Goodbye to you my trusted friend
We've known each other since we were nine or ten
Together we've climbed hills and trees
Learned of love and ABC's
Skinned our hearts and skinned our knees
("Seasons in The Sun" by Westlife)
"Ummi berdendang apaan, sih?" Afra bertanya sambil sedikit heran saat mulut saya berkomat-kamit tidak jelas.
"Hehe... Ada, deh. Ummi jadi teringat perpisahan dengan teman-teman SMP dulu saat kami ke Borobudur," jawab saya.
Putri sulung saya itu manggut-manggut tapi tidak bertanya lebih lanjut. Dia melanjutkan mengedarkan pandangan keluar jendela bus yang saat itu sudah memasuki area Candi Borobudur. Tampak deretan bus pariwisata berjajar rapi tapi tanpa isi. Pastinya para penumpangnya sudah turun dan tengah menjelajah situs warisan dunia UNESCO tersebut.
Bus yang pagi-pagi sudah membawa kami dari Restoran Pringsewu, Sleman, Yogyakarta itu lantas bergabung dengan bus lain di parkiran. Matahari mulai meninggi. Teman-teman Afra terdengar riuh ingin segera keluar dari bus. Tenang. Saya memberikan isyarat pada Afra dan Reva -teman Afra yang duduk bareng kami- untuk tenang. Tidak perlu berjejalan, berbaris santai saja menuju pintu keluar bus.
Ah, Borobudur. Akhirnya saya menjumpainya lagi setelah sekian lama. Seperti penggalan covered song by Westlife di atas; di Borobudur untuk kemudian berpisah dengan teman-teman saya karena kami lulus dari SMP.
Good bye to you my trusted friend...
Saat itu saya berpikir: sebentar lagi Afra dan teman-temannya yang akan merasakannya.
By the way, teman-teman yang tahu lirik lagu di atas pastinya se-zaman dengan saya ;) Isi lagunya tak sepenuhnya tepat dengan suasana perpisahan, sih. Aslinya, lagu lawas milik Terry Jacks yang dinyanyikan ulang oleh Westlife tersebut adalah tentang seseorang menjelang ajalnya yang mengingat kenangan bersama teman yang justru mengkhianatinya. Hiks.
Konser 20 Tahun Westlife 😍 |
Yaa... maknanya menyerempet sedikit boleh lah. Apalagi saat itu saya berada di kawasan Borobudur yang dijadikan tempat konsernya Westlife pada akhir bulan Agustus 2019 kemarin. Tuh, pas bukan? Terjawab sudah hubungan antara Borobudur dan Westlife, hehe.
Borobudur yang Kian Teratur
Selepas dari parkiran, kami semua menuju arah pintu masuk Borobudur yang amat ramai. Matahari mulai menyengat. Para penjual topi dan ojek payung menawarkan dagangan serta jasa mereka. Alhamdulillah, saya sudah siap dengan payung sendiri. Tak perlu beli topi atau sewa payung lagi.
Tak lama kemudian, dua orang guide yang memandu rombongan kami membagi-bagikan tiket masuk. Seperti biasa, ada perbedaan harga antara harga tiket dewasa dan anak-anak.
Saya lupa berapa HTM untuk anak-anak :D |
Salah seorang guru yang menjadi koordinator mempersilakan anggota rombongan untuk pergi ke toilet dulu sebelum menuju pintu masuk. Dia juga mengingatkan salah seorang anak yang memakai celana di atas lutut. It was forbidden! Borobudur adalah tempat suci yang harus dihormati, termasuk dari segi berpakaian.
Akhirnya, si anak tersebut segera berlari untuk membeli celana batik panjang di deretan lapak yang berada tidak jauh dari situ. Hu-uh. Dari awal sudah dibilangin, kok. Bisa juga sih tidak usah membeli celana panjang tapi cukup menyewa kain yang nantinya dikenakan seperti memakai sarung. Ada stand tersendiri yang menyediakannya.
Padatnya pintu masuk |
Beres urusan persiapan, kami beriringan menuju pintu masuk. Barisan anak-anak dan dewasa dibedakan jalurnya. Ada proses scanning tiket QR code dan pengecekan barang bawaan. Seingat saya, para pengunjung hanya diperbolehkan membawa minuman. No snacking during walking there.
Hal di atas bertujuan untuk menjaga kebersihan Borobudur, sih. Bagus juga, pikir saya. Borobudur memang kian teratur. Terlihat sejak di parkiran, deretan lapak, para penjual cinderamata resmi, hingga pintu masuk. Harus, dong. Level ketenaran Borobudur 'kan sudah tingkat dunia.
Begitu lepas dari antrian pintu masuk, kami para orang tua tertinggal di belakang. Anak-anak melesat jauh di depan. Tak apa. Ada guru-guru yang mengawal mereka yang sengaja "berseragam" jaket biru agar mudah dikenali.
I love walking 💪 |
Saya pun berjalan santuy bersama para emak pengawal anak. I love walking. Borobudur semakin nampak dari kejauhan. Lanjuuut... Entah berapa kilometer jarak dari pintu masuk ke area candi. Saat itu hari Rabu, working day, sehingga suasana tidak terlalu padat. Ramai, sih. Tapi tidak sepadat saat libur lebaran atau liburan sekolah.
Menuju Arupadhatu
Capek berjalan? Sedikit. Lebih banyak senangnya sih kalau menurut saya. Pun karena amunisi saya tepat: payung, memakai sandal tipis, membawa tas kecil saja, air minum, memakai legging di dalam gamis, dan tentunya niat yang kuat untuk mendaki ke atas.
Beberapa emak memilih untuk berhenti di tingkat kedua saja. Wajah mereka yang tidak memakai topi tampak memerah, ada yang terengah-engah. Baiklah...
Arupadhatu, puncak tertinggi Borobudur |
Tekad saya bulat: saya harus naik ke atas. Ke Arupadhatu. Jika menyebut kata ini, ingatan saya bukan tentang Westlife lagi tapi tentang tulisan awal di sebuah novel favorit saya yaitu Altitude 3676: Takhta Mahameru.
Arupadhatu
It's autumn, uhm?
Path is past
This lost area between us
Seolah sedang musim gugur di Borobudur. Benar-benar langsung mengingatkanku pada bait terakhir salah satu puisi pendekmu itu. Kamu lihatlah, daun-daun pepohonan berserak di sekeliling candi.
Sambil agak bersandar di salah satu stupa, pandanganku jatuh pada dedaunan yang lepas dari ranting-ranting pohon. Guguran itu makin banyak ketika angin berembus sedikit lebih kencang. Aku sadar, sepertinya aku memang sudah sangat terlambat.
...
Tiga paragraf di atas itulah yang menjadi tulisan awal pada novel petualangan karya Azzura Dayana, terbitan Indiva Media Kreasi. Salah satu setting tempatnya adalah Candi Borobudur ini. Ada mirip-miripnya dengan saya, lho.
Kalau di novel itu, Faras -tokoh utamanya- mencari jejak Raja Ikhsan melalui petualangan seru, saya pun saat itu merasa begitu. Bedanya, sambil mendaki candi, saya menoleh kanan-kiri untuk mencari jejak anak saya yang menghilang bersama teman-temannya sejak di pintu masuk tadi. Huuft...
Pastinya, mereka terlalu cepat berjalan hingga ke Arupadhatu, puncaknya Candi Borobudur. Sementara kami, para orang tua yang sejak awal agak lambat keluar antrian pintu masuk, menjadi semakin tertinggal di belakang.
It was okay. Ada beberapa bapak dan ibu guru yang bersama rombongan anak-anak yang kompak memakai jaket biru, khas Arema itu. Saya terus mencari ke atas, mendaki walau panas matahari begitu membakar siang itu. Terik, tetapi Candi Borobudur selalu membuat saya tertarik.
IG: @borobudursunrisetrip |
Benar saja. Rombongan anak-anak itu sedang asyik bergaya di atas sana. Sedangkan saya seperti kehilangan kata-kata. Lidah seperti kelu di Arupadhatu. Masya Allah, indah. Dari atas, Borobudur benar-benar seperti bunga teratai yang sedang merekah.
Berjalanlah dan Selamatkan Gajah!
Ya, saya begitu menikmati saat berjalan kaki dan mendaki. Modal pentingnya memang fisik yang prima; kaki harus kuat, euy! Setelah berjalan menuju candi, mendaki hingga ke puncak candi setinggi 35 meter, lalu harus turun kembali. Selanjutnya adalah berkeliling area candi sekaligus menuju pintu keluar yang lumayan jauh juga jaraknya. Alhamdulillah, Afra tak terlihat lelah. Pasti karena adanya teman seperjalanan, tuh.
Sebagai penyuka jalan kaki, saya tetap memilih berjalan kaki walaupun sebenarnya ada sih sarana lain seperti mobil VW, kereta kuda, dan menaiki gajah. Nah, yang saya sebut terakhir itu menuai kontroversi yang puncaknya adalah adanya petisi "Stop Penyiksaan Gajah di Borobudur" di laman change.org.
Petisi itu diinisiasi oleh Melanie Subono pada tanggal 5 Mei 2019, beberapa hari pasca kunjungan kami ke sana. Alhamdulillah, saya sama sekali tidak tertarik menaiki hewan bertubuh besar itu saat berada di Borobudur.
Nah, menurut Melanie, Gajah sudah dipisahkan dengan habitat alaminya dan dipaksa bekerja sebagai hewan tunggangan. Ditunggangi itu bukan perilaku alami dan pemberian beban di punggung gajah akan merusak jaringan bahkan merusak tulang punggung mereka secara permanen.
Gajah yang ditunggangi telah mengalami trauma psikologis yang disengaja. Teorinya adalah agar binatang itu menurut, mereka harus 'takut' pada manusia. Proses paling umum adalah dengan mengikat gajah muda dan dipukuli berkali kali oleh kelompok penangkapnya sampai “spirit” mereka patah. Dan karena gajah punya ingatan kuat, maka akan melekatlah seumur hidup mereka “ketakutan” mereka pada manusia yang menjadi majikannya. Hiks.
So, jika suatu hari nanti saya sekeluarga pergi ke Borobudur lagi saya tetap akan memilih berjalan kaki. Sehat, dong! Noway for elephant riding! Saya sudah mendukung petisinya.
Alhamdulillah, petisi yang mendapatkan 82 ribu tanda tangan itu membawa hasil. Pihak PT. Taman Wisata Candi (TWC) sebagai pengelola kawasan wisata Borobudur menyatakan bahwa atraksi tunggang gajah itu tidak akan dilakukan lagi.
Alhamdulillah, petisi yang mendapatkan 82 ribu tanda tangan itu membawa hasil. Pihak PT. Taman Wisata Candi (TWC) sebagai pengelola kawasan wisata Borobudur menyatakan bahwa atraksi tunggang gajah itu tidak akan dilakukan lagi.
Cinderamata dan Cuci Mata
"Haus, Mi," kata Afra ketika kami sudah sampai di pintu gerbang keluar candi.
Di sana terdapat berderet-deret lapak oleh-oleh yang rupanya lebih banyak daripada di sekitar pintu masuk. Saya jadi teringat lapak oleh-oleh yang bak labirin saat mengunjungi Makam Bung Karno. Penataannya persis dengan yang di Borobudur itu.
Sebuah strategi marketing yang bagus. Begitu para pengunjung merasa capek berjalan, langsung "dihibur" dengan oleh-oleh beraneka warna yang memanjakan mata. Lapak-lapak itu harus dilalui dulu jika ingin menuju parkiran lagi. Tak ada jalan yang lain.
Saya dan seorang ibu memilih beberapa oleh-oleh makanan untuk dibawa pulang, juga setelan kaus untuk si kecil. Walaupun kain kausnya ber-standar "biasa", seperti ada yang kurang gitu jika pulang ke rumah tanpa membawa kaus. Eh, ada yang aneh. Pada sebuah kaus tertulis: Borobudur, Yogyakarta, Indonesia. Waduh!
Tahu 'kan letak kesalahannya? Candi Budha yang termasuk terbesar di dunia, yang konon didirikan pada masa pemerintahan Raja Samaratungga (tahun 825 masehi, wangsa Syailendra) ini terletak di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Memang tidak terlalu jauh dari Yogyakarta -sekitar 40 kilometer- sehingga banyak yang berkata atau mengira bahwa Borobudur itu letaknya di Yogyakarta. Padahal sudah beda provinsi. #RIPGeografi hihi...
Jadi, kapan teman-teman pergi ke Borobudur lagi?
Salam,
Tatiek
Postingan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post (ODOP) September 2019 by Estrilook Community.
#ODOPDay6
24 comments
Wah seru ya tamasya bareng seperti ini... anak-anak juga nggak bosen karena ada temannya, orang tuanya juga bisa santai... saya udah lama nggak ke borobudur, jadi pengen ke sana lagi nih...
ReplyDeleteSungguh rindu ke sana mba, udah 10 tahun berlalu ketika terakhir kali saya mengunjungi borobudur.
ReplyDeleteSekarang perubahannya udah jauhhh lebih baik ya.
Semoga diizinkan kembali menikmati keindahan candi tersebut dalam waktu dekat, aamiin :)
mau donk ke candi borobudur lagi..sudah lama banget enggak kesana...alhamdulillah ya sudah semakin terpelihara..cuma mungkin mendakinya jadi tantangan tersendiri haha..bte lagu kenangannya hafal banget saya mbak...upppsss������
ReplyDeleteJadi diingetin kapan terakhir ke Borobudur, kalau ga salah sudah 10 th yll ga ke sini. Besok jadwalkan ke sini ah, penasaran...
ReplyDeleteWah, iya nih sudah lama juga tidak berkunjung ke Borobudur. Jadi keingetan juga masa-masa sekolah, bareng teman-teman mengunjungi salah satu dari 7 keajaiban di dunia ini.
ReplyDeleteTerakhir saya ke Borobudur itu pas anak saya yg sulung masih 1 tahun. Sekarang Si sulung udah 6tahun Wah berarti udah 5 tahun yang lalu yaaa... Next time mau Ajak anak-anak kesanna insya Allah
ReplyDeleteAhh, aku baru akhir tahun lalu. Harus kuakui Borobudur semakin megah dan memesona. Semakin hijau dan terawat, semakin betah dan pengin balik ke sana. Sayangnya kemarin itu gak terencana, jadi cuma sebentar karena ngejar jadwal balik ke Jakarta. Tapi lumayanlah, minimal anak-anak sudah tahu Borobudur, dan pastinya pengin balik ke sana lagi.
ReplyDeleteAku tahun lalu ke sana mba, ngajak anak-anak isi libur sekolah. Emang sekarang wisata candi makin bagus loh.. nggak kayak dulu ya. Anak-anak juga seneng popotoan
ReplyDeleteSudah lama sekali nggak ke Candi Borobudur, makin banyak ya fasilitss di sekitarnya
ReplyDeleteIni ceritanya seruuu..ada disrempetin ke lagu ke puisi, novel..jadi enggak bosenin bacanya.
ReplyDeleteLihat Borobudur makin rapi jadi pengin ke sana lagi. Apalagi si Adik bilangnya lupa dah pernah ke sana karena dulu masih kecil..duh!
Seneng kalau pengelolaannya makin oke begini. Jadi bangga kan punya Borobudur yang ada di Jogja...eh salah, Magelang ya..haha
Whuaaa... Mupeng ke Borobudur deh. Pasti seru banget bisa ke sana rame² sama keluarga. Adik saya pas di Jogja nih jd Deket ya kalau ke Borobudur. Drpada dari Malang sih. Hehe
ReplyDeleteWahhh jadi mupeng pengen ke Borobudur. Kebetulan banget yakk aku tuu udah umur segini belum pernah ke Borobudur. Hadeuuhh.
ReplyDeleteBorobudur.. Salah satu tempat yg pengen banget saya datangi. Entah kapan yaa bisa kesana
ReplyDeleteDuh Westlife hehehehe. Saya tak bisa nonton soalnya menjelang hpl hiks. Semoga lain kali bisa bernostalgia dengan mereka lagi 😁
ReplyDeleteUgh sudah lama tidak ke Borobudur. Asyik mba Tatiek wisata dengan Afra ��
ReplyDeletePas baca liriknya, saya jadi auto nyanyi 😅
ReplyDeleteTerakhir kali ngunjungin ini pas tahun 2016 kalau g salah. Dzaky pas setahun lebih. Baca lagi postingan ini jadi pengen ke sana lagi
Saya kangen mau ke borobudur lagi. Udah lama belum ke sana semenjak tahun 2003 😭. Pasti sudah banyak perubahan ya
ReplyDeleteBorobudur ini memang selalu di hati ya? kayaknya selalu jadi tujuan wisata favorit semua orang semua kalangan.
ReplyDeleteAku naik ke Borobudur sambil gendong bocah bikin nafasku hampir putus hahaha tapi terbayar begitu lihat sunset disana
ReplyDeleteSaya belum sempat ngajak anak-anak ke Borobudur nih Mbak, kapan ya kesananya? Semoga bisa secepatnya.
ReplyDeleteUdah lama banget gak ke sana, padahal tinggal di Jogja. Hadehh...
ReplyDeleteDoain dong mbak biar bisa ke sana lagi ya hheheeehee...
Udah 3x ke borobudur mba, ga bosen-bosen ma kalau main ke sana.
ReplyDeleteDari dulu pingin ke Borobudur tapi blom kesampean,, hiks
ReplyDeleteSmoga diberi rezeki bisa jalan² ke sana :)
waaaaa, pengen banget mbak bisa berkunjung lagi ke Borobudur. Semoga ada rezeki dan waktunya..aamiin
ReplyDelete