6 Alasan Pribadi Menulis Buku Antologi


Buku antologi adalah buku yang terdiri dari kumpulan-kumpulan tulisan yang tidak berkaitan. Namun masih satu jenis tulisan dan biasanya juga satu tema.
(Sumber: literasi.net)

Akhir tahun lalu, target untuk menggenapkan buku antologi saya menjadi sepuluh tercapai. Alhamdulillah. Ceritanya, sebelum tahun 2017 saya hanya mempunyai dua buah buku antologi saja. Keduanya non fiksi, terbit di tahun 2015. Dua antologi tersebut saya tulis bersama teman-teman komunitas One Day One Juz (ODOJ).

Senang sekali rasanya waktu itu. Rasanya kok keren sekali punya buku yang di dalamnya ada tulisan saya, hehe. Maklum, newbie banget. Tapi setelahnya, saya bertanya-tanya: kapan punya antologi yang ketiga, ya?

Buku antologi pertama dan kedua saya saat masih menjadi anggota komunitas ODOJ
Saya akhirnya menyadari kekeliruan saya. Lha wong saya belum bergabung dengan komunitas menulis manapun, bagaimana bisa nambah? Karena komunitas ODOJ di atas fokusnya memang di kedisiplinan membaca Alquran sehari satu juz, bukan menghasilkan buku. Ya, walaupun bisa-bisa aja, sih kalau para anggotanya bersepakat.

Setelah sadar, mulai deh saya mengajukan lamaran ehh… mengajukan permintaan sebagai anggota di tiga komunitas menulis pada pertengahan tahun 2017. Awalnya saya bergabung di Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN), Belajar Bareng Nulis (Bebaris), dan Forum Aishiteru Menulis (FAM) Indonesia.

Dari ketiga-nya lah saya kemudian tahu komunitas menulis lain dan menghasilkan tambahan buku-buku antologi selanjutnya. Baik itu yang diawali dengan lomba maupun yang sistem-nya nulis bareng lalu dibukukan.

Sampai sekarang, saya masih mengikuti beberapa proyek antologi. Bahkan keikutsertaan saya itu sempat membuat blog saya ada sarang laba-labanya, hehe.

Ada sih yang heran; lho sudah punya buku solo tapi kok masih getol di antologi? Waah, buku solo yang saya hasilkan mah masih dalam taraf belajar karena merasa tertantang saat itu. Antologi harus jalan terus!

Novel perdana hasil tantangan lomba :)

Insya Allah, akhir tahun nanti junlah buku antologi saya genap 20, alhamdulillah. Nah, inilah alasan saya tetap menjadikan proyek menulis buku antologi sebagai salah satu goal saya dalam menulis:

1. Merasa Masih Pemula

Ya, ini adalah lanjutan dari yang saya sampaikan di atas. Mempunyai buku solo pertama tidak membuat saya fokus hanya mengejar terbitnya buku solo yang kedua. Saya masih merasa perlu banyak berlatih menulis agar kosakata saya semakin kaya. Menulis buku antologi yang berisi tulisan beraneka ragam bisa ‘memperkaya’ saya.

Ini bukan berarti yang menulis buku antologi masih pemula semua lho, ya. Ada juga sih para penulis senior yang juga menulis buku antologi. Biasanya mereka mengajak para pembaca bukunya untuk menulis bareng dalam sebuah lomba, lalu dibukukan. Misalnya: penulis Dwi Suwiknyo dan -yang baru-baru ini- Hanny Dewanti.

2. Cepat Menghasilkan Karya

Pastinya, karena ditulis bersama-sama, maka buku antologi biasanya cepat terbitnya. Terutama yang terbit secara indie. Ada deadline yang ditetapkan (di dalam lomba) ataupun disepakati bersama jika proyeknya adalah menulis bareng. Portofolio saya pun cepat ter-upgrade karena ada karya-karya tambahan.

3. Sarana Mengukur Kualitas Tulisan

Senang rasanya jika tulisan saya lolos dalam sebuah proyek antologi yang dilombakan. Saya jadi bisa mengukur bahwa tulisan saya itu tergolong baik dan masuk kriteria dalam penulisan. Jika belum lolos, hmm… self reminder untuk terus belajar, nih.

Tidak hanya dalam lomba saja, sih. Pada proyek nulis bareng atau mengumpulkan tulisan secara kolektif, biasanya kelayakan tulisan juga tetap dinilai. Jika ada yang harus direvisi, editor atau penanggung jawabnya akan menginfokan. Saya jadi tahu letak kesalahannya, deh.

Pun di beberapa proyek nulis bareng yang saya ikuti, diumumkan juga beberapa naskah terbaik. Biasanya, nama-nama penulisnya akan ditulis di cover buku. Penulis yang lainnya jadi bisa belajar dari naskah-naskah terbaik yang temanya sama itu.



4. Ingin Menulis Berbagai Tema

Setelah bisa menghasilkan buku antologi fiksi bergenre flash fiction, saya ingin naik kelas, dong. Saya tertantang juga untuk menulis cerpen dan kisah inspiratif yang isinya lebih panjang.

Cerpen bertema A sudah, penasaran dengan cerpen bertema B. Cerpen untuk dewasa sudah, tertantang untuk menulis cerpen anak. Tulisan non fiksi bertema C sudah, eh yang bertema D belum punya. Begitu seterusnya, hehe.

5. Mendapat Banyak Teman Baru

Karena menulis bersama-sama, pastinya saya berjuang bersama penulis lainnya. Saya jadi mengenal penulis-penulis baru lain dengan lebih spesial, karena biasanya tergabung di dalam grup yang sama untuk berkoordinasi.

Bagi saya, kadang berkompetisi itu bukan segala-galanya. Masih ada keasyikan berkolaborasi yang terjadi di beberapa proyek antologi yang saya ikuti.

6. Cara Saya Memberi dan Berbagi Rezeki

Sampai saat ini, hanya ada tiga buku antologi saya yang terbit mayor. Dua diantaranya masih dalam proses terbit, sih. Sisanya, buku-buku antologi saya terbit di penerbit indie. Jika penerbit mayor ‘memberi’ saya, maka gantian saya yang ‘memberi’ untuk penerbit indie.

Saya boleh dong merasa berbagi rezeki dengan para penerbit indie tersebut. Tak lain karena saya harus membeli buku saya sendiri, baik nantinya akan saya koleksi atau saya jual kembali. Biaya tersebut tentunya menjadi pemasukan buat penerbit indie yang bersangkutan.

Ya, sekadar apresiasi sederhana dalam mendukung para penerbit indie yang berjuang di dunia literasi. Beberapa penerbit indie sebenarnya tidak kalah keren dengan yang mayor, lho.

Salah satu antologi saya yang dalam proses terbit.
Ini adalah hasil nulis bareng dengan teman-teman alumni Joeragan Artikel (JA)

Nah, itulah 6 alasan saya tetap menulis buku-buku antologi hingga saat ini. Teman-teman yang juga pejuang antologi punya alasan lain? Silakan berbagi di sini, ya.^^

Salam antologi lover,










Postingan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post bersama Estrilook Community.
#ODOP_Day14

You Might Also Like

10 comments

  1. Setuju banget dengan alasannya mbak. Buku antologi bisa sebagai sarana berlatih yang baik, karena bersama-sama penulis lain jadi gak terasa berat dan lama proses nulisnya. Kalau dari sudut pandang editor, menurut saya mengedit buku antologi butuh kerja lebih keras karena menghadapi berbagai macam karakter penulis yang ajaib dengan gaya menulisnya. Saya baru ngedit antologi doang, belum punya buku antologi sendiri hihihi... Sukses terus untuk antologi-antologi selanjutnya ya mbak...

    ReplyDelete
  2. keren ya, Mbak
    buku antologi saya baru 6 dan belum kepikiran nambah
    Bagus juga sih sebenarnya banyak antologi. Sepertinya tahun ini harus bertambah.

    ReplyDelete
  3. Mantap mbak aku yang masih sangat pemula ini pengen banget punya juga antologi, baru ikut satu belum kelar cetaknya,ikut lagi dgn estrilook semoga sekesai artikelnya😁

    ReplyDelete
  4. wah sudah banyak ya. aku pun ingin suatu saat bisa emnerbitkan buku

    ReplyDelete
  5. Bener banget, Mbak ... Gabung di komunitas memang jadi moodbooster yang ampuh bagi penulis pemula yang mood-moodan kayak saya gini ... Sukses terus Mbak

    ReplyDelete
  6. Kereeen mak! Sungguh menginspirasi. Bagi tips cara konsisten menulis juga dooong. .

    ReplyDelete
  7. Memang nulis byky antologi penting banget untuk sarana berlatih, soalnya tulusan madih banyak perku diperbaiki. Penting juga untuk nambah teman dan tambah ilmu menulis

    ReplyDelete
  8. Aku lagi mulai nih mba ikut buku antologi, semoga terwujud. Benar buku antologi bisa ajang sebagai tahap awal menulis dalam menerbitkan buku.

    ReplyDelete
  9. huwaaaa keren mbak, karna aku tuh selalu takjub kalo ngeliat blogger yang ngeluarin buku. Huhuhu semacam goals gitu ^^

    Salam kenal mbak Tatiek.

    ReplyDelete
  10. Benar banget, saya suka antologi, karena saya jadi penanggung jawab buku antologi, seru dapat tmn2 baru dan membuat tema��

    ReplyDelete