Tanggal 1 Muharram 1439 Hijriyah baru saja terlewati. Sebuah momen yang lekat dengan kata ahun baru Islam adalah langkah awal perubahan diri dan evaluasi terhadap hijrah yang sudah dilakukan sebelumnya. Walaupun kedua aktivitas itu sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, tapi pergantian tahun menjadi semacam ‘cubitan’ agar diri tersadarkan.
Saya pernah mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup yaitu memulai berhijab syar’i. Ilmu masih sangat minim, tapi saya bertekad untuk berubah. Juga keputusan untuk menghindari pacaran. Kedua prinsip itu mantap saya pegang demi menjadi pribadi muslimah yang lebih baik dari sebelumnya.
Tantangan dari lingkungan kerja memang ada karena di tahun 2001 itu berhijab adalah pilihan yang masih langka. Alhamdulillah saya bisa melaluinya satu per satu, biidznillah. Sungguh, tidak ada artinya kesuksesan dunia jika seorang perempuan tidak menjadi sosok yang saliha.
Pada usia 24 tahun, anugerah jodoh itu saya dapatkan. Jarak antara taaruf dan menikah hanya 1,5 bulan saja. Akad dan walimah pernikahan pun kami selenggarakan secara sederhana di sebuah masjid. Impian untuk memberi hijab atau batas antara tamu laki-laki dan perempuan pun terlaksana. Sebuah syi’ar yang saya harapkan menjadi kisah inspiratif untuk teman-teman saya. Alhamdulillah.
Lalu apakah kisah hijrah saya selesai? Tentu saja tidak. Selalu ada perubahan pada hidup manusia seiring dengan hal-hal baru yang dihadapinya. Hal-hal baru yang melahirkan renungan tentang keputusan-keputusan ke depan: akankah saya tetap memilih jalan ini atau ada pilihan lain yang lebih baik?
Maka keputusan besar itu saya lakukan: resign dari pekerjaan saya di pertengahan tahun 2014. Niat saya bekerja adalah untuk membantu suami saya. Saat itu ia berganti-ganti tempat kerja dengan penghasilan yang minim. Tapi sampai kapan? Sementara anak pertama kami semakin besar dan kuantitas kebersamaan saya dengannya sangat kurang. Target mempunyai anak kedua pun belum terlaksana. Sepertinya kelelahan saya bekerja menjadi salah satu penyebabnya.
Saya kembali mengevaluasi diri. Rekan-rekan kerja saya rata-rata bertabiat baik. Tapi mayoritas mereka adalah laki-laki. Duh... Kemudian tentang tugas saya di bagian keuangan yang bersinggungan dengan ribawi. Walaupun saya hanya bertugas mencatatnya, bukankah pencatat juga akan terkena dosa riba? Kedua hal itu baru terpikirkan setelah saya serius merenunginya.
Akhirnya saya mengundurkan diri di saat gaji suami masih minim seperti sebelumnya. Tapi saya meyakini bahwa jatah rezeki saya dan anak kami akan tetap mengalir melalui suami saya. Dan saat itu akhirnya tiba. Empat bulan setelah saya resign, suami mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Nominal gajinya pun ternyata lebih besar dari gabungan gaji kami sebelumnya. Masya Allah.
Banyak ranah pekerjaan yang memang membutuhkan perempuan di sana. Sedangkan pekerjaan saya itu bukanlah sebuah pekerjaan khusus perempuan sehingga saya bisa meninggalkannya. Terbukti, pengganti saya yang sekarang adalah seorang bapak. Beliau yang notabene adalah kepala rumah tangga lebih membutuhkan pekerjaan itu.
Kini saya memilih bekerja di ranah domestik secara lebih profesional. Ya, saya tidak lagi menamai seorang ibu rumah tangga sebagai seseorang yang tidak bekerja. Saya mengubah mindset saya bahwa bekerja itu adalah tentang terus bergerak dan berkarya. Tidak melulu tentang menghasilkan uang. Saya tetap bisa menjadi kader posyandu dan mendapat limpahan ilmu dari seminar dan workshop di balai desa. Saya tetap bisa bergabung di komunitas One Day One Juz dan menjadi pengurus di sana. Tentu saja yang paling penting adalah menjadi madrasah pertama yang lebih berkualitas bagi anak-anak kami. Alhamdulillah, putra kedua kami lahir setahun yang lalu.
Demikianlah, rangkaian kebahagiaan di atas membuat saya merasa jadi lebih baik dengan berhijrah. Jadi saudariku, mulailah hijrahmu. Temukan kasih sayang dan pertolongan Allah Ta’ala melalui hijrah itu.
Salam hijrah,
Tatiek Ummu Hamasah Afra
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Saliha.id dengan tema “Jadi Lebih Baik dengan Hijrah”
2 comments
Alhamdulillah...Kisah yang sarat inspirasi dari muslimah saliha yang inspiratif...:)
ReplyDeleteSemoga selalu istiqomah dan makin dimantapkan langkah dalam berhijrah, Mbak Tatiek.. Aamiin:)
Aamiin, yaa Rabb. Saling mendoakan ya, Mbak. 😘
ReplyDeleteTerima kasih atas info lomba dan suntikan semangatnya. Saya jadi nekat ikut, hihi. Love Mbak Dian very much 😊