Pena dan Supremasi Pengetahuan

Menulis adalah aktivitas makna, sebelum kegiatan mengumpulkan lafaz-lafaz. Karena itu, menurut Ibnul A’rabi, kata ‘tulisan’, kadang dipakai secara bahasa untuk menyebut pengetahuan. Seperti yang nampak pada makna ayat Al-Qur’an, “Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang ghaib lalu mereka menuliskannya?” Para ulama menjelaskan, bahwa kata menuliskannya, maksudnya apakah mereka mengetahuinya lalu mengabarkannya untuk orang-orang?”

Ketika Rasulullah mengatakan kepada penduduk Yaman, “Aku mengutus untuk kalian seorang penulis”, menurut Ibnul Atsir, maksudnya adalah seorang yang berilmu. Ibnul Atsir menjelaskan penggunaan kata penulis dalam hadits tersebut, “Karena pada umumnya, siapa yang memiliki kemampuan menulis di masa itu, maka ia dipastikan memiliki ilmu dan pengetahuan. Terlebih ketika itu, jumlah para penulis sedikit. Karenanya keberadaan mereka sangat disegani.”

Ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah juga berbicara tentang supremasi pengetahuan dan kaitannya dengan kepenulisan. Bahwa Allah, adalah Tuhan yang telah mengajari manusia apa-apa yang mereka tidak ketahui, dengan pena. “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Imam Qatadah mengatakan, “Pena adalah karunia yang sangat besar dari Allah. Tanpa itu, agama ini tidak akan tegak. Hidup tidak akan berjalan. Adalah kemurahan Allah telah mengajari hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak ketahui. Mengantarkan mereka dari gelap jahiliyah ke cahaya Islam, dan mengingatkan keutamaan ilmu kepenulisan karena manfaatnya yang besar yang tidak bisa memenuhi keseluruhan manfaat itu melainkan Allah sendiri.”

Kini, dengan apa kita menulis bukan lagi soal. Tapi apa yang kita tulis. Meminjam istilah Aljahiz, “Pena adalah salah satu dari dua lisan. Pena menghasilan pesan yang lebih membekas, sedang lisan lebih banyak menghasilkan kesalahan perkataan.”

Alat tulis kita tidak semata pensil yang kita raut atau pena yang kita isi ulang. Dengan teknologi digital dan bisa terkoneksinya sesama kita setiap waktu, alat tulis kita ada di mana-mana. Tetapi pertanyaan yang tak mudah dijawab, apakah yang kita tulis adalah supremasi pengetahuan atau bukan.

Source: Tarbawi

You Might Also Like

0 comments