Ayam Geprek ala 7Seven Chicken, Nostalgia, dan Mengikat Asa
- October 31, 2018
- By Tatiek Purwanti
- 0 Comments
Pada Hari Blogger Nasional kemarin, tanggal 27 Oktober 2018, empat komunitas blogger di Malang mengadakan kopdaran. Bukan, saya tidak hendak menceritakan acaranya. Lha wong saya tidak bisa hadir. Yang ingin saya soroti justru venue-nya.
Teman-teman blogger Malang berkumpul di 7 Seven Chicken Resto and Cafe. Eh, sudah ada ‘7’ kok pake seven segala? Ya memang begitulah penulisannya. Tapi cara membacanya cukup: Seven Chicken. Nah, saya jadi ingat bahwa saya sekeluarga pernah mengunjunginya bulan lalu tapi belum sempat saya ceritakan di sini.
Ada konsekuensi karena terlambat menuliskannya yaitu, sebagian besar foto dihapus oleh anak saya, hiks. Padahal belum sempat saya simpan di google drive. So, sebagian foto di sini akhirnya diambil dari IG dan FP-nya Seven Chicken, deh.
Ada konsekuensi karena terlambat menuliskannya yaitu, sebagian besar foto dihapus oleh anak saya, hiks. Padahal belum sempat saya simpan di google drive. So, sebagian foto di sini akhirnya diambil dari IG dan FP-nya Seven Chicken, deh.
Rencana Pertemuan dan Sebuah Nostalgia
Di awal September yang lalu, salah seorang teman editor mengajak untuk kopdaran di Seven Chicken. Wah, resto ayam goreng yang tergolong baru, tuh. Katanya, dia akan mengajak serta teman-teman dari komunitas Malang Menulis juga. Rencananya sih akan membahas proyek antologi ketiga mereka.
Malang Menulis? Saya jadi teringat salah seorang teman yang pernah menceritakan launching buku antologinya di toko buku Togamas beberapa waktu yang lalu. Ya, itu adalah buku antologinya komunitas Malang Menulis. Teringat itu membuat saya mengiyakan ajakan teman editor tersebut. Mau juga dong bergabung dengan komunitas tersebut.
Apalagi setelah saya cek tanggalnya, pas! Pas Ahad, pas si Abi ada di rumah, pas tanggal muda, hehe. Pas juga, si Afra pingin makan ayam goreng. Biasanya kami memang berwisata kuliner 1-2 kali dalam sebulan. Saya pun merundingkan hal itu dengan si Abi.
“Boleh. Sekalian family time,” jawabnya.
Horeee! Alhamdulillah.
“Tempatnya di Seven Chicken, Bi. Alamatnya di Komplek Ruko Grand Soekarno Hatta kavling 30-32. Hmm, sebelah mana itu, ya?” saya mengira-ngira letaknya.
Tahu sih bahwa itu terletak di area jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang sana. Yaa, sekitar 15 kilometer dari rumah saya lah.
Tahu sih bahwa itu terletak di area jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang sana. Yaa, sekitar 15 kilometer dari rumah saya lah.
“Oh, itu kayaknya dekat dengan tempat kerja lamaku, Mi. Kebetulan, aku pengin tahu nasib kantor lamaku itu sekarang,” jawab si Abi.
Deal. Ada yang ingin bernostalgia rupanya. ^^
Iya sih, tempat kerja itu adalah salah satu saksi bisu perjuangan suami saya dalam menjemput rezeki. Waktu itu kami masih baru memulai dan menata hidup di Malang, selepas pulang dari Batam.
Ada kenangan manis di sana, ada pula pahitnya. Karena bekerja di tempat itulah, si Abi bisa mengenal lebih jauh kawasan Malang Raya. Dia sering bertugas luar ke sana kemari. Pun dia jadi bisa mengenal lebih banyak orang lagi.
Karena bekerja di sana pula lah, si Abi bisa ‘pulang kampung sejenak’ ke Solo, kampung halamannya. Tepatnya saat dia harus mengikuti pelatihan di awal kerja yang diselenggarakan di Solo sana. Sungguh sebuah rezeki baginya, karena bisa sekaligus bertemu orang tuanya alias mertua saya. Lumayan; dua bulan lamanya.
Pahitnya? Ada. Tapi mungkin tidak perlu diceritakan di sini. Berat, kamu gak akan kuat. Biar aku… ah sudahlah! :D
Okay, Seven Chicken. We’ll come to you soon!
Keputusan Tepat Kami
Hari-H pun tiba. Si Abi memutuskan untuk mengendarai sepeda motor saja. Saya setuju. Kadang saya merasa rindu juga menaiki sepeda berempat, uyel-uyelan tapi senang. Mumpung si Afra masih muat di depan. Mungil sih dia.
Kesepakatan kami itu berbuah kelegaan. Pasalnya, kami berpapasan dengan rombongan karnaval di daerah Kebonsari. Fiuhh… alhamdulillah. Si kuda besi kami bisa dengan mudah terlepas dari jebakan kemacetan. Kalau saja kami bermobil, pasti harus merayap-rayap dan mengeluarkan jurus kesabaran.
Perjalanan lancar jaya sampai tiba di depan eks tempar kerja si Abi. Oh, rupanya sudah gulung tikar. Sejenak saja kami berhenti di depannya. Perjalanan kembali dilanjutkan. Entah apa yang ada di benak Si Abi.
Beberapa meter kemudian, Seven Chicken yang kami cari pun ketemu. Sebuah resto yang terletak di kawasan bisnis yang strategis sekaligus daerahnya anak-anak muda. Ya, inilah kawasan Soehat.
“Alhamdulillah lagi, nih. Kita jadi leluasa parkirnya,” kata saya begitu menyaksikan tempat parkir Seven Chicken yang siang itu nyaris tidak ada space untuk mobil.
Ya, banyak sekali motor yang memadatinya. Boleh saja sih membawa mobil ke sana, tapi harus diparkirkan di lahan sebelahnya yang tidak terlalu luas juga.
Kami segera masuk ke dalam resto. Nyesss… segarnya AC langsung mendinginkan suhu tubuh kami yang sepanjang perjalanan lumayan kepanasan. Kemarau panjang, euy! Di sebelah kanan pintu masuk ada hal yang unik: ayunan!
Ayunannya pas sudah kosong |
Yes, pengunjung -biasanya anak-anak- akan berebut menempati meja yang kursinya adalah ayunan itu. Apalagi cuma ada tiga pasang meja di sana. Saya membayangkan Afra duduk berayun-ayun di sana dan tidak mau beranjak walaupun acara makannya sudah selesai, hehe. Sayangnya, saat itu meja ayunan sedang full booked. Okelah, kita ke sebelah!
Si Abi memilih deretan meja yang di tengah yang bentuknya seperti meja pada umumnya. Ya, karena deretan meja di sebelah kiri bentuknya lain lagi. Meja-meja itu diletakkan dekat dengan dinding yang diberi ilustrasi warna-warni. Tempat duduknya adalah bangku memanjang yang dihiasi bantal-bantal persegi. Yang itu juga sudah diduduki orang. Baiklah!
Ayam Geprek yang Huh-Hah
Sementara si Abi menggendong adek, saya memesan menu makan siang kami. Masih ada waktu sekitar satu jam sebelum bertemu dengan teman-teman baru saya. Saya pun bergabung dalam antrian. Saya melihat menu yang tertera. Tentu saja sama dengan yang saya baca di akun instagram @7sevenchicken sehari sebelumnya. Ada satu menu yang sudah saya incar yaitu Crispy Chicken Crush Geprek. Yes, itu ayam geprek ala Seven Chicken.
Crispy Chicken Crush Geprek ( IG @7sevenchicken) |
Resto yang menyebut dirinya Chicken Specialist ini lumayan cepat pelayanannya. Saya tidak harus menunggu lama. Harga paket menunya juga lumayan terjangkau di kantong dibandingkan dengan resto waralaba ayam goreng yang sudah duluan tenar itu.
Selain Crispy Chicken Crush Geprek, saya memesan Crispy BBQ Wings Rame-rame, Crispy Chicken Steak, Eggs Burger, French Fries Regular, Ice Cream Cone, dan dua buah nasi putih. Seperti resto ayam pada umumnya, menu pesanan saya itu diletakkan di sebuah nampan. Bedanya, ‘piring’ Seven Chicken terbuat dari kertas yang berbentuk persegi. Wah, karyawannya tidak perlu cuci-cuci piring, nih. ^^
Crispy Chicken Steak |
Total semuanya Rp 104.000 saja. Cukup murah jika melihat sarana lain yang didapatkan. Misalnya, saya melihat struk bagian bawah. Aha! Ada keterangan tentang password wifi nya juga. Sip lah! Bisa mematikan kuota sejenak, hehe. Selain itu, ada cafe di lantai atas yang boleh dijelajahi selesai makan nanti.
Bagaimana rasa ayam gepreknya? Sebagai penikmat masakan pedas, harus saya akui rasanya top! Sambal bawangnya pedes banget. Huh-hah! Ayam gorengnya juga garing, bumbunya meresap sampai ke dalam. Tuh, resto anak bangsa juga bisa bersaing dengan resto waralaba. Harus didukung dong, ya.
Rasa dari menu yang lainnya mungkin enak juga. Saya tidak ikut mencicipi, sih. Tapi kata Si Abi dan Afra: enak, kok!
Cafe yang Nyaman dan Kekinian
Setelah menyelesaikan santap siang, saya mengecek pesan WA. Rupanya teman saya sudah menunggu di cafe beserta teman-teman dari Malang Menulis. Saya meminta izin Si Abi untuk naik ke atas, sementara dia dengan senang hati momong dua anak kami. Tengkiu, honey!
Saya pun menaiki anak tangga yang terletak di sudut kiri belakang ruangan. Wah, cafe-nya keren dan elegan. Tampak sebuah perkumpulan ibu-ibu menempati bagian tengah cafe. Rupanya cafe tersebut biasa dijadikan tempat kumpul-kumpul berbagai komunitas. Pantesan teman-teman saya memilih tempat ini.
Saya menuju bagian luar cafe, karena di sanalah teman-teman berkumpul. Di bagian teras itu juga disediakan meja-kursi untuk mereka yang lebih suka hembusan udara luar ruangan, sekaligus bisa memandang lalu lintas yang berada di bawahnya. Udara memang cukup sejuk. Sesejuk hati saya yang akhirnya bisa bertemu mereka.
Teman editor saya, Zahara Putri, memperkenalkan saya pada Bu Zuhro, seorang aktivis yang juga ketua Malang Menulis. Juga pada beberapa orang lainnya, anak-anak muda yang terlihat antusias sekali membahas seputar dunia literasi. Emak-emak seperti saya tidak boleh kalah semangat juga, dong.
Beberapa saat kemudian kami harus membubarkan diri karena masing-masing punya agenda lanjutan. Tercapai kesepakatan untuk menulis antologi yang bertema kisah inspiratif yang akan diinfokan lebih lanjut di grup WA. Oke deh, kakak.^^ Semoga saya bisa ikut berkontribusi juga.
Kami beriringan turun ke lantai bawah setelah sebelumnya berfoto-foto dengan membawa buku hasil karya masing-masing. Si Abi dan dua anak saya tampak enjoy saja menunggu walaupun suasana ramai. Adem, sih.
Well, saatnya pulaaang. Semoga kapan-kapan bisa ke Seven Chicken lagi. Mungkin nanti giliran lebih lama di cafe-nya. Insya Allah.
Thanks for reading ^^
Postingan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post bersama Estrilook Community.
#ODOP_Day19