Catatan Sederhana ala Saya tentang Piala Dunia
- July 19, 2018
- By Tatiek Purwanti
- 13 Comments
Matahari sudah tenggelam, berganti malam yang kelam. Waktu itu tanggal 15 Juni 2018, kami sekeluarga sedang mudik ke Solo, Jawa Tengah. Saya tengah menidurkan si kecil di kamar, sekaligus merehatkan badan yang seharian merasakan perjalanan panjang.
“Wah, Mesir kalah dari Uruguay,” suara adik ipar saya yang berada di ruang tengah terdengar jelas.
“Kalah kelas emang, tuh.” sahut suami saya yang baru saja selesai berbincang-bincang di luar dengan beberapa orang di teras.
Saya yang mendengar percakapan itu baru ngeh; we lha dalah. Kudet banget saya. Baru tahu jika pembukaan Piala Dunia 2018 di Rusia sudah dimulai sehari sebelumnya. Wajar saja sebenarnya. Kepala saya saat itu terisi seputar Ramadan dan persiapan seputar mudik. Jelas tidak sama dengan kondisi saya dulu saat menjadi remaja pecinta bola.
Sumber: wikipedia |
Iyes. Semua ada saatnya. Duluuu saya merasa keren dengan menjadi bola mania. Serba tahu ini-itu tentang si kulit bundar plus mengoleksi pernak-perniknya. Seiring berjalannya waktu, kesukaan itu bergeser sedikit demi sedikit. Menonton bola dan mengetahui info tentang soccer world bukan lagi yang utama.
Tapi saya kira, sedikit-sedikit saya perlu tahu perkembangan dunia sepakbola. Yang paling dekat tentu saja Piala Dunia 2018 yang baru saja berlalu. Lagi pula, ada sedikit renungan terkait peran saya sebagai orang tua yang berangkat dari tontonan itu...
Ternyata Saya Semakin Menua
Kalau dihitung, saya hanya menonton empat pertandingan pada Piala Dunia kemarin. Itu pun tidak full time dan saya memilih yang disiarkan pada malam hari, bukan dini hari. Ngantuk, bo...
Saya terkesima saat menonton pertandingan tim Inggris versus Belgia. Lebih tepatnya menyimak si pelatih The Three Lions, Gareth Southgate. Lho, udah jadi pelatih timnas aja dia. Pas saya masih bersekolah dulu, dia masih bermain sebagai pemain belakang di klub Aston Villa, Inggris.
Hal yang sama juga saya rasakan saat menonton Perancis mengalahkan Uruguay. Lha, itu manager timnas-nya kan Didier Deschamps. Perasaan baru kemarin dia mengangkat trofi Piala Dunia 1998 di Stade de France, saat menjadi kapten timnas Les Bleus. Sudah dua puluh tahun berlalu ternyata.
Duh, saya langsung merasa sudah tua. (Emang iya. Udah 36 tahun, Buk!) Mereka sudah jadi coach, saya pun jadi coach-nya… anak-anak. Mereka terus bergerak, saya pun harus terus menjadi ibu pembelajar, insya Allah.
VAR, Pengawasan yang (Lebih) Sempurna
Saya sempat bertanya-tanya saat menonton pertandingan final antara Perancis versus Kroasia. Setelah terjadi pergumulan di depan gawang Kroasia, wasit berlari ke pinggir lapangan. Suami saya menjelaskan bahwa si wasit sedang meminta bantuan pada ‘asistennya’ yaitu Video Assistant Referee (VAR).
Sumber: forkom.online |
Alhasil, setelah melihat VAR, wasit pun memberi hadiah tendangan penalti untuk Perancis karena pemain Kroasia terbukti melakukan hands ball. Wah, baru tahu saya. Bagus juga, sih. Keputusan yang diambil wasit jadi bisa lebih akurat. Bagaimanapun, wasit juga manusia yang terbatas cakupan pandangannya.
Sebagai orang tua, saya pun seperti itu. Hanya bisa mengawasi anak-anak saat di rumah. Di luar rumah, -khususnya si sulung- saya serahkan pengawasan dan perlindungan kepada Allah Swt. Pengawasan-Nya yang Maha Sempurna pasti akan jadi pertimbangan anak saya jika ingin berbuat yang tidak baik, nauzubillah. Dan… saya nikmati saja tugas mengawasi si kecil yang saat ini menuju usia dua tahun.
Filosofi dari Zabivaka, Serigala Berkacamata
Setiap momen Piala Dunia, selalu ada maskot yang menjadi daya tarik tersendiri. Pada pagelaran Piala Dunia lalu, Zabivaka terpilih sebagai maskotnya. Dia digambarkan sebagai sosok serigala berkacamata yang memesona, percaya diri, dan berjiwa sosial. Wah, mirip saya tuh… kacamatanya! Hehe…
Sumber: tempo.co |
Padanan memesona menurut saya adalah akhlak yang baik. Sekarang, penerapannya tidak hanya di lingkungan sekitar tapi juga di dunia maya. Seorang rekan pernah berkata pada saya bahwa dia ilfil pada seseorang yang selama ini dikenalnya baik, tapi di dunia maya begitu tidak tertata kata-katanya. Hobinya marah-marah dan mengeluh melulu. Nah loh… So, saya harus menjadi contoh yang baik bagi anak saya dalam bersosial media.
Sedangkan rasa percaya diri seorang ibu akan memudahkannya mendidik anak-anak sesuai prinsip parenting yang diyakininya. Dia juga percaya bahwa anak-anak yang menjadi amanahnya pasti punya kelebihan yang harus digali dan kekurangan yang harus dimaklumi. Percaya diri juga merupakan wujud rasa syukur pada-Nya bahwa kondisi yang dijalani adalah yang terbaik dari-Nya.
Anak-anak saya kelak menghadapi dunianya yang berbeda dengan dunia saya. Langkahnya mungkin akan lebih panjang, karena jarak antar negara ibarat terlipat. Mereka akan bertemu dengan keberagaman. Berjiwa sosial akan membuat mereka lebih mudah bergaul dan berbuat baik dengan siapa saja. Dan saya… sedang terus belajar memiliki jiwa seperti itu.
Menang dan Kalah adalah Sunatullah
Anda menjagokan siapa kemarin? Perancis atau Kroasia? Kalau saya sih yang mana saja, deh. Hehe… Alasannya seperti tersebut di atas: saya kurang begitu tahu kondisi dunia persepakbolaan hari ini. Jadi, siapapun pemenangnya pasti adalah tim yang menampilkan permainan lebih baik dari lawannya. Pasti di baliknya juga ada latihan yang matang, doa, serta dukungan segenap bangsa mereka. Selamat buat timnas Perancis. Tapi Kroasia, si kuda hitam, juga hebat kok.
Sumber: pixabay |
Menang dan kalah adalah keniscayaan dalam setiap perlombaan. Itu yang saya tekankan pada anak saya, khususnya si sulung. Jika sudah berupaya keras dan berdoa namun belum berhasil, pasti ada hikmah di baliknya. Yang menjadi masalah sebenarnya adalah sikap kita pasca kompetisi tersebut; memilih terpuruk atau mengevaluasi diri.
Baca juga: Hadiah Ulang Tahun yang Berharga untuk Afra
Pastinya banyak hal menarik lain dari peristiwa pada Piala Dunia 2018 yang bisa dijadikan renungan. Begitulah sepak bola, olahraga paling populer di dunia yang selalu diperbincangkan kaum tua maupun muda. Saya punya anak laki-laki, dan kelak ingin mengobrol panjang dengannya tentang sepak bola. Tidak hanya tentang permainannya tapi juga pelajaran di baliknya.
Sumber: pixabay |
Nah, apa peristiwa atau hal menarik di Piala Dunia 2018 versi Anda?
Salam fair play,
13 comments
Kalau menurut saya sih, hikmahnya bahwa bola itu bundar sehingga siapapun yang menendangnya pasti akan bergulir, hehehe...
ReplyDeleteSuka bola ya mbak? Yang saya tahu Perancis menang lawan Croasia hehehe
ReplyDeleteWaah...saya dulu dr SMP-nikah tp blm punya anak, gila bola bingit. Nongkrongnya dilapangan Persija yg di taman menteng sekarang, tp sejak.punya anak pelan2 mulai melupakan bola sampe skrg. Udah cukup ngerasain kecanduan bola, bahkan aku masih jd tim futsal di.kanyor sebelum pensiun..hihihi
ReplyDeleteAh, Mbak Tatiek, keren sekali catatannya. Benar juga, selalu ada hikmah dari setiap peristiwa. Tahun ini saya malah gak nonton sama sekali Piala Dunia 2018. beneran udah blank dan nggak tertarik lagi. Hehe
ReplyDeleteMasih mending nonton sampai 4 kali, saya mah nggak nonton hihihihi
ReplyDeleteKeren ulasannya Mbak Tatiek..
ReplyDeleteYang menarik dari Piala Dunia yang baru lewat, berempat nobar di kamar, pas bangun pagi ternyata tivinya yang nonton kami hihihi
Tapi, satu kata buat Kroasia..., keren!
Mba Tatiek pinter sekali melihat sisi filosofis dari pildun ya.. saya mah gak sempet mikir ke arah sana euy, ternyata dalem sekali ya. Dulu, pas hamil anak pertama saya sempet ngefans sama bola, sekarang nggak lagi. Pildun ini juga gak nonton samsek. hehe..
ReplyDeleteMbak Tatiek ternyata menguasai soal sepak bola ya..sampai hapal para pemainnya.
ReplyDeleteKalau saya dari dulu memang gak begitu tertarik dengan permainan bola. Hanya menonton pertandingan tim-tim tertentu saja.
Wah, makasih untuk ulasannya. Saya termasuk yang tidak pernah mengikuti perkembangan bola, termasuk piala dunia 😁😁
ReplyDeleteaku malah pertama piala dunia itu 1994 mbak, pas masih TK heheh
ReplyDeletetapi mulai ngeri 1998 pas Prancis juara dan sekarang juara lagi, Horeee
VAR ini emang antara setujud an tidak
tapi klo mau adil dan emang ada teknologinya ya kenapa tidak?
Prancis emang beberapa kali dapet keuntungan lewat VAR kayak pas alwan Australia
tapi aku setuju menang kalah adalah sunatullah tapi mental bertanding juga penting ya mbak...
Masyaallah Mbak Tatiek keren sudut pandangnya 😍 saya masih berkesan piala dunia 98 Mbak hahaha jadul banget yak.
ReplyDeleteKeren banget, Mba..masya Allah, saya mah benar-benar buta soal bola..semua orang rame bicarain piala dunia, saya malah ngulen roti mulu ini sampai nggak tahu apa2..hehe
ReplyDeleteBaca ini jadi pengen kepoin masalah bola meskipun sudah berlalu, saya juga punya anak cowok dua2nya, sebagai emak yang baik kayaknya kudu punya pengetahuan bola juga :)
ReplyDelete