Yogyakarta dan Jawa Tengah: pada Sebuah Wisata Sekolah
- September 10, 2019
- By Tatiek Purwanti
- 6 Comments
Wisata sekolah adalah sebuah hadiah setelah menempuh ujian dengan bersusah-payah. Itu sepertinya yang dirasakan oleh putri sulung saya, Afra, beserta teman-temannya pasca menjalani Ujian Nasional (UN) Sekolah Dasar pada tanggal 22-24 April 2019 yang lalu. Senin sampai Rabu menggebu, tibalah Jumat untuk rehat. Ya, pada Jumat malam (26/04/19) rombongan wisata sekolah dari SDN 02 Pakisaji berangkat ke Yogyakarta dan Jawa Tengah.
By the way, ini memang tulisan latepost. Tertunda setelah bulan Mei-Juni saya fokus ke Ramadan dan mengikuti tantangan ngeblog di BPN Ramadan Challenge. Lanjut libur lebaran, persiapan Afra masuk pondok pesantren, dan saya memutuskan untuk hiatus. Kerempongan A-Z bareng si bungsu yang tak terdefinisikan itu sudah pasti. Hehe...
Sekarang, karena sedang kangen anak, lebih baik saya curahkan dengan menuliskan perjalanan wisata sekolahnya di sini ;)
Pentingnya Pendampingan Orang Tua
Untuk bisa mendampingi Afra berwisata, saya harus "berbicara baik-baik" pada si bungsu Akmal (saat itu 32 bulan). Itu adalah saat pertama kalinya saya harus pergi jauh tanpa mengajak si kecil. Kalau kata orang Jawa: nilapno.
"Adek, Ummi mau menemani Mbak Afra pergi, boleh?" tanya saya beberapa hari sebelum hari-H.
"Adek?"
"Adek bermain sama Abi dan Yangti, ya? Nanti adek diajak muter-muter pakai motor dan menonton traktor. Oke?"
Bla... bla... bla...
Alhamdulillah, dia mengerti dengan apa yang saya jelaskan. Ditambah lagi, sebenarnya si bungsu memang dekat pula dengan Abi-nya. Walaupun pada bulan April itu kami masih ber-Long Distance Marriage (LDM) dari Senin sampai Jumat, itu tidak membuat renggang hubungan ayah dan anak. Waktu wisatanya pas pula; saat si Abi sudah berada di rumah sehingga ada yang jagain si kecil. Sip.
Alhamdulillah, segala persiapan dan perbekalan pun beres saya siapkan, dengan sedikit dibantu Afra. Ya, menyiapkan perbekalan untuk bepergian jauh adalah "spesialisasi" saya semenjak menjadi istri orang Jawa Tengah dan sering mudik. Beres, pokoke...
Untuk Afra sendiri, dia telah terbiasa pergi jauh lintas provinsi tanpa mabuk perjalanan. Hmm... Mabuk perjalanan adalah problem klasik dimana pun yang dengan berbagai cara berusaha diatasi termasuk dalam rombongan perjalanan wisata sekolah Afra.
Ada yang memakai trik dengan menempel plester di pusar, hehe. Pastinya, semua murid dianjurkan untuk meminum obat anti mabuk perjalanan seperti anti*m* anak. Ya, karena mabuk perjalanan bisa mengacaukan semua rencana indah saat jalan-jalan.
Itu juga yang mendasari aturan sekolah agar setiap anak didampingi oleh orang tua mereka. Saat anak mengalami mabuk perjalanan, misalnya. Bukankah orang tuanya sendiri akan lebih leluasa menangani? Anak pun bisa merasa lebih nyaman dan tidak sungkan karena telah memuntahkan isi perut. Walaupun muntah itu wajar, kita semua tahu lah orang lain pasti ada rasa jijiknya dengan "hasil muntahan". Yekan?
Siap mengawal putri tercinta |
Tetap saja sih ada yang orang tua yang memilih tidak ikut dan menitipkan anaknya pada guru atau orang tua lainnya. Ya, ya. Boleh saja, sih. Tapi kalau saya ya sayang banget. Tak lain karena wisata sekolah seperti itu bisa menjadi ajang we time saya bareng Afra. Bisa pula saya jadikan bahan tulisan di blog, hehe...
Ajaran tentang Kesabaran dalam Perjalanan
Seperti halnya manfaat melakukan perjalanan bersama keluarga, perjalanan bersama rombongan sekolah seperti ini juga mengajarkan tentang kesabaran. Mulai dari sabar menunggu keberangkatan karena panitia harus memastikan lebih dulu jumlah siswa berikut orang tuanya yang ikut lalu membaginya ke dalam dua buah bus yang disewa.
Saya sendiri harus bersabar "mengasuh" dua anak karena ada temannya Afra yang dititipkan ke saya, hehe. It's okay. Si anak ini memang sahabat dekat Afra dan saya cukup mengenal orang tuanya. Anaknya baik dan komunikatif sehingga itu bukan beban buat saya. Jadilah kami bertiga duduk dalam satu deret.
Tepat jam delapan malam, rombongan kami berangkat ke arah barat. Kesabaran yang lain pun dimulai: sopirnya lha kok menyetel lagu dangdut koplo, duh! Ini jelas berbeda bila membawa mobil sendiri karena saya tentu bisa mengatur apa yang mau saya dengarkan. Sabaaar!
Suasana bus: AC dingin dan full music |
Alhamdulillah, itu tidak berlangsung lama karena akhirnya video itu diganti dengan video lagu-lagu pop masa kini. Rupanya anak-anak tidak terlalu suka juga dengan si koplo. Berikutnya lebih menyenangkan lagi karena yang mengisi gendang telinga dan pandangan mata adalah lagu-lagunya Sabyan. Yeay! Dakwah ala Sabyan ini memang mengena banget karena anak-anak muda jadi lebih akrab dengan salawat dan nasihat melalui "bahasa kaum kekinian".
Bus yang melaju baru sampai di Blitar bagian barat sekitar dua jam berikutnya. Waktunya salat dan makan malam di sebuah rumah makan. Ini juga ujian kesabaran berikutnya: mengantri di toilet dan tetap menjalankan salat saat di perjalanan. Sebenernya saat perjalanan panjang seperti itu dibolehkan untuk menjama' dan meng-qashar salat. Tetapi, saya memilih untuk salat Isya seperti biasa karena diberikan waktu ishoma. Lain lagi jika tidak ada kesempatan untuk turun dari bus.
Saya memilih untuk melaksanakan salat duluan daripada makan. Malah lebih nyaman karena antrian salat di musalla jauh lebih sedikit daripada antrian makan. Karena sebenarnya saya juga enggan makan jam segitu, sekitar jam sepuluh. It's too late for me. Tapi karena ini bukan waktu biasa, saya dan anak-anak tetap mengambil jatah makan yang disediakan. Sedikit saja karena di awal perjalanan tadi sebenarnya sudah cukup ngemilnya ;)
Nah, menyantap makanan yang disediakan oleh rumah makan yang bekerja sama dengan armada bus ini juga ada dramanya. Pastinya menunya lebih sederhana dan dijatah, tidak seperti saat kita memesan makanan sendiri. Belum lagi jika rasanya kadang seadanya saja. Kuncinya: sabaar. Etapi, saat itu rasa makanannya lumayan, kok. Alhamdulillah.
Sekitar setengah jam kemudian, rombongan kami pun melanjutkan perjalanan. Latihan kesabaran berikutnya adalah berusaha untuk memejamkan mata. Saat itu saya tidak bisa tidur sampai sekitar jam 12 malam, sementara anak-anak di samping saya sudah pulas. Hmm, tidur dengan posisi duduk seperti itu memang PR sekali.
Alhamdulillah, ternyata saya bisa terlelap juga. Tahu-tahu, menjelang jam 3 dini hari, bus-nya sudah sampai di Sleman, Yogyakarta. Lho, kok cepat sekali? Ternyata saat saya tertidur tadi, si bus melaju cepat lewat jalan tol. Alhamdulillah lagi.
Keberadaan jalan tol terasa sekali manfaatnya saat perjalanan seperti itu: benar-benar bisa memangkas waktu. Seingat saya, butuh waktu sekitar 10 jam dari Malang ke Yogyakarta saat malam hari. Saat itu kami bisa menempuhnya dalam waktu sekitar 7 jam saja. Senangnyaaa.
Butuh Strategi dan Belajar Mensyukuri
Iya, senang. Karena bus yang kami tumpangi langsung menuju sebuah rumah makan yakni Rumah Makan Pringsewu yang saat itu tentu saja belum buka. Sebuah kesempatan yang baik untuk mandi pagi dan mempersiapkan salat subuh lebih awal. Ada juga sih yang memilih melanjutkan tidurnya di dalam bus.
Saya sih memilih turun dari bus, menghirup udara yang masih segar. Halo, Yogyakarta! Akhirnya bertemu dia lagi setelah 4 tahun. Suasana masih sepi. Saya mengajak Afra dan temannya untuk mengantri mandi lebih awal. Harus punya strategi dalam perjalanan dengan rombongan seperti ini. Alhamdulillah, kamar mandi di Pringsewu cukup banyak dan bersih. Tak perlu mengantri lama jadinya. Airnya pun tidak terlalu dingin seperti di Malang.
Pilihan saya itu tepat. Saat kami selesai mandi, orang-orang baru berdatangan ke kamar mandi. Rupanya mereka mengantuk tadi. Sambil menunggu subuh tiba, saya berbincang dengan beberapa orang tua siswa yang juga memilih untuk mandi lebih cepat. Tuh, bisa bersantai jika "rajin" dari awal :)
Ternyata ada salah seorang siswa yang teler berat. Dia dan ibunya berasal di bus sebelah sehingga saya baru tahu. Di sepanjang perjalanan, dia mabuk terus sampai terlihat pucat. Dia dan ibunya memilih mojok di musalla karena si anak ingin rebahan. Dua orang guru tampak memeriksa kondisinya dan berencana mencari klinik di dekat situ.
Sungguh, kadang perjalanan itu memang tidak mudah bagi sebagian orang. Kita bisa menikmatinya, belum tentu orang lain berada pada kondisi yang sama. Maka kemudahan dan keselamatan dalam perjalanan adalah sebuah hal yang patut disyukuri. Dalam setiap gaya pada foto-foto perjalanan kita, ada kisah perjuangan di sana.
Nah, kisah lanjutan dari perjalanan ke Yogyakarta dan Jawa Tengah ini akan saya ceritakan pada postingan mendatang saja. Ternyata sudah sepanjang ini celoteh saya ;)
Just wait for the next episode: Going to Borobudur!
Salam,
Tatiek
Postingan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post (ODOP) September 2019 by Estrilook Community.
#ODOPDay5
6 comments
Koplo itu musik wajibnya bis ya mbak ���� Mbak tinggal di jatim kah? Langganan banget ya sekolah2 Di jatim klo liburan klo nggak jogja ya bali
ReplyDeleteMemang asik yaaa mbak pergi bareng sang Putri. Bisa jadi we time Dan tadabbur alam bersama. Bisa kangen-kangenan dan quality time juga sambil menanamkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan
ReplyDeleteAku juga penasaran loh suatu saat nanti bisa dampingi anak karya wisata di sekolahnya. Bakalan memorable banget kayaknya.
ReplyDeleteSenangnya bisa antar Mbak Afra karyawisataa ke Jogja
ReplyDeleteCepet ya, Mbak, Malang-Jogja 7 jam. Dan memang menyenangkan jadi punya kenangan.
Aku terakhir ikutan rombongan anak karya wisata pas TK. Sejak SD orang tua enggak ikut lagi.
Ditunggu cerita tentang Jogja..Apa sudah banyak berubah sejak Mbak Tatiek 4 tahun lalu ke sana...?
Me time sama anak wedok itu berasa kayak teman sendiri ya, Mbak. Apalagi ini wisata alam pasti banyak hal menyenangkan yang dilalui bareng si putri.
ReplyDeleteSaya memang bekerja tp klo ada acara wisata dari sekolah si Ade, pasti ikut. Karena dia pasti sdh mendaftarkan emaknya ikut walau belum bertanya ke saya.
ReplyDeletePastinya asyik & seruuu...