Hari Literasi Internasional dan PR Besar Bangsa
- September 10, 2019
- By Tatiek Purwanti
- 17 Comments
Literacy is a bridge from misery to hope.
- Kofi Annan
Ada momen spesial untuk seluruh manusia di dunia setiap tanggal 8 September tiba. Yups, ini adalah peringatan Hari Literasi Internasional atau International Literacy Day. Semoga teman-teman tidak lupa, ya. Atau malah baru tahu tentang ini? ;)
Nah, sebutan lain untuk peringatan hari tersebut dalam istilah Bahasa Indonesia adalah Hari Aksara Sedunia atau Hari Melek Huruf Internasional. Penetapannya dilakukan oleh UNESCO saat sesi ke-14 Konferensi Umum UNESCO pada tanggal 26 Oktober 1966.
Apapun itu sebutannya, ini adalah waktu bagi kita semua baik secara individu, masyarakat, atau komunitas untuk mengevaluasi diri dalam hal semangat dan pencapaian belajar.
Istilah Literasi dan Pentingnya Kemampuan Berbahasa
Ya, belajar. Sesuai dengan istilah awal literasi yang berasal dari Bahasa Latin yaitu literatus yang berarti adalah orang yang belajar. Kita bisa menyebut "manusia pembelajar" sebagai padanan katanya. Sebuah profesi yang aktif dan berlaku untuk kita semua sepanjang masa; dari usia belia hingga manula. Lulus sekolah dan lulus kuliah lalu malas belajar hal-hal baru? Jangan, dong!
Dalam pengertian lebih luas lagi, literasi itu merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.
Jadi teringat masa sekolah dulu saat banyak teman-teman saya bilang: "Bosen nih belajar Bahasa Indonesia. Gak ngerti-ngerti!"
Atau... "Kalau ujian Bahasa Indonesia kok gitu, ya? Bacaannya banyaaakkk... Males, ah!"
Pernah juga saat saya SMK, hampir semua teman-teman sekelas "memboikot" pelajaran Bahasa Inggris dengan kompak tidak mengerjakan tugas dari guru. Duh. Saya yang seorang English mania dan selalu bersemangat saat pelajaran itu tiba seakan disudutkan. Eh, jadi curcol :D
Hmm... Semoga itu hanya masa lalu yang pahit dan tak terulang pada anak-anak kita, ya ;) Walaupun sebab di balik ketidaksukaan pada pelajaran bahasa itu bisa beragam juga, sih. Misalnya: cara gurunya menyampaikan materi yang kurang pas. Tapiii... menyalahkan faktor eksternal itu enggak banget, ah!
Lagipula, kemampuan berbahasa seharusnya tidak diawali di sekolah dan tidak sekadar tentang nilai pada mata pelajaran semata. Rumah lah yang seharusnya menjadi titik awal seorang anak menguasai dan mencintai bahasa ibu lalu meluas lagi kepada pemahaman akan beragam bahasa lainnya. Ini sungguh penting karena kemampuan berbahasa adalah bagian dari literasi baca tulis yang akan memengaruhi penguasaan literasi yang lain.
6 Jenis Literasi yang Seharusnya Dikuasai
Sejak tahun 2015, World Economic Forum telah menyepakati bahwa ada 6 literasi dasar yang harus dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, yaitu:
1. Literasi Baca Tulis
Di antara 6 literasi dasar, membaca dan menulis merupakan literasi yang paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya merupakan literasi fungsional dan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
2. Literasi Numerasi
Literasi ini adalah kemampuan mengaplikasikan konsep bilangan dan ketrampilan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya: menggunakan angka atau simbol yang terkait dengan matematika dan menganalisis grafik, bagan, serta tabel.
3. Literasi Sains
Menurut OECD (2016) literasi sains adalah pengetahuan yang dapat menjelaskan fenomena ilmiah, memahami karakteristik sains serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait dengan sains.
4. Literasi Finansial
Literasi ini merupakan pemahaman tentang konsep dan risiko, pengambilan keputusan yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial.
5. Literasi Digital
Menurut Paul Gilster (1997) mengartikan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas dan dapat diakses melalui komputer.
6. Literasi Budaya dan Kewargaan
Literasi ini merupakan kemampuan individu atau masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian dari suatu budaya dan bangsa.
PR Literasi Bagi Bangsa Indonesia
Pada pembukaan UUD 1945 telah tertuang salah satu tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Literasi dan pendidikan jelas mengambil peran di situ. Keduanya ibarat dua sisi mata uang dan saling terkait. Khususnya literasi baca tulis sebagai yang paling dasar seperti yang tersebut di atas.
Dari segi baca saja -belum membicarakan yang lain- mungkin teman-teman sudah sering mendengar sekilas tentang hasil riset yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2015 yang menunjukkan betapa masih rendahnya tingkat literasi orang Indonesia khususnya pada minat baca. Disebutkan bahwa Indonesia berada pada posisi 62 dari 70 negara yang menjadi obyek survei.
Sudah 4 tahun yang lalu, sih. Semoga setiap tahun ada peningkatan level, ya. Mengingat sebenarnya para founding father bangsa ini sebenarnya adalah orang-orang yang suka membaca walaupun kesempatan belajar pada masa penjajahan jelas tidak seleluasa sekarang. Malu sama beliau-beliau, atuh.
Saya sudah suka baca, kok. Baca-baca status facebok dan caption instagram :D
Ya, ya. Itu termasuk aktivitas membaca, sih. Tapiii.... yakin nih kalau itu dibaca secara mendalam dan dimengerti maksudnya? Sampai saat ini saya sering menemukan tulisan hasil copas-an atau link artikel yang dibagikan seseorang secara terburu-buru. Dibaca judulnya doang?
Mengutip pendapat Nicholas Carr yang menyebutkan tentang penurunan minat baca semenjak mbah google menjadi sahabat kita. Daya tahan membaca kita sepertinya semakin berkurang. Jika dahulu masih bisa membaca 3-4 lembar buku dengan penuh konsentrasi, sekarang? Tulisan 3-4 paragraf pun seenaknya di-skip. Belum lagi jika kita lebih banyak membaca dengan teknik skimming. Sebuah teknik membaca cepat gara-gara terpengaruh kebiasaan membaca portal berita online. Wes-ewes-ewes... Bablas bukuneee!
Iya, sih. Ada sisi positif pada era mbah google ini yaitu kita bisa menikmati efisiensi, kenyamanan, dan kecepatan informasi. Tetapi, nyaman kadang juga merupakan jebakan. Kita jadi kehilangan kemampuan membaca secara mendalam. Lalu berlanjut kepada berkurangnya waktu berkontemplasi dan berpikir. Duh!
Ini adalah PR besar kita di era digital ini, saat kemajuan teknologi begitu pesat. Saat beragam gawai berlomba menawarkan kecanggihannya untuk kita coba. Menurut John Naisbitt, seorang penulis Amerika dalam bukunya "High Tech, High Touch", teknologi yang maju harus diimbangi dengan peradaban maju pula. Kemajuan dan kecanggihan teknologi mesti dikendalikan oleh sentuhan akal dan nilai-nilai kemanusiaan.
Smartphone lebih pintar dari kita? Oh no!
Mari kita mulai dari diri sendiri dan keluarga: menjadi manusia beradab yang menguasai kemampuan literasi baca tulis. Saya sendiri berprinsip: pantang membelikan anak saya gawai sebelum dia benar-benar suka membaca buku. Untuk saya sendiri juga demikian yakni menjadikan buku sebagai sahabat baik dan terus berusaha menulis sebagai bukti bahwa saya adalah manusia pembelajar; literatus. InsyaAllah.
Salam,
Tatiek
Sumber:
instagram: @indoreadgram
https://www.kompasiana.com/amp/robi_kurniawan/inilah-perbedaan-dampak-membaca-di-media-sosial-dan-buku_5743936a23b0bd40048b4569
Sumber gambar:
Canva & instagram
Sumber gambar:
Canva & instagram
Postingan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post (ODOP) September 2019 by Estrilook Community.
#ODOPDay4
17 comments
Wah terimakasih infonya mbak, masih terus berjuang dengan literasi juga ini
ReplyDeleteSalam Literasi, Mbak. Sepakat sih, mulai dari diri sendiri dan keluarga. Alhamdulillah selalu berusaha ingin meningkatkan literasi di keluarga. Kami selalu punya jadwal membaca buku setiap harinya dan punya target baca buku tahunan.
ReplyDeleteSering ngoceh tentang literasi tapi nggak bener2 paham *tunjuk diri hehehe. Mungkin pembuat soal kudu lebih kreatif kali ya, bacaannya yg menarik. Pasti pelajaran bahasa Indonesia menyenangkan. Nggak melulu soal kalimat majemuk dan tunggal
ReplyDeleteSetuju mbak tatiek. Literasi di berbagai bidang di atas harus dikenalkan sejak dini. Pasalnya hari gini hoaks sama fakta susah dibedakan ya
ReplyDeleteLiterasi Finansial; ini yang sering banget aku dan teman-teman bahas saat melakukan edukasi di masyakarat. Pengetahuan ini memang masih banyak banget yang belum paham benar. Di luar itu, aku setuju banget dengan tidak membelikan anak gawai sebelum mereka benar-benar menyukai buku. Anak-anakku sendiri, bisa dibilang masih pilih-pilih saat membaca. Hanya di tema-tema yang benar-benar mereka sukai.
ReplyDeleteHari ini aku jadi belajar juga nih, literasi itu cakupannya luaaass banget ya, Mbak.
Zaman sekolah dulu aku malah seneng banget sama pelajaran Bahasa Indonesia. Terutama mengarang. Wih, favoritku. Biasanya aku sampai minta lembar jawaban tambahan untuk karanganku. Selain itu, biasanya aku selalu memulai dari subyek ini, baru mengerjakan matematika atau IPA. YA, sepertinya memang sudah dari dulu kesenangan menulis ini ada dalam diriku. Tapi kok ya setelah Emak2 baru nyadar, heuheu.
ReplyDeleteLiterasi ternyata banyak yah. Sebagai mahluk pembelajar kita harus faham tuh satu demi satu.
ReplyDeleteSalam 👆🏻
Menjadi manusia pembelajar, enggak gampang di era sekarang. Tapi paling tidak memulai dari diri sendiri lalu menyebarkan virus ini ke sekitar hingga semua tertular.
ReplyDeleteTeteup semangat ya Mbak Tatiek :)
Literasi baca tulis untuk anak-anak kita sekarang adalah PR berat yang harus kita selesaikan. Anak-anak sekarang lebih suka dengan gadget dibanding baca buku, apalagi menulis...
ReplyDeleteBener banget mba, era digital memaksa kita untuk membaca cepat. Kadang susahnya, saking cepetnya jd ada beberapa informasi yang kelewat. Makanya perlu banget diimbangi dengan bacaan cetak. Semoga dunia literasi di tanah air bisa makin maju ya
ReplyDeleteWuih, ternyata jenis literasi banyak ya mbak. Aku baru tahu loh. Aku kira literasi hubungannya sama baca tulis aja. Terima kasih sudah diingatkan dengan tulisan bermanfaat ini
ReplyDeleteMiris ya, Mbak karena minat baca negara kita termasuk yang sangat rendah.
ReplyDeleteBener nih, tugas kita agak berat untuk mengajak generasi muda cinta pada literasi. Tapi selama masih ada yang peduli, semoga saja tingkat literasi bangsa kita bisa meningkat ya ...
Wah menarik ya mb 6 dasar literasi yg harus dipahami. Aq bacanya pelan2 biar lbh ngeh...hihi...thx mb artikelnya keren...
ReplyDeleteTernyata Literasi nggak hanya berhubungan dengan baca tulis ya? Ada Literasi finansial juga. Kayaknya Literasi digital adalah yang banyak berlaku saat ini ya mbak. Kalau menurut saya sih sarannya membaca bisa apa saja, yang penting adalah masuknya informasi ke otak kita dan membuatnya terisi. Sehingga kalau dibutuhkan otak mampu memberi jawaban
ReplyDeleteLiterasi digital yang cukup sering saya lakukan saat ini. Tanamkan jiwa pembelajar dengan baca tulis sejak dini terhadap anak pun susah-susah gampang. Minat anak kedua cukup baik dibandingkan anak pertama. Gadget sudah merubah perilaku dan kebiasaan. Emak kudu makin setroooong nih!
ReplyDeleteTernyata pemahaman tentang komputer juga termasuk salah satu jenis literasi yang harus dipelajari, ya? Pantesan ke 6 jenis literasi tersebut ada wujud kegiatannya di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah. Mm, baru ngeh diriku..
ReplyDeleteKudetnya daku, baru tahu kalau beberapa hari yang lalu ada hari literasi internasional dan ternyata literasi gak melulu soal baca tulis tapi ada 5 jenis literasi lainnya.
ReplyDelete