Obat Tradisional: Jangan Jadi Pilihan Final


Beberapa waktu yang lalu saat menghadiri sebuah acara, saya bertemu dengan salah seorang kenalan ibunda saya. Kami berbincang-bincang sebentar dan sebelumnya beliau menanyakan kabar ibu saya. Saya menjawab bahwa ibu saya sehat, hanya kadang-kadang kakinya terasa pegal-pegal. Beliau menimpali bahwa hal yang sama juga dirasakannya. Tapi beliau mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi dua buah kapsul herbal tertentu setiap hari, pegal-pegal di kakinya bisa berkurang. Beliau enggan memeriksakan keluhannya tersebut secara medis karena baginya terapi obat herbal seperti itu sudah cukup. Anda pernah menjumpai situasi yang demikian?

Alasan Seseorang Memilih Obat Tradisional

Mengutip wikipedia, obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Contoh bahan pembuatnya antara lain: kencur, kunyit, temulawak, mahkota dewa, sambiloto, daun sirih, kulit manggis, daun sirsak, dan berbagai macam tanaman obat keluarga (toga) yang lainnya.

Obat herbal yang disebut oleh kenalan ibu saya tersebut termasuk salah satu obat tradisional yang menjadi pilihan pengobatan bagi sebagian orang. Konsumen obat-obatan herbal ini biasanya membeli produk tersebut di toko-toko herbal, bazar, atau pun melalui jaringan MLM. Pada umumnya, mereka yang mengonsumsi obat herbal itu beralasan bahwa obat herbal adalah anjuran dari Nabi Muhammad, alami, tidak mengandung bahan kimia sehingga minim efek samping, dan harganya terjangkau.

Penggolongan Obat Tradisional

Berdasarkan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), obat tradisional dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

  • Jamu
  • Obat Herbal Terstandar (OHT)
  • Fitofarmaka

Walau pun secara kandungan bahan aman, sebuah obat herbal belum bisa dinyatakan benar-benar aman untuk dikonsumsi. Ya, produk herbal itu harus terlebih dahulu dibuktikan keamanannya secara ilmiah melalui serangkaian uji klinis. Obat herbal juga harus diuji dosis, cara penggunaan, efektivitas, monitoring efek samping, dan interaksinya dengan senyawa obat lain. Sepengetahuan saya, kebanyakan obat herbal yang beredar di Indonesia tergolong dalam kategori jamu dan OHT. Keduanya merupakan jenis obat tradisional yang belum terbukti keamanannya berdasarkan uji klinis.

Misalnya, masyarakat masih banyak yang mengkonsumsi jamu karena merupakan budaya menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh yang turun temurun. Jadi, rumusnya adalah kepercayaan. Sayangnya, beberapa kali saya jumpai para penjual jamu menggunakan botol air mineral bekas sebagai wadah dagangannya. Duh! Sementara itu keberhasilan uji laboratorium pada produk OHT biasanya dilakukan pada hewan. Karena hasilnya aman, maka kesimpulannya adalah aman juga untuk manusia. Padahal hasilnya belum tentu sama persis jika diterapkan pada manusia.




Fitofarmaka adalah satu-satunya golongan obat herbal yang telah lulus semua uji pra klinis dan klinis pada manusia. Saya sendiri pernah mengkonsumsi jenis fitofarmaka berupa ekstrak daun meniran yang berguna untuk mempercepat penyembuhan penyakit dan meningkatkan kekebalan tubuh. Rasanya lebih sreg dan nyaman saat meminumnya.

Boleh Mengkonsumsi Obat Tradisional, Asal...

Mengutip situs hellosehat.com, mengkonsumsi jamu dan obat-obatan herbal tentu saja dibolehkan. Tapi sebaiknya jamu dan OHT hanya dikonsumsi untuk menjaga kesehatan, pemulihan penyakit, atau menurunkan risiko dari penyakit, bukan untuk menyembuhkan. Untuk menyembuhkan penyakit tetap dibutuhkan obat berdasarkan resep dokter dan penanganan medis. Nah, saya setuju dengan yang ini. 

Misalnya, saat saya terserang flu atau common cold, saya berusaha beristirahat, minum air putih lebih banyak, mengkonsumsi madu,  dan makan asupan vitamin C alami dari buah-buahan. Jika ternyata flu-nya bukan flu biasa, tidak kunjung membaik, dan ternyata adalah gejala dari suatu penyakit, maka tentu saja saya akan menghubungi dokter.



Nah, produk jamu dan OHT yang aman dikonsumsi harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  • Kemasannya utuh, tidak rusak. Ada tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsanya.

  • Nama dan alamat pabrik atau distributornya jelas

  • Daftar bahan komposisinya lengkap, baik di kemasan luar atau pun brosur yang ada di dalam kemasan.

  • Terdapat saran penyajian, dosis, dan jumlah bahan aktif

  • Ada nomor izin edar BPOM

  • Untuk konsumen muslim; walaupun mayoritas jamu dan OHT berasal dari tumbuhan, lebih bagus lagi jika ada logo halal dari LPPOM MUI

Baik jamu maupun OHT biasanya baru menampakkan manfaatnya jika dikonsumsi rutin dalam jangka panjang. Maka diperlukan kesabaran jika memilih mengonsumsi kedua jenis obat tradisional tersebut. Lebih bagus lagi jika Anda membelinya pada seorang herbalis yang sudah punya sertifikasi keahlian, jadi Anda bisa berkonsultasi jika ada pertanyaan atau keluhan tentang produknya.

So, sebenarnya pengobatan medis tidak perlu dipertentangkan dengan pengobatan secara tradisional. Keduanya sebenarnya saling melengkapi dan kita sebagai konsumen sebaiknya memercayakan kepada ahlinya. Tugas kita tetap sama yaitu menjaga agar nikmat sehat lebih sering membersamai kita. Karena sehat itu mahal harganya.



Salam sehat,







Tulisan ini diikutsertakan dalam program Tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN

Sumber gambar: pixabay 

You Might Also Like

0 comments