Ayah Bunda Pejuang LDR Juga Bisa Kompak Mendidik Anak dengan Tokcer
- January 30, 2018
- By Tatiek Purwanti
- 4 Comments
“Suaminya kerja di luar kota, ya?
Jadi gak bisa berkontribusi untuk masyarakat sekitar, dong!”
“Kenapa gak berbisnis di rumah
saja? Daripada jauh-jauhan gitu?”
“LDR? Duh, kalo aku enggak
sanggup, deh. Pusing kalo disuruh mikirin anak sendirian.”
Itu adalah beberapa komentar yang
pernah saya dengar terkait kondisi yang tengah kami jalani. Yups, Long Distance
Relationship (LDR) atau Long Distance Marriage (LDM) sedang kami alami sekitar
tiga tahun belakangan ini. Reaksi saya dengan komentar itu? Ya senyum aja dulu.
Kalem. Kecuali jika orangnya ngotot bahwa LDR itu berdosa, hehe. Saya berani
dong melawan ehh... menjelaskan. *peace^^
LDR memang bukan sebuah kondisi ideal, tapi juga bukan sesuatu yang tidak halal. Banyak pasangan berusaha menghindarinya, tapi tak sedikit pula yang menjalani dengan berbagai alasan di baliknya. Nah, kami sendiri tentunya punya kisah yang melatar belakanginya. Tentang hal itu, sudah pernah saya tuliskan dalam Cinta Terpisah Jarak, Ya atau Tidak?
Kali ini saya ingin sedikit membahas tentang salah satu komentar di atas, yaitu tentang mendidik anak. Jika sudah memutuskan untuk ber-LDR, salah satu risiko yang harus dihadapi seorang ibu adalah lebih banyak sebagai tumpuan dalam mendidik anak di rumah. Quantity time sang ayah pastinya kurang jika dibandingkan kebersamaan anak-anak dengan ibunya. Padahal mendidik anak tetap menjadi tanggung jawab bersama antara ayah dan bunda, bagaimana pun kondisinya.
Sedikit mengingat prinsip mendidik
anak pada umumnya, bahwa mendidik anak adalah kewajiban mutlak orang tua yang
tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Makanya ada perbedaan antara well
educated dan well schooled. Terdidik dengan baik itu berbeda dengan
menyekolahkan dengan baik (baca: bersekolah di sekolah 'wah' dengan segala
keunggulannya). Maka seorang anak dari pasangan LDR tetap berhak mendapat
pendidikan utuh: di rumah oleh kedua orang tuanya dan di sekolah (jika memilih
bersekolah formal). Harus saya akui, ini perlu strategi agar proses mendidik
yang dijalankan ayah dan bunda dapat terlaksana dengan penuh kekompakan.
Tips Membangun Kekompakan Mendidik Anak
ala Kami
Melakukan Pillow Talk Online
Pillow talk tetap bisa dijalankan
walau pun berjauhan. Bisa melalui video call, telepon biasa atau lewat instant messaging. Pembicaraan
antara ayah dan bunda menjelang istirahat malam ini saya rasa lebih rileks dan
tenang, dibandingkan ngobrol saat siang hari dimana si ayah sedang beristirahat
siang di tempat kerjanya. Prioritas obrolan pertama adalah keadaan anak-anak
dalam sehari. Saya bisa bebas curhat dan si ayah menanggapi. Jangan sampai seorang
ibu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dan merasa terbebani dalam
mendampingi buah hati.
Selalu Menyertakan Ayah dalam Pembicaraan
Saat mendampingi bermain dan
belajar anak, saya berusaha selalu menyebut-nyebut si ayah di hadapan
anak-anak. Saya ceritakan tentang kebaikannya dan bahwa ayahnya sedang
merindukan mereka. Si kecil yang masih berusia 17 bulan pun seakan mengerti dan
selalu menyebut si ayah setiap hari.
Memberi Waktu Khusus untuk Ayah dan Anak
Jika quantity time-nya kurang,
quality time harus bisa dimaksimalkan. Saat si ayah berada di rumah, saya
berusaha agar dia yang jadi pusat perhatian anak-anak. Si ayah juga mengimbangi
dengan fokus bermain dan bercerita dengan mereka, berusaha menjauhi gawai untuk
sementara.
Melibatkan Ayah dalam Urusan Sekolah
Agenda mengambil raport atau rapat
sekolah yang pada umumnya menjadi tugas saya akan saya alihkan kepada si ayah
jika waktunya diadakan pada akhir pekan. Ia harus tahu seluk beluk keseharian
anak di sekolah. Begitu juga saat harus melakukan tanya jawab via chatting dengan wali
kelas, ayah harus ikut nimbrung. Ia tetaplah kepala sekolah di rumah yang harus
mengontrol kondisi ‘murid’-nya.
Menghindari Saling Menyalahkan
Selain menyenangkan, mendidik anak
dalam keseharian pastinya juga diwarnai dengan berbagai permasalahan. Misalnya
saat anak sakit, si ayah jangan sampai menyalahkan ibu terkait penyebab
sakitnya. Dicari akar masalahnya dan dirundingkan cara mengatasinya. Begitu
juga saat ada perbedaan pendapat, jangan sampai berdebat di depan anak-anak.
Tetap tunjukkan kekompakan di depan mereka.
Sejauh ini, urusan mendidik anak berjalan dengan lancar walau pun kami harus berjauhan selama lima hari. Alhamdulillah. Dua hari kebersamaan dalam sepekan benar-benar berusaha kami manfaatkan dengan baik. Memang sebenarnya tidak mudah, tapi juga bukan sesuatu yang harus dibikin jadi masalah. Tips dari saya dan suami di atas sederhana saja. Jika Anda mempunyai tips lain, yuk bagikan saja di sini.
Salam kompak mendidik anak,
Tulisan ini diikutsertakan dalam program Tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN
4 comments
Wah tipsnya sudah lengkap ini buat pasangan pejuang LDR. Yang utama memang kualitasnya bukan kuantitasnya. Seperti di kota besar saja kadang orang tua bekerja bisa jumpa anak hanya beberapa saat saja, karena waktunya habis di jalan sebab kemacetan, misalnya. Sepertinya jadi tak jauh beda dengan jika sikonnya LDR-an..#curhat kwkwkw
ReplyDeleteKuantitas disebut penting juga sih di beberapa pembahasan parenting. Lha tapi kondisi kami berbeda jadi ya disesuaikan aja dengan memaksimalkan kualitas :) Hehe ada yang curhat. Begitu ya ternyata
DeleteKeren tipsnya mba... Semoga dimudahkan selalu ya :)
ReplyDeleteMakasih, Mbak. Tips ala saya yang sederhana sih :)
Delete