ilmunya ia bertaqwa kepada Allah SWT dan tetap berbuat baik dalam menggunakan hartanya sejauh kemampuan dirinya. Karena ilmunya pulalah ia berdoa jika dianugerahi harta, maka ia akan berbuat maksimal seperti golongan yang pertama. Karena niat baiknya itu, ia mendapat pahala yang sama seperti golongan yang pertama.
Sementara golongan yang ketiga adalah mereka yang dilimpahi banyak harta tetapi tidak berilmu. Ia tidak mau bekerja keras untuk mendapatkan ilmu sebagaimana ia telah bersusah payah mengumpulkan hartanya. Karena tidak berilmu, maka ia jauh dari jalan ketaqwaan dan menghabiskan hartanya secara sia-sia bahkan di jalan kemaksiatan dan dosa. Ini adalah gambaran seburukburuk hamba. Naudzubillahi min dzalik. Lihatlah bangsa kita sekarang. Mungkin ada banyak orang-orang seperti ini sehingga menghalangi turunnya keberkahan dari Allah SWT atas negeri kita tercinta.
Dan yang terakhir adalah orang-orang yang tidak berilmu dan tidak berharta. Kemalasan dan minimnya usaha membuatnya tidak memiliki kedua-duanya. Dalam keseharian, ia banyak berangan-angan memiliki banyak harta. Tapi jika memilikinya, ia akan berfoya-foya dengan harta itu sebagaimana yang ia lihat pada golongan manusia ketiga di atas. Karena niat buruknya itu, timbangan amalnya sama dengan golongan manusia ketiga yang ingin ditirunya.
Maka sahabatku, jika kita saat ini masih belum bisa menjadi seperti golongan hamba yang pertama, janganlah menjadi seperti yang ketiga, apalagi yang terakhir. Jika kita saat ini berada pada posisi kedua, bersyukurlah atas karunia ilmu tersebut. Maksimalkan ilmu yang kita punya sehingga dengan izin Allah SWT, suatu saat kita bisa dianugerahi lebih banyak harta dan mencapai derajat seperti hamba-hamba Allah SWT yang pertama tadi. Tapi jika bertambahnya harta itu tidak tercapai, ingatlah bahwa ilmu yang kita miliki itu lebih utama. Wallahu a’lam bish shawwab.
Salam keberkahan penuh kesyukuran ^_^
Tatiek Ummu Hamasah Afra
~~~~~~~
*terinspirasi dari buku Lapis-lapis Keberkahan (ust. Salim A. Fillah)
Tatiek Ummu Hamasah Afra
~~~~~~~
*terinspirasi dari buku Lapis-lapis Keberkahan (ust. Salim A. Fillah)
Beliau (Rasulullah) bersabda: “Sesungguhnya dunia ini hanya milik empat golongan saja:
(1) Seorang hamba yang dikaruniai harta dan ilmu kemudian ia bertakwa kepada Rabb-nya, menyambung silaturrahim dan mengetahui hak-hak Alloh, inilah kedudukan yang paling mulia.
(2) Seorang hamba yang dikaruniai ilmu tapi tidak dikaruniai harta, kemudian dengan niat yang tulus ia berkata: ‘Jika seandainya aku mempunyai harta, maka aku akan beramal seperti amalannya si fulan itu.’ Dengan niat seperti ini, maka pahala keduanya sama.
(3) Seorang hamba yang dikaruniai harta namun tidak diberi ilmu, lalu ia membelanjakan hartanya secara serampangan tanpa dasar ilmu, , ia tidak bertakwa kepada Rabbnya, tidak menyambung silaturrahim, dan tidak
mengetahui hak-hak Alloh, maka ia berada pada kedudukan paling rendah.
(4) Dan seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan juga ilmu oleh Alloh, lantas ia berkata: ‘Kalau seandainya aku memiliki harta, niscaya aku akan berbuat seperti yang dilakukan si Fulan.’ Maka ia dengan niatnya itu, menjadikan dosa keduanya sama.”
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi IV/562 no.2325, dan Ahmad IV/231 no.18194)
0 comments