Bullying Pada Anak? Ini Cara Sederhana Meminimalisirnya
- January 23, 2018
- By Tatiek Purwanti
- 3 Comments
Saya lupa
kapan persisnya saat saya tidak sengaja melihat video lewat facebook yang
mempertontonkan adegan kekerasan yang membuat miris. Seorang anak perempuan
usia SMP yang awalnya diejek-ejek oleh kerumunan teman sekolahnya, lalu
berlanjut dengan dipukul, dijambak dan… ah, saya tidak tega menontonnya sampai
selesai. Saya tidak habis pikir dengan orang (anak?) yang merekam adegan itu. Kok ya tega dan diam saja atas tindakan tidak benar yang dilihatnya. Sebuah PR besar menanti kita sebagai orang tua dan
anggota masyarakat yang pastinya ingin anak kita tumbuh besar di lingkungan
baik-baik saja. Kenyataannya, dunia di
luar sana kadang tidak seramah yang kita sangka.
Saya jadi
membayangkan jika si anak yang menjadi korban adalah anak saya sendiri, alangkah
sakitnya hati saya. Dari kecil si anak dirawat dan dibesarkan dengan kasih
sayang, jika pun menghukum pastinya tidak sampai
menyakiti. Ehh di luar rumah ia diperlakukan seenaknya saja oleh anak lain. Pun juga seandainya si pelaku
justru adalah anak saya sendiri, betapa malunya saya. Seperti tidak pernah
diajari adab saja. So, perilaku bullying atau perundungan
pada anak adalah masalah serius yang harus cepat ditangani agar tidak berdampak
luas pada kesehatan fisik dan mental mereka di kemudian hari. Baik korban, pelaku, atau pun mereka
yang dengan santai menonton aksi bullying, sama-sama perlu
‘diselamatkan’ dengan cara yang berbeda.
Sebuah Kisah
Bullying di Sekitar Saya
Alhamdulillah, sejauh ini anak saya, Afra, belum pernah menjadi korban
bullying. Jangan sampai, deh. Na’uzubillah... Tapi seorang anak dari kerabat
saya pernah mengalaminya dan saya berusaha ikut mengatasi problemnya. Si anak –sebut
saja A- mendapat tekanan dari seorang temannya –si B- di sekolah agar selalu
menuruti apa kemauan si pelaku itu. Disuruh begini begitu, si A menurut saja,
termasuk menyerahkan sebagian uang jajannya kepada si B. Si A mendapat ancaman
jika tidak mau menuruti kemauan si B, maka si A tidak akan dijadikan teman
akrab. Padahal sebenarnya si B ini justru dijauhi mayoritas teman sekelasnya
karena tabiatnya yang kurang baik. Tapi tetap saja si A tidak berani melakukan
penolakan dan seakan bak kerbau dicocok hidungnya.
Kejadian demi kejadian yang kurang mengenakkan itu pun membuat ibu si A
merasa gerah, karena si B juga menebar ancamannya saat bergaul di rumah. Bahkan
si A sampai memilih berbohong kepada ibunya demi menuruti kemauan si B yang
saat itu mengajaknya bermain ke suatu tempat. Sampai suatu hari ibu si A pun
mengorek keterangan dari anaknya tentang perubahan sikap si A yang dirasa aneh
termasuk nilai-nilai pelajarannya yang mengalami penurunan. Anaknya itu pun
akhirnya mau bercerita setelah didesak. Ibunya sungguh prihatin dan menasihati
pelan-pelan agar si A berani menolak dan melawan. Si A masih saja merasa takut
untuk menjalankan apa yang disarankan ibunya.
Saya yang mendapat curhatan tersebut akhirnya bisa memahami latar
belakang si A yang memilih untuk diam saja di bawah tekanan si B. Si A
sebenarnya adalah anak yang lumayan cerdas tapi ia kurang mendapat perhatian
dari ayahnya. Kasih sayang utuh hanya didapatkan dari ibunya, seorang perempuan
bersahaja yang kesehariannya juga tidak akur dengan suaminya itu. Maka si A pun
tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri di sekolahnya. Si B sepertinya
melihat itu dan memanfaatkan kelemahan si A agar ia punya teman untuk didikte
sehingga ia tidak kesepian lagi. Nah, si pelaku sebenarnya juga anak yang
bermasalah, bukan?
Pengertian dan Jenis Bullying
Bullying merupakan segala bentuk
penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau
sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan
tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Pada contoh
kasus si A di atas, si B memang tidak sampai melakukan kekerasan secara
fisik karena si A selalu menuruti kemauannya. Tindakan si B tetap digolongkan
sebagai perilaku bullying karena menyebabkan si A mengalami tekanan dan
ketakutan secara psikis di sekolah. Ya, sekolah menjadi salah satu tempat paling banyak ditemukannya kasus
bullying sebagaimana yang disebutkan dalam kajian Konsorsium Nasional
Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014.
Lebih lengkapnya, perilaku
bullying dapat digolongkan menjadi 6 jenis, yaitu:
- Kontak fisik langsung.
Tindakan
memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan,
mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang
yang dimiliki orang lain.
- Kontak verbal langsung.
Tindakan
mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling),
sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
- Perilaku non-verbal langsung.
Tindakan
melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan,
mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik
atau verbal.
- Perilaku non-verbal tidak langsung.
Tindakan
mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau
mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
- Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran
nama baik lewat media social)
- Pelecehan seksual.
Kadang
tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Cara Meminimalisir Perilaku
Bullying
Suatu hari si A yang ketahuan berbohong demi menuruti kemauan si B,
bersitegang dengan ayah dan ibunya. Pilihannya untuk mengikuti ajakan si B ke
suatu tempat dianggap berbahaya dan ayahnya langsung memarahi tanpa
mendengarkan dulu apa yang terjadi. Ibunya tidak bisa mencegah itu. Di luar
dugaan, si A saat itu berani melawan ayahnya. Ia berteriak dan menangis
histeris. Rupanya beban yang selama ini dipendamnya meledak tak tertahankan.
Gabungan antara rasa takut, tertekan, kesal, dan kebingungan bercampur menjadi
satu.
Ibu si A akhirnya menceritakan
hal itu dan saya berusaha menguraikan masalahnya semampu saya. Berikut langkah
sederhana yang berawal dari diskusi kami saat itu:
Memperbaiki keharmonisan keluarga
Ini adalah akar masalah utamanya. Ayah dan ibunya memang harus
mengalahkan egonya demi kenyamanan si anak ketika di rumah. Terutama si ayah
yang seharusnya benar-benar berperan sebagai kepala sekolah di rumah. Anak yang
mendapat cinta dan perhatian dari ayahnya akan nyaman menjalani hari-harinya di
rumah dan di sekolah. Ini sungguh tak terbantahkan dan menjadi jurus andalan
dalam berbagai seminar parenting.
Mengajak Anak untuk Berani
Bersikap Asertif
Setelah kepercayaan diri si anak kembali terbentuk dan kenyamanan sudah didapatkan, ia harus diajari untuk berani berkata tidak terhadap tekanan yang mengganggu. Dalam kasus ini, si A diyakinkan agar tidak perlu takut jika tidak dijadikan teman oleh si B. Karena sebenarnya teman-teman si A yang lain masih banyak yang akan mengajaknya bermain jika si A tidak diajak bermain oleh si B.
Setelah kepercayaan diri si anak kembali terbentuk dan kenyamanan sudah didapatkan, ia harus diajari untuk berani berkata tidak terhadap tekanan yang mengganggu. Dalam kasus ini, si A diyakinkan agar tidak perlu takut jika tidak dijadikan teman oleh si B. Karena sebenarnya teman-teman si A yang lain masih banyak yang akan mengajaknya bermain jika si A tidak diajak bermain oleh si B.
Melaporkan kepada Pihak Guru di Sekolah
Ibu si A akhirnya berbincang dengan wali kelasnya tentang penyebab
penurunan semangat belajar si A di sekolah. Gurunya mulai melakukan tindakan,
di antaranya adalah mulai mendudukkan siswa-siswinya berdasarkan nomor absen. Sebelumnya, si B
memaksa si A agar duduk sebangku dengannya. Setelah peraturan itu diberlakukan,
mereka berdua akhirnya terpisah. Si B beserta orang tuanya pun dipanggil untuk
dibina. Lagi, yang dibidik pertama adalah pola asuh dalam keluarga si B.
Melakukan Rehabilitasi terhadap Korban dan Pelaku
Menyembuhkan sebuah penyakit psikis pada anak tentu saja memerlukan
waktu. Saat itu saya mengajak si A untuk melakukan refreshing dengan pergi bersama keluarga saya ke suatu tempat. Saya
ingin menunjukkan padanya bahwa masih banyak orang yang peduli padanya,
termasuk keluarga kami. Ya, ia jarang diajak rekreasi oleh kedua orang tuanya
karena sebab di atas. Kami memang hanya orang luar tapi semoga kepedulian kecil
itu menjadi salah satu proses penyembuhannya. Si A harus berusaha melupakan
tekanan itu dan jangan sampai kelak ia menjadi pelaku bullying karena ingin ‘balas
dendam’. Semoga tidak terjadi.
Bagaimana nasib si B?
Sepertinya ia mulai berubah sedikit demi sedikit. Tidak mudah memang
menghilangkan cap ‘anak nakal’ yang selama ini melekat padanya. Yang saya
dengar, sebenarnya ia anak yang rajin membantu orang tuanya di rumah. Mungkin,
ia juga kurang mendapat perhatian di keluarganya sehingga mencari perhatian di
sekolah dengan cara yang salah. Perhatian keluarga dan kontrol intensif dari
sekolah semoga menyembuhkannya. Ia harus sadar bahwa menyakiti anak lain dengan
mengancam dan menakut-nakuti itu sama sakitnya dengan sebuah pukulan. Jangan sampai ia melakukan hal yang sama kepada anak lain di kemudian hari.
Cara-cara sederhana di atas
memang tidak mungkin mengatasi semua permasalahan bullying, khususnya yang terjadi
di sekolah. Ada banyak faktor yang melatar belakangi setiap peristiwa bullying
yang terjadi. Saya pribadi sebagai seorang ibu biasanya sedih dan marah setiap
kali menyaksikan, membaca, atau mendengar kasus bullying. Setelahnya, saya
belajar lagi tentang memahami fakta yang terjadi dan berbagai sudut pandang
yang bisa diambil dari kasus tersebut. Bagaimana dengan Anda? Adakah cara lain
yang ampuh selain empat langkah di atas? Yuk, sharing! :)
Salam,
Tulisan ini diikutsertakan dalam program Tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN
Sumber gambar: pixabay & pexels
Referensi: artikel Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Referensi: artikel Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
3 comments
Penting bgt ya spy anak bisa bersikap asertif
ReplyDeleteBullying ini memang PR banget buat orang tua dan guru. Karena tanpa sadar bullying pun bisa dilakukan oleh ortu atau guru. Saya sendiri masih terus belajar bagaimana caranya menegur anak tanpa nyrempet2 bullying. Karena anak yg terkontaminasi bullying dari rumah sangat bisa menjadi pelaku bullying juga.
ReplyDeleteSaya selalu bertanya pada anak bagaimana dia bermain sama anak. Saya juga ajarkan jangan mengecek dan bebuat tidak baik sama teman. Jadi kita tahu apa yang dilakukannya di luar rumah. Berbicara dengan anak adalah kunci
ReplyDelete