Bicara Gizi: Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan dan Cegah Malnutrisi


"Tidak selalu ada jawaban untuk pertanyaan mengapa, atas apa yang Tuhan ciptakan. Hanya Tuhan yang tahu dan aku hanya mampu berusaha untuk mencari tahu, tanpa pernah benar-benar tahu."
(Hingga Detak Jantungku Berhenti, Nurul F. Huda, halaman 34)

Penyakit Jantung Bawaan (PJB). Hmm... Saat ada orang yang mengucapkan itu, tiba-tiba saja saya teringat tentang kisah hidup dan perjuangan salah seorang penulis fiksi Islami yang namanya cukup tenar di sekitar tahun 2000-an, Mbak Nurul F. Huda. Ya, di balik keaktifan beliau menulis, berorganisasi, berbisnis, dan mengurus dua buah hatinya, ternyata ada perjuangan panjang terkait dengan salah satu organ penting dalam tubuhnya: jantung.

Sejak kecil, Mbak Nurul F. Huda adalah anak yang lincah bergerak dan ceria. Namun, ada yang berubah padanya saat beliau berusia 11 tahun alias duduk di kelas 5 SD. Beliau jadi merasa cepat sekali lelah, napasnya sering memburu, tubuhnya semakin kurus, dan bibirnya membiru. Kondisi itu pun diperiksakan ke dokter dan ternyata Mbak Nurul divonis menderita Penyakit Jantung Bawaan (PJB).

Sejak saat itu, ada yang berubah dengan hidup beliau. Tentu saja Mbak Nurul harus menjalani rangkaian pengobatan yang panjang. Mulai dari berobat di RSUD Purworejo, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, hingga harus menjalani operasi pemasangan katup platina di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Efek dari pemasangan katup mekanik ini, Mbak Nurul harus selalu rutin check-up setiap bulan. Juga, beliau harus minum obat koagulan (pengencer darah) seumur hidupnya.

Namun, di balik ujian tersebut, ritme hidupnya seakan tidak berubah. Mbak Nurul memilih tidak menyerah dan terus bergerak dengan segala keterbatasan kondisi kesehatannya. Saya sendiri mengenal beliau sebagai Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Batam yang terus aktif memberi edukasi seputar dunia kepenulisan. Ya, saya beberapa kali menghadiri talkshow Mbak Nurul saat saya masih berdomisili di Batam.

Inilah salah satu pernyataan yang menunjukkan rasa optimis beliau, "Aku hanya mencoba mengambil pelajaran dari kisah yang kudengar tentang perempuan ayan yang datang menemui Rasulullah. Ia datang meminta doa agar sembuh. Rasulullah pun memberikan pilihan, bahwa Rasul bisa mendoakannya agar sembuh. Namun, jika ia bersabar atas sakitnya yang tentu saja menahun, bahkan selamanya, maka Allah menjanjikan surga. Perempuan itu memilih bersabar dan minta didoakan agar ketika ayannya kambuh, tidak tersingkap bajunya sehingga terlihat auratnya. Rasul pun mengabulkannya."

Masya Allah.


Lalu bagaimana kondisi Mbak Nurul F. Huda sekarang? Teman-teman penggemar fiksi Islami di sekitar tahun 2000-an pasti sudah tahu. Allah SWT berkenan "memanggil pulang" penulis kelahiran 5 Oktober 1975 itu pada tanggal 18 Mei 2011. Sudah lama sekali. Tetapi, jejak karya dan semangat hidupnya selama 34 tahun -termasuk saat harus bercerai dengan suaminya- tetap terkenang hingga kini. Bahkan, sebelum menutup mata untuk selamanya, beliau masih sempat menulis buku dengan judul seperti di awal postingan ini: Hingga Detak Jantungku Berhenti.

Kepedulian Danone dengan Menyelenggarakan Agenda Bicara Gizi


Adalah sebuah kesempatan baik saat saya bisa menghadiri agenda "Bicara Gizi" yang diselenggarakan oleh Danone Specialized Nutrition pada hari Sabtu, 19 Oktober 2019 kemarin. Bertempat di Hotel Savana & Convention, Kota Malang, saya bisa mengetahui lebih jauh tentang hal ikhwal Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang telah mewarnai kehidupan Mbak Nurul F. Huda di atas.


Tepat pukul sembilan pagi, saya bersama teman-teman narablog Kota Malang (ada juga yang datang dari beberapa daerah) segera memasuki Ruangan Cempaka, setelah melakukan registrasi. Sambil menunggu acaranya dimulai, para peserta -yang terdiri juga dari awak media dan Komunitas Pejuang Jantung- dipersilakan untuk menikmati snack dan minuman. Saya cukup menyeruput kopi pahit saja, deh ;)

Setelah penyampaian safety briefing oleh pihak Hotel Savana, agenda pun dimulai. Ada pembukaan dari pihak Digital & Internal Communications Danone Indonesia yang diwakili oleh Mbak Indah Tri Novita. Beliau berkata bahwa agenda "Bicara Gizi" adalah program rutin sebagai bentuk kepedulian Danone untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya peran nutrisi dalam masa-masa penting kehidupan. Ini sesuai dengan portofolio bisnis Danone yang terdiri dari nutrisi awal kehidupan (early life nutrition) dan nutrisi medis khusus (medical nutrition).

Mbak Indah Tri Novita dari Danone Indonesia

Nah, dalam rangka peringatan World Heart Day atau Hari Jantung Sedunia yang jatuh pada tanggal 29 September 2019 yang lalu, Danone Indonesia pun mengadakan agenda "Bicara Gizi" di Kota Malang pada bulan Oktober ini. Istimewa nih karena Malang adalah kota pertama di luar Jakarta yang dipilih untuk menyelenggarakan agenda "Bicara Gizi" ini. Yeay!

Kali ini, tema yang diambil adalah edukasi tentang pentingnya pencegahan malnutrisi untuk anak dengan PJB. Diharapkan, para hadirin bisa mengenali ciri-ciri PJB sebagai langkah deteksi dini sekaligus manajemen nutrisinya, langsung dari ahlinya. Jadi, penanganan PJB ini bukan lagi dari "konon katanya". Mantap!

Tangguhnya Para Ibu di Komunitas Pejuang Jantung


Apa hal paling membahagiakan buat kita para orang tua? Tak lain adalah menyaksikan tumbuh kembang anak secara normal dan melihat tawa canda mereka dalam kondisi sehat wal afiat. Tapi jika kondisinya tidak demikian, apakah lantas hidup kita sudah berakhir?

Jawabannya ada pada kisah nyata yang ditampilkan oleh dua orang ibu yang anak-anaknya diuji dengan PJB sejak lahir. Yang pertama diundang untuk tampil ke atas panggung adalah Ibu Mirna, ibunda dari Aqeila, seorang anak perempuan berusia 2 tahun 5 bulan. Ibu Mirna pun berkisah tentang awal mula Aqeila terdeteksi menderita PJB.

Ibu Mirna (kiri)

Diawali dengan sakit batuk saat Aqeila berusia 2 bulan yang menyebabkan berat badannya menyusut 200 gram. Padahal Aqeila "hanya" lahir dengan berat badan 2,2 kilogram. Setelah dibawa ke dokter, Aqeila harus dirujuk ke Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang. Di sana, Aqeila dinyatakan mengalami kebocoran jantung. Itu adalah sebuah kondisi yang tidak terbayangkan sama sekali oleh Ibu Mirna yang menyangka bahwa permasalahan jantung itu hanya akan "menyerang" orang dewasa.

Ibu Mirna pun disarankan untuk memastikan diagnosa itu dengan menemui seorang dokter spesialis anak yang juga seorang konsultan kardiologi anak. Beliaulah dr. Dyahris Koentartiwi, Sp.A(K). Dokter Dyahris lantas memeriksa Aqeila dan mendapati bahwa ada gejala bising jantung pada si kecil itu. Harus opname besok! Begitu kata dokter Dyahris.

Akhirnya, Aqeila harus dirawat di rumah sakit selama 15 hari untuk perbaikan nutrisi dan menjalani beberapa tindakan medis. Saat itu pertengahan puasa Ramadan sehingga Ibu Mirna harus beribadah puasa sekaligus berlebaran di rumah sakit. Setelahnya, Aqeila dibawa pulang ke rumah namun tak lama kemudian dia rewel lagi. Maka, Aqeila pun kembali menjadi pasien di IGD. Begitu seterusnya, pulang-pergi ke rumah sakit sampai usia Aqeila 1 tahun.

Setelah 1 tahun itu, dokter Dyahris menyarankan agar Aqeila dioperasi jantungnya di Jakarta. Ini adalah tindakan medis yang tepat agar permasalahan jantung Aqeila teratasi sehingga dia bisa tumbuh seperti anak yang lainnya. Awalnya, Ibu Mirna ragu-ragu terhadap saran dokter itu: apakah operasi itu benar-benar akan membawa hasil? Bagaimana kalau gagal?

Di usia 1 tahun itu, Aqeila belum.bisa tengkurap, apalagi duduk. Dengan berat badan hanya 5 kilogram, Aqeila hanya bisa terbaring saja. Akhirnya, Ibu Mirna membulatkan tekad untuk pergi ke Jakarta sebagai upaya kesembuhan buah hatinya. Selama 42 hari kemudian, Ibu Mirna berada di Jakarta untuk mendampingi Aqeila.

Alhamdulillah, pasca operasi jantung tersebut, kondisi Aqeila berangsur membaik bahkan si kecil itu akhirnya bisa duduk sendiri. Sungguh itu adalah sebuah kondisi yang amat menggembirakan Ibu Mirna setelah sebelumnya dilanda kecemasan bertubi-tubi, dan harus berkorban tenaga, pikiran serta biaya.

Menurut Ibu Mirna, selain mendapat advise dari dokter Dyahris, dia juga berkonsultasi ke dokter Anik Puryatni, Sp.A(K) dalam hal pemenuhan nutrisi untuk Aqeila. Dokter Anik menyarankan penyajian menu tinggi kalori untuk perbaikan nutrisi bagi Aqeila dan itu juga sangat membantu proses kesembuhan Aqeila.

Sekarang, Aqeila dinyatakan dalam kondisi sehat. Anak ketiga dari Ibu Mirna itu telah mengajarkan kepada kedua orang tuanya tentang arti bersyukur, bersabar, dan ikhlas. Ketiga senjata yang akhirnya membuat Ibu Mirna bisa lebih tegar menghadapi kehidupan sehari-harinya. 

Kondisi yang sama juga dialami oleh Zhaffran, bocah laki-laki berusia 4 tahun. Melalui kisah Ibu Iis yang juga dipanggil ke atas panggung, kami semua kembali disuguhi sebuah fragmen kehidupan tentang arti terus berjuang.

Ibu Iis (kiri)

Saat masih berusia 7 bulan dalam kandungan, Zhaffran dinyatakan dalam kondisi gawat janin dan kemungkinan besar akan meninggal dunia. Namun, Ibu Iis yakin bahwa anaknya akan bisa bertahan hidup. Benarlah firasat seorang ibu itu. Nyatanya, Zhaffran lahir dengan selamat dan sehat via operasi sesar, dengan berat badan 2,3 kilogram.

Zhaffran yang lahir prematur ini bisa tumbuh seperti bayi-bayi lain dengan normal. Namun, ada gejala tumbuh kembang yang berbeda saat dia berusia 8 bulan. Ibu Iis pun memeriksakan kondisi Zhaffran ke rumah sakit di Surabaya. Menurut dokter yang menanganinya, dengan kondisi seperti itu, Zhaffran hanya tinggal "menunggu waktu". Diagnosa yang sama pun diberikan oleh 5 rumah sakit lain yang didatangi Ibu Iis.

Dalam kondisi pasrah, Ibu Iis dipertemukan dengan dokter Dyahris yang memberikan semangat baru untuknya. Menurut dokter Dyahris, umur itu bukan di tangan dokter dan tugas manusia memang terus berusaha. Alhasil, Ibu Iis seakan mendapatkan suntikan semangat baru. Dia mulai bersabar lagi mengikuti bermacam treatment dari dokter demi kesembuhan anaknya.

Menurut dokter Dyahris, kasus PJB yang terjadi pada Zhaffran itu cukup kompleks dan rumit. Ibu Iis sempat merasa sedih dan terpukul, tapi dia berkata bahwa sedih, menangis, dan merasakan "sakit" karena tahu kenyataan tentang anaknya itu tidak apa-apa. Asal dia jadi tahu hal yang sebenarnya dan tahu harus bertindak apa.

Ya, kasus PJB pada Zhaffran ternyata hanya ditemukan pada 7 anak di seluruh Indonesia. Ada anak yang sudah berpulang, ada yang masih terus bertahan seperti Zhaffran. Ibu Iis sempat juga mendatangi dokter ahli dari Malaysia dan India, tapi jalan keluarnya belum berhasil ditemukan. Satu-satunya harapan adalah berobat ke dokter di Jepang dan itu masih akan terus diusahakannya. 

Lelah lahir batin itu pasti. Tapi menurut Ibu Iis, dia tidak menyesal menjalani itu semua karena telah berusaha melakukan yang terbaik untuk anaknya. Ibu Iis juga berharap kelak anaknya akan bangga memiliki seorang ibu tangguh yang pantang menyerah. Masya Allah!

Benar-benar livingproof yang harus kita teladani, bukan? Dua buah kisah hidup yang menjadikan saya saat itu merenung tentang nikmat sehat dan amanah berupa anak-anak yang tak ternilai harganya.

Mengenal Penyakit Jantung Bawaan beserta Deteksi Dininya


Setelah para hadirin mendapatkan "suntikan" semangat untuk bersyukur dan bersabar, agenda inti pun dimulai dengan menghadirkan dr. Dyahris Koentartiwi, Sp.A(K). Dokter ramah yang biasa disapa dengan dokter Risty ini memulai dengan memperkenalkan tentang definisi PJB.

dr. Dyahris Koentartiwi, Sp.A(K)

Dokter Dyahris menyebutkan bahwa PJB adalah penyakit jantung yang diderita anak yang memiliki kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung. Nah, kelainan ini terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin yaitu sejak janin berusia 20 bulan. PJB ini merupakan kelainan bawaan yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir.

PJB ada lebih dari 34 jenis berdasarkan letak atau tingkat keparahannya. Namun secara umum, PJB bisa dibagi dalam 3 kategori yaitu:
  1. Kelainan pada katup jantung
  2. Kelainan pada dinding jantung
  3. Kelainan pada pembuluh darah

Kelainan pada katup jantung berarti katup di dalam jantung yang bertugas untuk mengalirkan darah mengalami masalah fungsi pembukaan dan penutupan atau mengalami kebocoran sehingga dapat mengganggu aliran darah. 

Kelainan pada dinding jantung terjadi ketika dinding jantung yang ada di antara sisi kiri dan kanan, serta bilik jantung atas dan bawah tidak berkembang dengan semestinya yang menyebabkan darah kembali ke jantung atau menumpuk di tempat-tempat yang tidak semestinya sehingga sirkulasi darah terganggu.

Kelainan pada pembuluh darah terjadi ketika pembuluh arteri dan vena yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh tidak berfungsi dengan semestinya dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan untuk anak.

Menurut konsultan kardiologi anak tersebut, angka kejadian PJB di Indonesia diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup. Sederhananya, ada 7-8 bayi yang mengidap PJB diantara 1000 kelahiran setiap tahun. 


Ig @nutrisibangsa

Gejala PJB dapat berupa: 

1. Penurunan toleransi aktifitas fisik

Bayi tidak dapat menghisap susu dengan baik, antara lain terlihat capek, napas memburu, dan berkeringat saat mengisap susu sehingga sering berhenti-henti mengisap. Pada anak yang lebih besar, dia terlihat cepat capek atau sesak napas bila bermain, berlari atau berjalan agak jauh.

2. Infeksi saluran pernapasan berulang

Anak/bayi sering mengalami sakit infeksi paru. Hal ini disebabkan oleh aliran darah ke paru-paru yang berlebihan pada jenis PJB tertentu dan daya tahan tubuh yang rendah akibat asupan susu dan makanan yang tidak adekuat.

3. Gagal tumbuh kembang

Pertambahan berat badan anak tergolong lambat atau tidak ada sama sekali akibat asupan susu atau makanan yang tidak adekuat dan kerja jantung yang meningkat. Bila dibandingkan, riwayat perkembangan anak juga lebih lambat daripada anak pada umumnya.

4. Sianosis (kulit, bibir, dan kuku berwarna kebiruan)

Warna kebiruan tersebut menetap sejak lahir atau sejak usia bayi. Kebiruan tersebut mungkin akan bertambah secara progresif dengan bertambahnya usia. Biru akan terlihat makin nyata saat menangis atau melakukan aktivitas fisik. Anak terlihat cepat capek dan napas memburu saat berjalan agak jauh sehingga harus jongkok istirahat beberapa saat.

5. Episode serangan biru akut

Pada PJB biru yang berat dapat terjadi episode serangan biru akut (spelhipoksia) dengan gejala sebagai berikut: anak tiba-tiba terlihat bertambah biru, gelisah, pernapasan cepat dan selanjutnya menjadi lemas, kesadarannya menurun dan kadang disertai kejang. Episode serangan biru akut ini dapat bersifat fatal, baru kemudian setelahnya dapat berjalan atau bermain kembali.



Jika gejala-gejala seperti di atas terdapat pada bayi dan anak-anak kita, segera periksakan ke dokter yang berkompeten, ya. Deteksi dini terhadap PJB itu penting agar bayi/anak segera bisa ditangani dengan baik. Deteksi dini PJB punya andil menyelamatkan nyawa pasien hingga 50% pada bulan pertama kehidupan bayi lho.

Nutrisi untuk Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan


Pembicara selanjutnya adalah seorang konsultan nutrisi dan penyakit metabolik anak yaitu dr. Anik Puryatni, Sp.A(K) yang menyampaikan tentang pentingnya asupan nutrisi yang intensif bagi anak dengan PJB. Ini sangat penting karena anak dengan PJB memiliki resiko gangguan intake sehingga si anak bisa mengalami gangguan pertumbuhan, gagal tumbuh, gizi kurang, gizi buruk, dan mudah terkena infeksi. Maka, anak dengan PJB harus diberi makanan yang sesuai untuk mendukung keberhasilan pengobatannya.

dr. Anik Puryatni, Sp.A(K)

Dokter Anik mengingatkan tentang pentingnya orang tua memperhatikan aspek pertumbuhan, perkembangan, dan kualitas kesehatan di awal kehidupan anak yang menentukan kualitas kesehatannya di masa depan. Nah, nutrisi termasuk faktor yang menyumbang kurang lebih 80% terhadap kualitas kesehatan tersebut.

Seperti disebutkan di awal bahwa anak dengan PJB berpotensi mengalami gangguan pertumbuhan (malnutrisi) karena:
  • Penurunan intake
  • Intake makanan kurang karena kesulitan makan (feeding difficulties)
  • Gangguan penyerapan makanan karena hipoksia lama ke mukosa saluran cerna
  • Cepat kenyang karena pembesaran organ (hepato megali)
  • Cepat lelah saat makan
  • Restriksi cairan membuat kalori tidak mencukupi kebutuhan
  • Gangguan koordinasi mengisap dan menelan makanan
  • Peningkatan kebutuhan energi
  • Penyakit jantung dengan hipoksia lama menyebabkan gangguan metabolisme dan pertumbuhan sel
  • Infeksi paru berulang menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolisme
  • Kelainan kromosom/genetika akan mengurangi potensi pertumbuhan
  • Perubahan faktor pertumbuhan dan hormon pertumbuhan

Nah, jika sampai anak dengan PJB mengalami malnutrisi, akan timbul dampak sebagai berikut:
  • Gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang menetap
  • Meningkatkan resiko infeksi tertentu, misalnya: pneumonia
  • Kekurangan vitamin dan mineral, serta gangguan elektrolit akan berefek pada fungsi jantung
  • Sering dirawat di rumah sakit
  • Hasil tindakan operasi kurang optimal
  • Kemampuan sekolah yang buruk dan mengurangi potensi kepandaian
  • Meningkatkan resiko kematian

Hiks, cukup menyedihkan, bukan? Namun -sekali lagi- mengidap PJB bukanlah akhir dunia. Harus ada tindakan nyata berupa tata laksana nutrisi pada anak dengan PJB tersebut.

Ada lima langkah yang bisa diambil dalam rangka asuhan nutrisi, yaitu:
  • Diagnosis (assessment) nutrisi berupa status gizi dan masalah nutrisi
  • Menentukan kebutuhan: kalori, protein, jumlah cairan, dll
  • Menentukan rute pemberian nutrisi
  • Menentukan jenis makanan
  • Monitoring keberhasilan: peningkatan BB, apakah ada muntah, kembung, diare

Nah, pada poin pertama tentang status gizi anak, cara menentukannya harus dipandu oleh dokter, berupa:
  • Pengukuran antropometri (Berat Badan (BB), Panjang Badan/Tinggi Badan (PB/TB), Lingkar Lengan Atas (LILA)
  • Di-plot-kan pada kurva pertumbuhan
  • Status gizi (BB menurut PB/TB)

Sedangkan pada poin kedua tentang menentukan kebutuhan nutrisi, berupa:
  • Nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein untuk tumbuh kejar
  • Jenis dan bentuk makanan disesuaikan dengan umur, kemampuan makan, dan kondisi penyakitnya
  • Jumlah cairan perlu ada pembatasan (kecuali TOF)
  • Jumlah garam perlu diperhatikan, terutama saat edema dan hipertensi
  • Kadang diperlukan suplementasi formula tinggi kalori



Sebagai penutup, dokter Anik memberikan kesimpulan bahwa status gizi amat berperan penting dalam penatalaksanaan PJB.

Bergaya bareng Mbak Erny :)

Tak terasa, waktu terus bergulir hingga memasuki tengah hari. Ada sesi tanya jawab juga yang digunakan dengan baik oleh para hadirin untuk bertanya lebih lanjut pada ahlinya. Ini betul-betul agenda padat yang penuh manfaat.

Berfoto bersama di akhir acara

Pun saya senang sekali bisa menyaksikan sendiri semangat para orang tua yang tergabung dalam Komunitas Pejuang Jantung yang tetap menebar senyum sambil membawa anak-anak hebat mereka. Ah, jadi kangen dengan si kecil yang sedang dijagain oleh suami saya di rumah. Jadi ingin membaca ulang buku Mbak Nurul F. Huda lagi.

Terima kasih, Danone!




Salam sehat,
Tatiek

You Might Also Like

17 comments

  1. Dan aku termasuk yang kehilangan waktu Mbak Nurul meninggal dunia. Suka baca2 cerpennya di Annida dulu, dan sempat mengira beliau laki2, hehwe...
    Alfatihah untuk Mbak Nurul...

    ReplyDelete
  2. Ya Allah... mereka orang-orang yang tangguh dan tentu saja terpilih, hingga mendapat ujian serupa ini. Dulu anak pertama saya lahir dan dokter bilang ada 2 lubang di jantungnya, sendi-sendi seluruh tubuh saya rasanya copot semua. Namun seiring waktu, Alhamdulillah ternyata lubang itu menutup sendiri. Dan sejak kecil dia tumbuh sebagai anak yang super aktif. #JadiCurhat

    ReplyDelete
  3. Sebagai orang tua hrs waspada ya dng gejala sedini mungkin bila ada PJB. Teman saya ada kelainan klep, yg mengakibatkan jantungnya membengkak. Koq ya ketahuan baru sekarang di usia tidak muda.
    Engga tahu ya, misalnya ketahuan sejak anak²...

    ReplyDelete
  4. Jadi kangen karya mba Nurul pernah baca beberapa cerpennya.
    Ini informatif sekali artikelnya, Mbak
    Keren acaranya, edukasi PJB memang harus terus dilakukan. Banyak yang kurang paham seputar PJB ini.
    Dan salut serta simpati untuk kedua penderita PJB yang Ibunya hadir di acara. Semoga diberikan jalan kesembuhan untuk mereka. Aamiin.

    ReplyDelete
  5. Masya Allah, lengkap sekali tulisan ini ttt PJB. Orang tua memang harus aware dengan tumbuh kembang anak, jangan abai.

    ReplyDelete
  6. Orang-orang yang tangguh, sabar, ikhlas, tetap berjuang & berkarya. Luar biasa...

    ReplyDelete
  7. Wah aku bacanya sambil nahan haru mba... jadi inget pernah nulis buku tentang pemuda dengan PJB seperti ini dan baru ketauan pas mau menikah, lalu 2 bulan setelah nikah meninggal hiks,, makasih tulisannya mba, semoga informasinya bermanfaat bagi kita semua.

    ReplyDelete
  8. Di awal artikel, yuni sudah disuguhi cerita inspiratif dari ibu-ibu tangguh. Sempat mewek juga sih. Apalagi teman saya juga ada yang terkena penyakit jantung. Dia harus bolak-balik PHC-Madura. Dan kemungkinan dia juga mengikuti acara ini. Ah, membaca ini, yuni jadi bisa lebih bersyukur atas nikmat sehat yang sudah yuni dapatkan. MashaAllah.

    ReplyDelete
  9. Saya pikir pjb terdeteksi saat bayi. Rupanya usia belasan juga bisa baru terdeteksi ya... Kudu terus bersyukur mendapat jantung sehat. Semoga yang mendapat anugerah khusus tersebut senantiasa sabar

    ReplyDelete
  10. Terus terang aku masih awam soal PJB. Kurang paham dan belum pernah mencari informasi yang lebih mendalam. Cuma waktu itu sempat lihat pasien PJB lagi anfal. Kelihatan biru gitu tubuhnya, terus dingin seluruh badan. Ternyata fase-fasenya seperti ini ya. Dan cara penanganannya benar-benar membutuhkan perhatian, biaya juga pastinya.

    Memang kok, sehat itu rezeki yang nggak bisa ditukar dengan apapun.

    ReplyDelete
  11. Terharu aku bacanya mbak, ponakanku lahir didiagnosa dengan penyakit ini. Sekarang sudah hampir satu tahun belum bisa jalan.
    Paling sedih saya kalau mendengar anak ini nangis. Nangisnya kayak tertahan, tidak jejeritan seperti anak anak lain. Kadang tiba tiba saja air mata saya udah netes saja.
    Saya itu paling tidak tegaan lihat anak yg kesusahan seperti itu.
    Untung mamahnya orang yg kuat dan tabah. Semoga kelak ponakan saya dan anak anak lain yg terlahir dng penyakit ini mendapat perhatian lebih agar bisa maju seperti anak sehat lainnya

    ReplyDelete
  12. Entahlah.... ada haru di awal, lalu merasakan semangat kemudian dan diakhiri dengan kepedulian ... masyaallah... semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya

    ReplyDelete
  13. Ya Allah mengetahui orang-orang yang begitu semangat berjuang dalam menghadapi penyakit buah hatinya membuat saya merasa lemah. Betapa tangguhnya ibu-ibu itu yang bisa menghadapi masalahnya dengan ikhlas dan sabar. Jadi pelajaran berharga untuk saya.

    ReplyDelete
  14. Kalau bicara penyakit jantung bawaan, ingat adikq yang bungsu sampai usia 3 bulan, katup jantungnya tidak srmpurna, Alhamdulillah sesudahnya sehat

    ReplyDelete
  15. Daku salut sama dr. Dyahris K, SpA(K) di acara kemarin mbak.
    Didikasi beliau luar buasa, bs memberi semangat ke pasiennya.
    Moga selalu sehat dr Dyahris ini.
    Biar banyak bunda di KPJ terus bersemangat membersamai putra putrinya dg PJB

    ReplyDelete
  16. MasyaAllah, begitu penting informasi ini bunda. Semoga membawa manfaat bagi para pembaca. Dewi pun makin semangat memerhatikan nutrisi si kecil.

    ReplyDelete
  17. Masalahnya banyak masyarakat kita yang cenderung pergi ke pengobatan alternatif karena masalah biaya.

    ReplyDelete