Liburan Akhir Tahun nan Singkat di Kampung Coklat
- February 16, 2019
- By Tatiek Purwanti
- 29 Comments
I always believe holidays strengthen the family bond, away from our daily hectic schedules.
- Chiranjeevi
Menghabiskan waktu liburan bersama keluarga adalah salah satu surga dunia. Apalagi untuk keluarga LDR seperti kami, wuih... sungguh anugerah tak terkira. Seperti liburan akhir tahun 2018 kemarin yang kami isi dengan mengunjungi Wisata Edukasi Kampung Coklat di Kabupaten Blitar.
Psst... Ejaan yang benar menurut KBBI adalah cokelat. Tapi karena sudah dari awal bernama Kampung Coklat, saya akan menuliskan seperti itu, ya.
Nah, maunya sih kami berlibur ke Solo seperti tahun sebelumnya. Tapiii... jangankan bisa mengambil cuti panjang, suami yang bekerja di Surabaya saat itu sedang hectic jadwal kerjanya. Hari Sabtu biasanya dia sudah off, tapi tanggal 29 Desember dia masih harus overtime sampai sore. Alhasil dia baru pulang ke Malang pada Sabtu malam, hiks.
Pintu gerbang bagian dalam Kampung Coklat |
It was okay. Rencana liburan pun berubah. Seperti yang tersebut di awal, saya dan suami akhirnya sepakat untuk mengunjungi Kampung Coklat. Ya, ya. Walaupun kami yakin bahwa destinasi wisata andalan Kabupaten Blitar yang dibuka sejak 2014 itu akan penuh dengan pengunjung. Hari Minggu dan akhir tahun pula. Bayangkan...
Merealisasikan Ngidam yang Tertunda
Hari Minggu (30/12) pun tiba. Kami tidak berangkat pagi-pagi karena Pak Sopirnya ternyata masih kecapekan, hihi. Okelah... Baru sekitar jam 9 kami sekeluarga siap. Saya, suami, Afra, Akmal dan Eyang Uti pun berangkat, menembus hujan rintik-rintik yang turun saat itu.
Perjalanan ke arah barat menuju Kabupaten Blitar tergolong lancar. Sepertinya lebih banyak kendaraan yang mengarah ke utara, ke arah Malang dan Batu. Bersyukur, di waktu yang sempit itu kami memilih arah yang berlawanan jadi paling tidak bisa terhindar dari kemacetan.
Rombongan kami. Si Adek sibuk melihat ikan, tuh |
Sampai di Talun, Kabupaten Blitar, salah seorang Tante saya bergabung dengan mobil kecil kami. Beliau belum pernah berkunjung ke Kampung Coklat. Sama seperti saya yang tertunda terus untuk pergi ke sana sejak saya hamil anak kedua. Ya, dua tahun yang lalu saya ngidam ingin pergi ke sana. Sudah hampir sampai di tujuan saat itu, tapi ada kejadian yang membuat rombongan kami berbalik arah. Hiks... Tidak perlu diceritakan, ya.
Kampung Coklat yang Sungguh Padat
Tidak terlalu sulit untuk mencapai Kampung Coklat berkat bantuan Google Maps. Hanya berjarak sekitar delapan kilometer dari Kecamatan Kanigoro yang merupakan ibukota Kabupaten Blitar. Akses jalan menuju ke sana memang agak sempit tapi sudah beraspal. Sip.
Alhamdulillah, hujan sudah reda saat kami tiba di sebuah kampung yang terletak di Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Seperti namanya, Kampung Coklat memang terletak di perkampungan padat penduduk. Suami saya memilih untuk memarkirkan mobil di halaman salah seorang warga. Rupanya keberadaan Kampung Coklat lumayan menambah pundi-pundi pendapatan bagi warga sekitar. Selain lahan parkir, terdapat banyak warung kecil di sekitarnya.
Seperti perkiraan saya, manusia tumplek blek saat itu. Kami tetap enjoy berjalan di sela-sela mereka sembari menghindari beberapa titik tanah yang becek. Alhamdulillah, suami saya bersedia menggendong si kecil Akmal jadi emaknya bisa lenggang kangkung sejenak, hihi.
Kami bersama-sama memasuki lorong menuju loket pembelian tiket. Saya yang bertugas membeli tiket seharga lima ribu rupiah per orang, termasuk untuk pengunjung bayi. Cukup murah, bukan?
Sejarah Kampung Coklat
Begitu masuk ke dalam, kepadatan manusia lebih terasa lagi. Wuih. Mereka tampak memadati kebun Kakao seluas 5 hektar yang unik itu. Ya, unik karena kebun Kakao tersebut seakan berada di dalam ruangan. Bangku-bangku yang tersedia di bawah pepohonan Kakao rata-rata sudah penuh. Hanya satu-dua yang kosong ditinggalkan pengunjungnya yang beralih berdiri, mengambil swafoto di sana sini.
Saya dan keluarga tidak mau ketinggalan, dong. Hehe. Salah satu spot yang saya pilih adalah papan besar bertuliskan sejarah Kampung Coklat. Penting ini. Dari sana akhirnya saya tahu bahwa Kampung Coklat yang dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru Indonesia ini punya sejarah yang menginspirasi.
Pendiri Kampung Coklat, Kholid Mustafa, awalnya adalah seorang peternak yang mengalami kebangkrutan karena virus flu burung pada tahun 2004. Beliau pun mencoba banting setir dengan mengurus kebun keluarga yang sudah ditanami Pohon Kakao sejak tahun 2000.
Hasil panen yang masih coba-coba itu lumayan, dengan harga Rp 9.000 per kilogram. Pak Kholid pun berniat belajar lebih dalam tentang budidaya Pohon Kakao dengan magang di PTPN XII Blitar dan Puslit Kota Jember.
Kisah lengkap perjalanan suksesnya ada di bawah ini:
Kisah lengkap perjalanan suksesnya ada di bawah ini:
Wisata Edukasi tentang Coklat
Ada proses pembibitan Pohon Kakao oleh para petani yang bisa dilihat langsung oleh para pengunjung. Biasanya rombongan sekolah yang mengikuti proses tersebut alias terjadi di hari Senin sampai Sabtu. Saya sekeluarga tentu saja hanya bisa melihat-lihat deretan Pohon Kakao yang ditanam rapi, mulai dari yang masih di polybag sampai yang sudah cukup rindang.
Bergaya di antara Pohon Kakao |
Berlanjut dengan mengelilingi berbagai sudut. Ada ruangan untuk cooking class yang mengajarkan kepada para pengunjung cara menjadi seniman cokelat. Cukup dengan membayar Rp 5000, para seniman diajari untuk melukis krim di atas cokelat berbentuk hati. Hasil akhirnya tentu saja boleh dibawa pulang.
Sumber: Tempo |
Di sudut yang lainnya ada kafe Chocolato Paradise yang menawarkan untuk menikmati cokelat sepuasnya dengan membayar Rp 30.000. Uniknya, ini digratiskan untuk pengunjung kafe yang memiliki berat badan di bawah 12 kilogram. Yang jelas saya tidak masuk hitungan, hehe.
Masih lapar dan ingin menyantap makanan berat? Ada kantin yang menyediakan menu prasmanan. Beberapa di antaranya tetap berbau cokelat, misalnya: Nasi Goreng Cokelat. Juga ada beberapa stand penjual makanan konvensional yang berderet-deret di pinggir. Mulai menu ikan bakar sampai yang berkuah seperti bakso ada di sana.
Kantin dengan menu prasmanan |
Tiba-tiba saja hujan turun lagi. Kami bergegas mencari tempat yang teduh sekaligus ingin menuju masjid Karena memang sudah masuk waktu Zuhur. Tampak halaman masjid basah sehingga harus berhati-hati saat melewatinya. Ada yang menarik di sana yaitu di sekeliling masjid terdapat kolam berisi Ikan Koi berwarna-warni. Pengunjung diperbolehkan memberi makan ikan dengan pakan yang telah disediakan.
Masjid di dalam lokasi Kampung Coklat |
Si kecil Akmal tampak senang melihat banyak Ikan Koi |
Cukup lama kami berteduh di masjid karena hujan tak kunjung reda. Sementara itu waktu kian beranjak sore. Akhirnya kami memutuskan untuk melipir pelan-pelan menuju Chocolate Gallery. Di sana dijual berbagai oleh-oleh berupa beraneka olahan cokelat dan suvenir. Di dalamnya ada pula bioskop mini yang mempertontonkan sejarah berdirinya Kampung Coklat.
Di depan pintu masuk Chocolate Gallery |
Setelah puas berkeliling Chocolate Gallery dan memilih snack yang dibeli, segera saja saya membayarnya di kasir. Semua serba cokelat dan pastinya halal, dong. Saya membeli cokelat batangan berbagai varian (dark chocolate 67%, milk chocolate, original chocolate, fruit chocolate), Dodol Cokelat, Madu Mongso Cokelat, Stik Cokelat, Cokelat Bubuk Seduh, dan Keripik Usus Pepaya Cokelat. Semua adalah hasil olahan Kampung Coklat sendiri, juga hasil kerjasama dengan mitra usaha mereka.
Alhamdulillah, jumlah kasirnya banyak sehingga saya tidak harus mengantri lama. Saat itu menjelang pukul empat sore, Kampung Coklat menjelang tutup.
Hiks, rasanya masih kurang puas karena hanya bisa berkeliling Kampung Coklat singkat saja. Belum semua wahana kami kunjungi. We'll go there again someday, insya Allah.
Liburan Akhir Tahun 2019: ke Bandung!
Liburan akhir tahun tentu saja masih lama. Sekarang saja masih Februari. Tapi tidak ada salahnya menyusun rencana, bukan? Insya Allah, jatah cuti suami saya akan terkumpul di akhir tahun ini. Karena agak banyak, destinasi wisata yang dituju bolehlah lebih jauh. Jika tidak ada halangan, kami ingin sekali mengunjungi Bandung sekeluarga.
Mengapa Bandung? Karena saya belum pernah singgah lama di sana, hanya pernah melewati saja. Pastinya penasaran sekali, dong. Secara hawa, Bandung (katanya) mirip-mirip Malang: tergolong sejuk. Adaptasinya pasti tidak sulit. Lalu, dari yang saya baca dan yang diceritakan beberapa teman, Bandung adalah surganya wisata keluarga, wisata alam, wisata sejarah, dan wisata kuliner. Pas!
Sumber: Traveloka |
Ingin rasanya mengunjungi taman hiburan terbesar di Jawa Barat yaitu Trans Studio Bandung. Juga Dago Dream Park yang tahun lalu dinobatkan sebagai salah satu destinasi wisata populer di Indonesia. Penasaran juga dengan Museum Gedung Sate yang tempo hari diceritakan seorang teman. Bagaimana sih rasanya surabi atau cilok asli Bandung?
Dago Dream Park (IG @traveloka) |
Karena letaknya cukup jauh dan tidak ada saudara di sana, saya dan suami harus mencari rekomendasi paket tur Bandung, nih. Ya, agar perjalanannya lebih efektif dan kami mendapat pengalaman liburan murah di Bandung karena pembelian tiket pesawat langsung sepaket dengan booking hotelnya. Asyik, kan?
Bismillah. Mulai menabung dari sekarang. 🙂
Nah, adakah teman-teman yang ingin pergi ke Bandung juga seperti kami?
Salam,
29 comments
Tempo hari, rencananya kami dari Bogor akan ke Bandung. Qadarallah, gak jadi. Mudah2an lain kali, deh. Benar banget, Mba...banyak tempat2 keren yang bisa didatangi di sana.
ReplyDeleteYups, semoga rencana Mbak Hae ke Bandung segera terealisasi, ya.
DeleteSaya nyusul belakangan :)
Aamiin. Ntar kita janjian ketemuan di sana, ya, Mba. Seru pastinya bisa mengenal sahabat dumay di dunya.....
DeleteIni wajib dikunjungi, nih. Saya soalnya suka banget sama cokelat.
ReplyDeleteMangga ke Kampung Coklat, Mbak. Emang tempat yg cocok untuk cokelat lover nih
Deletenoted. tempat ini masuk ke dalam daftar tempat yang akan saya kunjungi tahun ini. makasih Mbak.
ReplyDeleteSama2. Selamat merencanakan kunjungan :)
DeleteMbak, Kampung Coklat tuh memproduksi coklat secara massal lalu dijual ke pasaran seperti Cadbury, SilverQueen, dan Delfi gitu nggak, sih? Kalau nggak, olahan coklatnya diapakan?
ReplyDeleteSudah ada tulisannya Di papan sejarah Kampung Coklat :) kecil-kecil sih, ya.
DeleteJadi mereka memasok cokelat 'mentah' ke pabrik2 cokelat, juga mengolahnya sendiri dg merk sendiri lalu dijual di Chocolate Gallery itu.
Wah nasi goreng coklat gimana rasanya yah? Bunda mau ke bandung aku bisalah jadi tour guidenya hehe. Banyak banget wisata bandung yang seru. Kita tukeran nih aku ingin ke Malang
ReplyDeleteCokelat...saya ngefans banget tuh...sampai anak anak juga. Sepertunya perlu dibintangin nih...biar masuk list liburan
ReplyDeleteCokelatnya enak ga Mbak? Penyuka cokelat sih. Tapi jauh banget ya ke Blitar. Wkwkwk...
ReplyDeleteBtw...sempat bingung...kok tau² ada cerita Bandung. Oh ada rencana ke Bandung. Sip...semoga jadi nii ke Bandungnya...
aku warga negara blitar malah gak tahu ada kampung coklat. pulkam mesti ke sana...
ReplyDeleteBandung selalu menarik untuk di kunjungi ya mbak, ada banyak pilihan wisata
ReplyDeleteAkhir tahun lalu kami ke Bandung, Mbak. Tapi ya gitu deh, karena acaranya sambil kondangan jadi nggak terlalu maksimal. AKhirnya kami cuma puter-puter saja di sekitaran Bandung kota. Yang paling asyik justru jalan-jalan pagi blusukan karena memang nggak ada tujuan. Dari situ kami malah ketemu kuliner lokal yang sederhana tapi asyik dan cocok di lidah kami semua.
ReplyDeleteSemoga rencana liburan akhir tahun 2019 terealisasi dengan lancar ya, Mbak.
Belum pernah ke Kampung Cokelat.
ReplyDeleteJadi pingin gegara postingan Mb Tatiek nih. ����
Mba saya penasaran sama nasi goreng coklat, apakah memang rasanya manis nasi gorengnya ? Atau warnanya aja coklat
ReplyDeleteHarus masuk ke list dulu nih. Cokelat udah pasti makanan favorit kami sekeluarga hehehe. Terima kasih informasinya ya Bunda
ReplyDeleteWaahh seru banget nih destinasi,harus bgt dikunjungi sih ini dan kayanya kalo aku kesana bakal khilaf sama cokelatnya hehe
ReplyDeleteAmiin..semoga akhir tahun bisa ke bandung mba...
ReplyDeleteTentang kampung cokelat, asyik ya! Bisa lihat cokelat mulai dari pohon sampai jadi produk olahan.
Cuma pernah lewat di depannya, hiks. Soalnya tujuan ke pantai di Blitar. Kapan2 deh beneran dikunjungi. Keliatannya asyik nih, wisata edukasi. Apalagi 30 K bisa makan coklat sepuasnya
ReplyDeleteaku juga suka jalan-jalan ke tempat wisata yang sarat akan edukasi begini mbak, badan capek tapi pulang dapat ilmu. jadi tidak sekedar menghabiskan yang saja hehehe
ReplyDeleteow owwww bisa kalap aku kalo ke tempat serba cokelat begini. itu yang digratiskan untuk maksimal BB 12 kg, kocak banget, berarti hanya buat anak balita ya, hehe.
ReplyDeleteWisata spt ini yang sangat baik untuk anak2, selain hiburan, banyak edukasi yg diperoleh. Jika dekat, pengen deh bawa anak2 ke kampung coklat ini😊😊
ReplyDeleteKmpung Coklay Blitar keren y mb bisa memberi edukasi pd pngunjungnya. Btw saya doakn bisa liburan ke Bandung juga ya...hmmm senengnya...
ReplyDeleteBaru tahu nih kata baku yg benar cokelat bukan coklat tapi sudah terbiasa bilang coklat juga sih hehe,
ReplyDeleteBaca postingan Liburan di Kampung coklat blitar ini keliatan seru ya mbak. Apalagi liburannya bareng keluarga. Di kampung coklat pula. Duh, berasa pengen ke sana juga deh. Soalnya saya suka banget sama yang namanya coklat. Jadi penasaran dengan varian coklat yang mbak sebut di atas.
Btw semoga liburan akhir tahunnya ke Bandung lancar ya mbak
Liburan murah, tapi kaya manfaat ya...terbayang aroma coklat menyebar ke mana2....����
ReplyDeleteEnak banget mbak bisa borong coklat ya smbil jalan jalan, btw bandung jadi inget jaman kuliah dulu 😊
ReplyDeleteSeneng ya bisa tahu tentang coklat dan proses pembuatannya, apalagi ada wisata edukasinya di tempat ini. Heheh tuanya hanya makan coklat akan.
ReplyDelete