Apa yang terlintas di benak kita jika menghadapi orang dengan gangguan kejiwaan? Kenyataannya, sebagian orang masih berlaku diskriminatif dan memberikan stigma negatif terhadap penderita gangguan kejiwaan. Padahal sebagaimana penyakit fisik pada umumnya, penderita gangguan kejiwaan juga memerlukan uluran tangan agar penyakitnya cepat pulih seperti sedia kala. Minimal si penderita merasa dipahami oleh sekelilingnya sehingga bisa menjalani masa penyembuhannya dengan nyaman.
Kisah nyata perjuangan seorang pengidap gangguan kejiwaan untuk berupaya sembuh terbukti pada sosok Sendy Hadiat. Ia adalah seorang ibu dengan lima orang anak yang saat ini berdomisili di Badung, Bali. Berikut fakta menarik tentang itu.
Hujan turun rintik-rintik ketika putri saya, Afra, pulang dari sekolahnya. Setengah berlari ia masuk ke dalam rumah. Ada binar di wajahnya, walaupun ada gurat lelahnya juga.
“Alhamdulillah, aku dapet dua piala, Mi,” katanya, sesaat setelah mengucap salam.
Lantunan hamdalah yang sama segera meluncur dari bibir saya. Hari itu, Sabtu, 18 November 2017 ia mengikuti agenda pemilihan siswa berprestasi di bidang akademik dan Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat kecamatan. Ia memenangi juara 1 OSN IPA dan juara 2 siswa berprestasi (mapel campuran).
Muslimah zaman now hidup di tengah perkembangan teknologi informasi yang tengah melaju pesat. Saat kali pertama saya mempunyai ponsel polyphonic Sony Ericsson T100 di tahun 2003 dulu, bisa ber-sms dan menelepon saja sudah ‘mewah’ rasanya. Melihat orang yang memainkan laptop -yang waktu itu bentuknya masih setebal daun pintu- hanya bisa mupeng karena harganya yang masih selangit biru. Tidak pernah terbayangkan bahwa enam tahun kemudian saya bisa nge-net dengan laptop berukuran lebih tipis berikut modemnya. Lalu sepuluh tahun kemudian saya mulai melupakan sms karena sudah ada layanan instant messaging yang terpasang di ponsel touch screen dan tablet saya.
Bulan Oktober lalu saya mengikuti tantangan memposting tulisan di blog selama 30 hari dalam program One Day One Post yang diselenggarakan oleh Blogger Muslimah Indonesia. Alhamdulillah, saya terpilih menjadi salah satu peserta terbaik. Lega rasanya. Setelah itu, ingin merasakan tantangan yang lainnya yaitu ingin beralih ke Top Level Domain. Saya kira blog saya tatiekpurwanti.wordpress.com sudah saatnya mencoba ‘naik kelas’.
Tanpamu duhai Kanda, aku bagaikan nasi kuning tanpa lauknya :D
Sebuah quote yang menurut saya bikin baper sekaligus laper, hihi. Sebenarnya ini hanya sebuah catatan ringan tentang aktivitas dapur yang akhirnya dirasakan oleh para tetangga. Sekotak nasi kuning komplit mendarat dengan manis di rumah-rumah terdekat sekitar saya pada suatu sore, beberapa hari yang lalu. Ada sedikit rezeki, maka berbagi makanan adalah salah satu jalan untuk menebar kegembiraan.
Awal bulan lalu meniatkan diri untuk menulis secara full di blog setiap hari. Program One Day One Post-nya Blogger Muslimah Indonesia begitu menggoda hati. Seperti yang sudah saya kisahkan sebelumnya pada 15 Hari Mencari Cinta pada One Day One Post.
Assalamualaikum. Hai, perkenalkan. Saya Tatiek Purwanti, seorang istri sekaligus ibu dari 2 orang anak. Saya pernah bekerja dan kuliah di Batam dari tahun 2000-2010. Sekarang saya bersama keluarga tinggal di Malang, Jawa Timur.