Hidup Sederhana Seperti Abu Dzar Al Ghifari
- October 05, 2019
- By Tatiek Purwanti
- 3 Comments
Jika ada pertanyaan tentang siapakah sahabat Rasulullah yang dianugerahi kekayaan melimpah? Biasanya kita akan spontan menjawab: Abdurrahman bin 'Auf. Sedangkan sahabat-sahabat beliau yang hidup sederhana tentu saja banyak. Salah satu yang paling menonjol adalah Abu Dzar Al Ghifari, sebuah nama yang tidak asing di telinga kita, bukan?
Saking terkenalnya, banyak orang menamai anak mereka dengan Al Ghifari. Al Ghifari yang dipakai sebagai nama anak di sekitar kita tentu saja tidak menunjukkan asal tetapi biasanya dikaitkan dengan Abu Dzar. Sedangkan nama belakang Abu Dzar tersebut sebenarnya adalah asal sukunya yaitu Suku Ghifar yang dulunya terkenal sebagai suku yang suka merampok atau menjarah.
Bertekad Kuat dan Setia
Alkisah, risalah yang disampaikan oleh Rasulullah pun sampai ke telinga Abu Dzar dan membuatnya begitu tertarik. Maka dia pun meninggalkan sukunya dan pergi ke Mekkah seorang diri. Dijumpainya Rasulullah untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Alhamdulillah. Maka Abu Dzar Al Ghifari pun tercatat sebagai salah seorang sahabat yang terdahulu masuk Islam.
Abu Dzar Al Ghifari lantas menjadi sahabat Rasulullah yang amat setia. Saat menuju medan Perang Tabuk melawan Kekaisaran Bizantium, Abu Dzar mengendarai keledai. Malangnya, di tengah perjalanan, keledai tersebut tampak lemah sehingga Abu Dzar iba. Dia akhirnya memilih untuk berjalan kaki dengan memanggul perbekalan di pundaknya.
Masya Allah, tak bisa saya bayangkan bagaimana rasa letihnya. Akhirnya, Abu Dzar memang roboh kelelahan saat tiba di tujuan, tepat di hadapan Rasulullah.
"Engkau datang sendirian, hidup sendirian, dan kelak akan meninggal dalam kesendirian. Namun, sekelompok orang salih kelak akan mengurus jenazahmu," ucap Rasulullah penuh hari atas tekad kuat tak kenal menyerah yang ditunjukkan oleh Abu Dzar itu.
Mengingatkan Penguasa tentang Kesederhanaan
Benarlah bahwa masa-masa terbaik adalah saat adanya Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Ummat Islam berada hidup sesuai tuntunan Alquran dan sunnah Rasul-Nya. Semua serba teratur termasuk akhlak mulia yang mudah saja diterapkan karena adanya contoh nyata dan nasihat-nasihat yang terus mengalir.
Namun, saat masa keemasan itu berlalu, keadaan itu mulai berubah. Para penguasa mulai banyak yang tergoda dengan harta dan hidup bermewah-mewah. Banyak orang mulai gemar menumpuk hartanya dengan segala cara. Itu membuat Abu Dzar Al Ghifari gusar sehingga dia memberanikan diri untuk bertemu para pemimpin itu dalam rangka memberikan nasihat. Menurut Abu Dzar, tidak layak para pemimpin itu memberi contoh buruk bagi rakyatnya dengan hidup berfoya-foya.
"Sampaikanlah kepada para penumpuk harta yang curang bahwa mereka akan menerima azab yang pedih. Mereka akan diseterika dengan api neraka yang menyetrika kening dan pinggang mereka pada hari kiamat kelak," ujar Abu Dzar penuh kemantapan.
Sebuah peringatan yang akhirnya membuat banyak penguasa dan orang-orang berharta berpikir kembali. Mereka mulai dilanda rasa khawatir dan banyak yang akhirnya tersadar akan kekeliruannya.
Hidup Sederhana Hingga Akhir Usia
Di masa tuanya, Abu Dzar beserta istri dan anaknya memilih hidup di pinggiran Madinah. Tepatnya di sebuah tempat bernama Rabadzah. Itu adalah sebuah padang pasir yang sangat sepi. Ini sesuai dengan perkataan Rasulullah bahwa Abu Dzar kelak akan "hidup sendirian".
Maka saat Abu Dzar menjelang meninggal dunia, hanya ada istri dan anaknya saja yang menunggunya dengan penuh kesedihan. Sangat amat sederhana, sampai-sampai kain kafan pun Abu Dzar tidak punya.
Lantas Abu Dzar berusaha menghibur istrinya tentang kematian yang pasti akan ditemui manusia. Juga tentang perkataan Rasulullah bahwa pasti akan ada sekelompok orang yang mengurus jenazahnya walaupun mereka saat itu tidak punya tetangga.
Benarlah perkataan Rasulullah. Beberapa saat setelah Abu Dzar menutup mata untuk selamanya, lewatlah di situ rombongan kaum muslimin yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud.
Abdullah bin Mas'ud pun menangis menyaksikan akhir hidup manusia yang istiqamah hidup sederhana itu. Sungguh sederhana hingga akhir hayatnya. Mungkin di akhirat nanti, Abu Dzar Al Ghifari termasuk yang hisabnya paling mudah karena kesederhanaannya tersebut. Wallahu a'lam bish shawwab.
Nah, siapkah kita meniru sikap hidup sederhana Abu Dzar Al Ghifari di zaman hedonis ini? Tak hanya untuk diri sendiri tapi juga berani menyampaikan kepada sesama tentang pentingnya hidup "apa adanya" demi meraih rida Allah Swt.
Sungguh, saya sendiri masih harus berjuang agar tidak hidup berlebih-lebihan. Terima kasih atas keteladananmu, Abu Dzar!
Salam,
#ODOPDay10
Sumber gambar: canva
Sumber gambar: canva
3 comments
Masyaallah mbak, saya merinding bacanya. Masih ingat diri saya yang masih berusaha belajar sederhana. Sangat menginspirasi ceritanya
ReplyDeleteSubhanallah, luar biasanya beliau, semoga kita bisa mencontoh
ReplyDeleteMasyaallah baca artikel mb ttg Abu Dzar Al Ghifari yang hidup sederhana membuatku jadi mengoreksi diri. Kadang hidup sederhana mudah diucap tp sulit dipraktekkan. Selfreminder mb buat aku...mksh ya
ReplyDelete