Film Wonderful Life: Menyelami Disleksia, Menemukan Mutiara
- June 21, 2019
- By Tatiek Purwanti
- 12 Comments
Sebelum menonton film Keluarga Cemara pada bulan Januari kemarin, saya sudah terlebih dahulu menonton film yang juga bertema keluarga berjudul Wonderful Life ini. Tidak di bioskop memang, tapi cukup di rumah saja melalui aplikasi iflix. Zaman now gitu loh. Di tengah keterbatasan waktu me time, menonton film via aplikasi seperti ini amat membantu saya karena acara menontonnya bisa dicicil.
*Ga cuma kredit panci aja, kan?
Saat film Wonderful Life ini tayang perdana di bioskop pada tanggal 13 Oktober 2016, saya baru saja selesai menjalani masa nifas. Pastinya sedang stay di rumah saja. So, it's okay kalau saya telat menonton. Toh saat saya bertanya ke beberapa teman, mereka malah belum tahu ada film ini. Cuuung juga yang belum nonton, hehe...
Nah, film Wonderful Life ini diangkat dari kisah nyata kehidupan Amalia Prabowo dan putranya yang mengalami disleksia, Aqil. Sebelumnya, Amalia juga telah menerbitkan buku dengan judul yang sama dengan film ini via Gramedia Pustaka Utama. Saya tidak punya bukunya, sih. Insya Allah, saya berniat meminjamnya via iPusnas saja besok-besok.
Film bertema keluarga biasanya memang menarik minat saya. Apalagi jika yang membintanginya adalah aktris yang (termasuk) saya sukai yaitu Atiqah Hasiholan yang berperan sebagai Amalia Prabowo. Awalnya berharap ada Rio Dewanto juga di film ini, seperti pada film so sweet mereka, Hello Good Bye. Tapi ternyata suami Atiqah itu 'hanya' berada di belakang layar sebagai produser.
Out of the topic. Karena suka pada pasangan itu, nama keduanya saya selipkan pada salah satu halaman novel saya, The Fear Between Us. *halah, malah ngiklan. 😁
Oke, deh. Lanjuuut ke isi filmnya, ya...
Memaknai Kecerdasan dan Kesuksesan
Di awal film ini, saya sedikit sebel dengan kekakuan Amalia sebagai orang tua tunggal. Iya, sih. Dia digambarkan sebagai sosok wanita karir yang cemerlang, yang teguh memegang prinsip. Kalau A, dia akan bilang A. Membesarkan Aqil seorang diri tanpa kehadiran suami sepertinya biasa saja baginya. Di sebuah scene, tampak Amalia sedang mengunjungi makam. Suaminya kah itu? Hoho... rahasia!
Amalia juga tidak segan berbantahan dengan ayahnya -yang juga berwatak keras- untuk urusan Aqil. Ya, dia tinggal serumah dengan kedua orang tuanya. Di rumah itu, sosok lembut hanya dijumpai pada diri ibunda Amalia yang diperankan oleh Lidya Kandau.
Amalia sejak kecil dididik oleh ayahnya dengan prinsip: pintar=nilai akademis dan sukses=karir yang bagus, sehingga prinsip itu pulalah yang ingin diterapkannya pada putranya, Aqil (diperankan oleh Sinyo). Tapi niatnya itu menemui kendala besar ketika ternyata Aqil mengalami masalah belajar di sekolah dasarnya. Jangankan nilai akademis yang baik, membaca saja terasa sulit bagi Aqil.
Disleksia dan Awal Petualangan Bermula
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. Pada film ini saya jadi lebih tahu secara visual bagaimana gambaran huruf-huruf di buku yang akan dibaca oleh Aqil. Rangkaian huruf tersebut seakan menari-nari dan terbalik-balik sehingga menyulitkan Aqil untuk mengenal, mengeja, dan menuliskannya. Teman-teman Aqil jadi sering mengejeknya sebagai anak bodoh.
Amalia yang tidak 'ngeh' dengan disleksia yang diidap anaknya pun berusaha menempuh jalan apa saja agar anaknya berubah menjadi "anak pintar". Mulai dari berkonsultasi ke psikolog hingga ke dukun! Dalam pikirannya, tidak mungkin keturunannya tidak secerdas dirinya.
Amalia rela meninggalkan urusan kantornya yang sebenarnya sedang sangat sibuk demi mencari "kesembuhan" untuk Aqil. Jarak jauh ditempuhnya berdua dengan Aqil mengendarai mobil; keluar masuk hutan hingga menyeberang danau. Perjalanan berliku inilah yang akhirnya menyadarkan Amalia bahwa rahasia kepintaran Aqil yang dia cari jauh-jauh ternyata sudah tertanam sejak lama. Aqil adalah anak pintar dengan caranya sendiri.
Ya, para pengidap disleksia memang mengalami kesulitan belajar tetapi sebenarnya itu tidak mengurangi tingkat kecerdasannya. Seperti Aqil yang kesulitan membaca, ternyata dia sangat cerdas dalam menggambar. Amalia yang akhirnya menyadari potensi anaknya itu pun menyalurkan bakat Aqil sesuai dengan passion si anak dan all out mendukungnya.
Setiap Anak adalah Mutiara
Tidak ada anak yang bodoh. Frasa ini mungkin sering kita dengar dan baca. Ya, itu benar. Seorang anak hanya perlu diarahkan dengan sabar oleh orang tua (bekerja sama dengan guru) terkait minat dan bakatnya. Sudah ada fitrah belajar dalam diri tiap anak dan orang tua tinggal mengoptimalkan fitrah itu agar tumbuh dengan baik.
Komentar-komentar di luaran pasti ada. Di sinilah ketangguhan orang tua diperlukan dan Amalia pun mampu mengatasinya. Masyarakat sebenarnya hanya perlu contoh nyata dan mereka pun pada akhirnya akan paham dengan sendirinya. Jika tidak paham juga? Bukan tugas kita memaksa mereka dan membahagiakan mereka, bukan?
Film ini berakhir bahagia. Tak hanya Amalia yang menyadari kekeliruannya tapi juga ayah Amalia yang sebenarnya telah membangun prinsip kurang tepat tentang nilai kecerdasan dan kesuksesan. Sebuah prinsip yang hampir saja diwarisi oleh Amalia. Terjawab pula makam siapa yang dikunjungi oleh Amalia di awal-awal scene. Hmm...
Karena ini adalah based on true story, kita bisa menyimak perjalanan sukses dan pencapaian Aqil di akun instagram-nya: @aqil_poplop12. Bertebaran di sana hasil gambarnya yang sudah mendunia. Juga, beberapa ilustrasi di film ini memakai gambar karya Aqil sendiri. Salut! Barakallahu fiikum untuk Aqil dan Ummi-nya (Aqil memanggil Amalia dengan sebutan "Ummi"). Sungguh Allah Swt Maha Adil.
Saya cukup puas menonton film ini. Akting Atiqah dan Sinyo cukup bagus, chemistry sebagai ibu dan anaknya dapet banget. Putri saya yang saya ajak nonton bareng pun ikut meneteskan air mata saat ada adegan mengharukan yang ditampilkan. Petualangan di alam-nya juga asyik. Sayangnya, durasi film ini kurang lama menurut saya.
Meraih 3 nominasi Festival Film Indonesia 2016 |
Judul film: Wonderful Life
Jenis film: Drama keluarga
Durasi film: 79 menit
Rumah Produksi: Creative & Co dan Visinema Pictures
Sutradara: Agus Makkie
Skenario: Jenny Jusuf (Adaptasi dari buku " Wonderful Life" karya Amalia Prabowo)
Produser: Angga Dimas, Rio Dewanto
Pemain: Atiqah Hasiholan, Sinyo, Lidya Kandau, Alex Abbad, Putri Ayudia
Rilis: 13 Oktober 2016
Salam,
Tatiek Purwanti
Sumber gambar: instagram @wonderfullifemovie
12 comments
Seru bagus banget buat parenting dan pemerhati anak terimakasih ulasannya
ReplyDeleteAku ngacung mba, belom nonton pilmnya hihihi.. banyakan nonton drakor doang. Tapi kayaknya emang menarik banget ya soal disleksia ini. Dan aku sungguh percaya setiap ana punya talentanya sendiri-sendiri. Anakku pun nggak bersinar di akademis, tapi jago banget di art.
ReplyDeletereviewnya sangat menarikk mbak. tulisannya halus dan menarik agar berah baca sampai akhir ^^
ReplyDelete.dan, semoga kelak sy pny buku jg sperti mbak ^^ terima kasih bnyak mbak💕😍
Bagus, ya, Mbak, filmnya. Saya yang membacanya juga ikut tersentuh, apalagi nonton. Saya juga setuju bahwa setiap anak adalah mutiara. Tak peduli ia punya kekurangan apapun, setiap anak adalah anugerah.
ReplyDeleteBerasa nyess baca review film ini. Terbayang perjuangan Umminya Aqil dalam kehidupan nyata. Jadi malu dengan ketidaksabaran saya dalam membimbing anak.
ReplyDeleteKeren filmnya
ReplyDeleteKeren reviewnya
Lopeh lopeh deh
Jadi ingat perjuangan seorang coach/guru mindset saya, namanya mba Mutya Dita. Beliau sampai memutuskan berhenti berkarier di kantor demi membimbing putranya yg disleksia. Masya Allah putranya lulus cumlaude dari universitas negeri di Yogya & saat ini telah bekerja seperti pemuda normal lainnya. Benarlah bahwa anak disleksia itu memiliki kecerdasan dengan cara mereka sendiri.
ReplyDeleteIni kalo gak salah ada film india yg mengangkat tema serupa. Lupa judulnya tapi dan itu juga baguuuus banget. Keren.
ReplyDeleteTapi yang keren gurunya sih bukan ibunya. Kalo ini kan yang fight betul ibunya.
yup setiap anak akan menunjukan kecerdasannya dengan cara berbeda. Anak sulungku secara akademis terhitung tiarap dari SD sampai SMP, ternyata pada saat SMA alhamdulillah selalu peringkat 1. Anak kedua secara akademis jauh lebih baik dari kakanya, tapi malas2an dalam belajar malah lebih suka bikin aplikasi software :)
ReplyDeleteJadi pingin nonton juga mbak, apalagi lagi punya anak laki laki bayi gini...Siapa tahu bisa memetik beberapa pelajaran hidup dari film film keluarga macam ini. :)
ReplyDeleteWah ini film yang diangkat dari kisah nyata ya, tapi baca ulasannya Mbak tentang film ini saya jadi teringat dengan salah satu film India yang alurnya juga mirip seperti ini. Tapi saya lupa judulnya apa. Ya film kayak gini bagus banget ya ditonton. Banyak pelajaran yang bisa dipetik.
ReplyDeleteHiks, perlu nyiapin tisu ya mbaa pas nonton. Terharuuu pas baca reviewnya mbaa. Jadi pengen nonton huhuu
ReplyDelete