Museum Radya Pustaka dan Sebuah Kenangan Bersahaja
- January 22, 2018
- By Tatiek Purwanti
- 4 Comments
Sumber: IG @soloindonesia |
Setiap kali mudik ke rumah mertua di Solo, Jawa
Tengah, kami sekeluarga selalu menyempatkan untuk berkeliling ke beberapa
tujuan wisata. Tentunya setelah silaturrahmi ke seluruh keluarga besar terlaksana.
Daerah Solo Raya -seperti halnya Malang Raya- memiliki banyak destinasi wisata
yang menarik. Mulai dari wisata alam, wisata budaya, sampai wisata
kuliner tersedia di sana, tinggal pilih saja. Jika Malang Raya mempunyai Batu,
Solo Raya punya Karanganyar. Di daerah kami ada bakso Malang, di tanah
kelahiran suami saya ada bakso Solo. Itulah mengapa saat berada di sana, saya
seperti merasa di rumah sendiri. Yes, it feels like coming home.
Suatu hari, si kakak Afra mendekati saya sambil
membawa sebuah majalah yang selesai dibacanya,
"Mi, lebaran ini kita berkunjung ke dua tempat ini, ya?" katanya sambil menunjuk dua lokasi wisata yang terdapat di majalah tersebut.
Saya membaca apa yang ditunjukkannya itu,
"Oh, Museum Batik Danar Hadi? Okelah, Insya Allah. Tapi yang Museum Sangiran ini letaknya agak jauh, Mbak. Itu di Sragen."
"Kan masih agak jauh, Mi. Belum jauh beneran," jawabnya.
Saya tersenyum saja sambil berkata "Insya Allah" sekali lagi.
"Mi, lebaran ini kita berkunjung ke dua tempat ini, ya?" katanya sambil menunjuk dua lokasi wisata yang terdapat di majalah tersebut.
Saya membaca apa yang ditunjukkannya itu,
"Oh, Museum Batik Danar Hadi? Okelah, Insya Allah. Tapi yang Museum Sangiran ini letaknya agak jauh, Mbak. Itu di Sragen."
"Kan masih agak jauh, Mi. Belum jauh beneran," jawabnya.
Saya tersenyum saja sambil berkata "Insya Allah" sekali lagi.
Manfaat Mengunjungi Museum untuk Anak
Hmm, museum. Selama ini saya dan suami ternyata
melewatkan yang satu itu. Pergi ke keraton Surakarta dan Masjid Agung-nya
sudah, tapi lupa tidak menyempatkan diri untuk singgah di museum. Padahal
banyak manfaat yang bisa didapatkan jika mengunjunginya, terutama bagi
anak-anak yang rasa ingin tahunya tinggi seperti Afra, yaitu:
1. Belajar tentang Sejarah
Apa yang tersaji di dalam museum umumnya adalah
berbagai warisan budaya di masa lalu yang berusaha dilestarikan. Dengan pergi
ke museum, anak kita dapat 'membaca' sejarah secara langsung melalui
benda-benda yang dilihatnya yang biasanya disertai informasi tentang
benda-benda tersebut.
2. Belajar tentang Syukur
Peninggalan di masa lalu berkaitan dengan kehidupan
masa lampau yang tidak mudah dan penuh perjuangan. Si anak sebaiknya diajak
merenungkan bahwa hidup di masa kini yang lebih mudah dijalani -salah satunya-
adalah andil dari perjuangan para pendahulu kita di masa lampau itu.
3. Belajar tentang Menjadi Tokoh
Apa yang ada di museum adalah peninggalan para
tokoh yang mewariskan segala ilmu yang dikuasai pada masanya. Tanamkan pada
anak bahwa orang yang berilmu akan bisa meninggalkan warisan berharga walaupun
ia sudah tiada. Jangan menjadi orang yang biasa-biasa saja, tapi jadilah tokoh
yang luar biasa yang melejit sesuai dengan minatnya!
4. Belajar tentang Kesederhanaan
Biaya tiket masuk ke museum umumnya terjangkau jika
dibandingkan dengan wahana wisata kekinian. Tanamkan pada anak bahwa yang
namanya rekreasi tidak sekedar ke tempat-tempat 'wah' saja, ke museum
sebenarnya juga tidak kalah serunya. Tidak sekedar bersenang-senang, tapi
sebaiknya ada ilmu dan pengalaman baru yang didapatkan dengan biaya murah
meriah.
5. Belajar tentang Ketelatenan
Berbagai koleksi yang ada di museum adalah hasil
ketelatenan dalam mengumpulkan benda-benda berikut fakta sejarah yang
menyertainya. Telaten itu tidak mudah dan memang butuh kesabaran dalam
menjalaninya. Nah, si anak bisa diajak untuk belajar menjadi seperti itu dalam
kesehariannya, bukan?
Rencana Mengunjungi Museum Radya Pustaka
Setelah mengiyakan dua request Afra di atas, saya
sendiri mencari tahu museum lain yang ada di Solo. Emaknya juga harus punya
tujuan sendiri, dong. Pilihan saya langsung jatuh kepada Museum Radya Pustaka
yang terletak di jalan Slamet Riyadi, tidak jauh dari Taman Sriwedari.
Sebenarnya kami beberapa kali melewatinya tapi tidak mampir. Duh, padahal
museum ini adalah museum tertua yang ada di Indonesia. Ada juga sih yang
menyebutnya sebagai museum tertua kedua setelah Museum Nasional di
Jakarta.
Museum Radya Pustaka ini didirikan oleh Kanjeng
Raden Adipati Sasradiningrat IV di dalem Kepatihan ('rumah dinas' Patih) pada
tanggal 28 Oktober 1890. Beliau pernah menjabat sebagai Patih Pakubuwana IX dan
Pakubuwana X, para raja dari Kasunanan Surakarta. Dari dalem Kepatihan, lokasi
museum dipindahkan ke tempat yang sekarang ini pada tanggal 1 Januari 1913.
Dulunya, gedung museum ini adalah tempat tinggal seorang warga Belanda yang
bernama Johannes Busselaar. Bentuk bangunan aslinya tetap dipertahankan, hanya
mengubah beberapa bagian seperti menghilangkan bagian kamar mandi. Saya
akhirnya membayangkan sebuah rumah tua megah yang jarang ditemui saat ini.
Kanjeng Raden Adipati Sasradiningrat IV (Sumber: wikipedia) |
Sesuai dengan arti namanya, yaitu radya yang berarti pemerintah dan pustaka yang berarti surat, museum ini awalnya adalah tempat menyimpan surat-surat kerajaan. Lama kelamaan, koleksi museum tidak hanya surat-surat saja tapi juga berbagai benda yang berhubungan dengan kerajaan yang menarik untuk dipelajari. Sebelum beneran ke sana, saya mengintip hal-hal apa saja yang akan saya jumpai dari awal masuk museum sampai ke ruangan terakhirnya.
- Patung Rangga Warsita
Patung yang berwujud patung dada Raden Ngabehi
Rangga Warsita ini terdapat di halaman museum. Pernah mendengar istilah 'zaman
edan'? Beliaulah yang mempopulerkannya lewat sebuah karya sastra yang bernama Serat Kalatidha. Untuk mengenang pujangga besar keraton Surakarta yang
hidup pada abad ke-19 ini, diresmikanlah patung beliau oleh Presiden Soekarno
pada tahun 1953. Di depan dan di belakang patung Rangga Warsita ini terdapat
prasasti yang menggunakan aksara Jawa. Bolehlah nanti saya mengetes diri
sendiri apakah masih bisa membaca ha-na-ca-ra-ka dan kawan-kawannya dengan
lancar :)
Patung dada Raden Ngabehi Rangga Warsita di halaman depan museum (Sumber: wikipedia) |
- Berbagai Jenis Wayang
Wayang kulit -yang terbuat dari kulit sapi atau
kambing- pernah akrab dengan masa kecil saya karena kakek dari pihak ayah
adalah seorang dalang. Saya dulu biasa mengobrak-abrik isi kotak besar yang
berisi bermacam-macam tokoh wayang dan memainkannya sesuka hati saya, hehe.
Kenangan bersahaja tapi indah itu pasti akan hadir kembali begitu saya masuk di
ruangan pertama museum ini.
Ada berbagai jenis wayang kulit seperti wayang
purwa, wayang gedog, wayang madya, dan wayang beber yang ditampilkan di sana.
Selain itu, ada juga wayang klithik yang terbuat dari kayu dan wayang suket
yang terbuat dari rumput. Pun ada wayang dari manca negara yaitu wayang nang
dari Thailand yang ikut meramaikan koleksi museum Radya Pustaka.
Wayang-wayang tersebut 'hidup' karena 'diberi
nyawa' oleh seorang dalang. Setelah dewasa, saya baru menyadari betapa hebatnya
seorang dalang itu. Ia adalah seorang pelaku seni bertutur yang membawakan
pertunjukan 'boneka' yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Tak heran
jika UNESCO menetapkan wayang sebagai The Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity pada tanggal 7 November 2003. Saya bangga menjadi cucu
seorang dalang. Saya merindukanmu, Kakek... Duh, jadi terharu :'(
Wayang kulit yang dipajang (Sumber: usemayjourney.wordpress.com) |
- Logam Berharga, Arca, Joglo, dan Orgel
Ruangan kedua diisi oleh berbagai jenis senjata
yang terbuat dari logam. Ada pula arca-arca dan miniatur rumah Joglo, rumah
khas dari Jawa Tengah. Bentuk khas rumah Joglo sudah mulai langka ditemui saat
ini, walaupun di Jawa Tengah sendiri. Nah, di antara ruang kedua dan ketiga,
dipajang sebuah orgel atau kotak musik. Orgel tersebut adalah milik Paku Buwana
IV (1788-1820) yang merupakan hadiah dari Napoleon Bonaparte. Wih, saya jadi
membayangkan bahasa apa yang mereka gunakan saat itu untuk berkomunikasi. Any
idea?
Ruangan Tosan Aji yang berisi senjata dari logam dan miniatur rumah Joglo (Sumber: indonesiakaya.com) |
- Keramik dan Piring Sewon
Masuk ke ruangan ketiga, ada bermacam-macam keramik
yang dipajang. Keramik-keramik itu adalah peninggalan masa penjajahan Belanda.
Sedangkan aneka piring sewon dipajang di dinding-dindingnya. Sewon artinya
seribu atau keseribu. Piring itu dibuat untuk memperingati seribu hari
meninggalnya seorang anggota kerajaan, sebuah ritual khas Jawa.
Piring Sewon (Sumber: IG @soni_nug) |
- Perpustakaan dan Johannes Albertus Wilkens
Ruangan keempat ini termasuk yang memancing rasa
penasaran saya. Di dalamnya ada bermacam buku berbahasa Belanda dan Jawa dan
sedikit buku berbahasa Indonesia, yang terawat dan tersimpan rapi. Tentu saja
para pengunjungnya hanya boleh membaca buku-buku itu di tempat. Lalu siapa itu
Johannes Albertus Wilkens? Ia adalah seorang ahli bahasa yang membuat kamus
bahasa Jawa-Belanda yang patungnya terpajang di antara ruang keempat dan kelima
museum ini.
Perpustakaan Radya Pustaka (Sumber: indonesiakaya.com) |
- Patung dan Gamelan
Masuk ke ruangan kelima, ada berbagai jenis patung
yang terbuat dari perunggu dan gamelan. Yang terakhir disebut adalah berbagai
jenis alat musik yang juga terbuat dari perunggu, biasanya mengiringi
pertunjukan wayang dan seni karawitan. Ini juga pasti akan mengingatkan saya
pada almarhum kakek dan almarhum bapak. Dua lelaki yang sangat mencintai budaya
Jawa, yang darah seni begitu mengalir deras di dalam tubuh mereka. I really
miss both of them :'(
Gamelan perunggu (Sumber: IG@tonoindra) |
Baca juga: Mengenang Chrisye, Mengingat Bapak
- Gamelan Agung, Gamelan Genderan, dan Alat Tenun
Ruangan keenam adalah ruangan paling luas di museum
Radya Pustaka. Di dalamnya terdapat gamelan agung yang merupakan koleksi
gamelan milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, pendiri museum ini.
Selain itu, ada juga gamelan genderan yakni satu set gamelan yang dirangkai
seperti meja sehingga bisa dimainkan oleh satu orang saja. Terakhir, dipajang
juga alat tenun tradisional di situ.
- Canthik Perahu Rajamala
Canthik, bukan cantik. :) Artinya adalah hiasan
yang dipasang di ujung depan dan belakang perahu. Wujudnya adalah kepala
raksasa Rajamala -tokoh pewayangan- yang terkenal kesaktiannya saat berada di
air. Canthik itu terbuat dari kayu jati yang diambil dari hutan Danalaya, hutan
khusus milik Keraton Surakarta.
Canthik Perahu Rajamala (Sumber: yolie-indonesia.com) |
Pembuatannya atas perintah dari Paku Buwana V yang
saat itu hendak melamar putri Bupati Cakraningrat di Sumenep, Madura. Saat itu
alat transportasi yang biasa digunakan adalah perahu. Maka perahu Rajamala pun
menyusuri Bengawan Solo, Sungai Brantas, Laut Utara Jawa sampai ke selat Madura
untuk sebuah perayaan cinta. Duh, romantis. Tapi jangan salah, Canthik tersebut
juga konon diliputi suasana mistis. Apalagi di ruangan ketujuh tempat
diletakkan si Canthik, suasananya memang remang-remang. Ah, saya jadi semakin
penasaran ingin melihatnya.
- Maket Makam Para Raja
Ruangan kedelapan adalah ruangan terakhir alias
ruangan paling belakang. Di sana terdapat maket atau model bangunan makam para
raja yang dimakamkan di pemakaman Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Seperti yang
kita ketahui bahwa Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta pada awalnya
adalah satu tubuh yaitu Kerajaan Mataram yang dipecah pasca perjanjian Giyanti,
atas prakarsa VOC. Perjanjian itu disebut-sebut sebagai upaya pelemahan
kerajaan Mataram yang saat itu adalah kerajaan terbesar di tanah Jawa, terjadi
pada tanggal 13 Februari 1755. Akhirnya, wilayah sebelah timur menjadi milik
Paku Buwana dan wilayah sebelah barat menjadi bagian Pangeran Mangkubumi. Tapi
mereka dan keturunannya tetap dimakamkan di kompleks pemakaman yang sama.
Maket makam para raja di Imogiri (Sumber: indonesiakaya.com) |
Baru menulis ini dan merencanakan berkunjung ke
Museum Radya Pustaka saja rasanya sudah luar biasa. Pastinya akan banyak
tambahan pengetahuan dan pengalaman yang akan saya dapatkan. Oh iya,
jadwal operasionalnya adalah hari Selasa sampai hari Ahad, mulai pukul 08.30
sampai 13.00 WIB. Menurut info yang saya dapat, HTM-nya cuma lima ribu rupiah. Saya belum tahu apakah di hari ketiga atau keempat lebaran, museum
tersebut akan dibuka seperti hari-hari biasa. Semoga saja.
Salam,
Tulisan ini diikutsertakan dalam program Tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN
Referensi:
indonesiakaya.com
wikipedia
brilio.com
4 comments
Saya suka melihat benda2 bersejarah di museum...
ReplyDeleteSiiplah... Semoga saya bisa rutin juga ke museum nantinya
Deletewah.. sayang banget ya, waktu aku ke solo gak mampir ke sini Mbak... soalnya aku gak tau ada museum sekeren ini.. duhh
ReplyDeleteNah, kapan2 kalo ke Solo lagi mampir aja, Mbak. Sayang kalo dilewatkan
Delete