[Resensi] Gadis Pecinta Hujan yang Kesepian




Januari masih tersisa lima hari lagi. Demikian juga dengan hujan. Masih belum ada tanda-tanda ia ingin undur diri. Hujan, tidak sedikit yang bersungut-sungut karena kedatangannya. Tapi tidak terhitung pula yang menyukai kehadirannya. Bagi para pecinta hujan, biasanya mereka mengawalinya dengan doa. Agar hujan datang membawa rahmat, dan bukan bencana. Ada pula yang menjadikannya sumber inspirasi. Maka hujan tertuang dalam berbagai deskripsi warna-warni yang berwujud puisi, lagu, cerita pendek, hingga novel. Resensi buku saya kali ini pun ingin berbicara tentang hujan dan seorang gadis kesepian yang mencintainya.


Buku ini berjudul Gadis Pecinta Hujan yang Kesepian, sebuah judul berima yang membuat penasaran. Mengapa dia bisa sampai merasakan kesepian, sih? Judul bukunya diambil dari tulisan juara favorit 1 hasil lomba menulis flash fiction 200 kata yang diselenggarakan oleh Mazaya Publishing House, pada bulan Juli 2017 yang lalu. Penulisnya adalah seorang gadis muda berbakat yang berasal dari Serang, Banten, Eka Agustina, yang biasa juga memakai nama pena Tina Han. Saya menjadi teman facebook gadis yang ramah ini beberapa waktu yang lalu. Kesan saya untuk flash fiction-nya ini: kaya diksi dan keren, dengan twist ending yang bikin melongo. Good job, Dear!


Eka Agustina memakai POV1 atau sudut pandang orang pertama di dalam flash fiction-nya ini. Pada halaman ke-57, ‘aku’ berkisah tentang dirinya, seorang gadis romantis, yang begitu mencintai hujan. Hujan yang datang seakan membawa serta sebentuk kerinduan. Rindu yang teramat sangat dan bercampur dengan kepedihan. Ya, ia jadi merasakan sebuah kesepian yang menyakitkan. Duh, andaikan saya berada di sampingnya, ingin rasanya menguatkan bahunya. Atau menawarkan secangkir kopi panas berikut obrolan hangat sehingga sepinya pergi. 

Saya ingat bahwa silent depression itu berbahaya, tapi sebenarnya bisa diatasi. Salah satunya dengan bentuk perhatian yang sungguh-sungguh dari orang sekitarnya. Tapi, rupanya ‘aku’ punya cara sendiri agar dia tidak merasa kesepian lagi. Dan itu… membuat saya seperti tidak bisa berkata-kata. Penasaran? Coba mampir ke akun facebook Eka Agustina ini, ya. Karena si penulis pernah membagikan tulisan juaranya ini di sana. Lebih bagus lagi kalau memesan buku ini ke penerbitnya, hehe. *promosi, pula.

Saya sendiri lagi-lagi menjadi kontributor di buku yang menjadi buku antologi keempat saya ini. Ada dua flash fiction saya yang tampil di buku ini, yaitu Love Sacrifice di halaman 87 dan Tetangga Galak di halaman 155. Seperti pada buku antologi ketiga, dua tulisan saya ini juga terinspirasi dari kisah nyata keseharian yang sedikit saya beri bumbu agar lebih sedap rasanya. Nah, sekarang saya ingin berperan sebagai emak pecinta hujan yang berbaik hati yaitu dengan membagikan dua flash fiction saya di sini. Selamat membaca!


Love Sacrifice
Oleh: Tatiek Purwanti

“Beli mobil satu lagi dong, Mas,” pinta istrinya sepekan lalu.
Sebenarnya mobil mereka masih tergolong bagus. Ketinggalan zaman, alasan istrinya. Seperti biasanya, Yudi mengiyakan.

Untuk istri cantiknya itu, apa sih yang tidak? Selama dua tahun pernikahan, semua keinginan istrinya pasti dikabulkannya. Demi cinta, harus ada pengorbanan.

“Kami sudah ingin menimang cucu,” ujar ayahnya bulan lalu.
“Anita belum siap,” jawabnya.

Sejujurnya Yudi juga rindu tangisan bayi. Tapi ia tidak ingin mengusik Anita yang sedang menikmati karirnya. Yudi sudah siap konsekuensinya. Ia selalu bangga menikahi Anita, gadis tercantik di kampusnya.

Yudi merasa tidak salah pilih. Karirnya terus melesat semenjak menikah. Tapi sebenarnya ia tidak punya tabungan. Semua habis untuk gaya hidup gemerlapan.

Mobil mahal keluaran terbaru itu sudah di garasi. Yudi tersenyum, tapi ada gelisah. Itu diperolehnya dari megutak-atik keuangan perusahaan. Ia manajer keuangan di sana. Tidak ada jalan lain. Ia yakin tidak akan ketahuan. Semua diperhitungkannya dengan matang.

Yudi pulang lebih awal siang itu. Kepalanya pusing. Jendela kamarnya terbuka. Pasti Anita lupa menutupnya sebelum berangkat bekerja tadi.

“Serahkan kunci mobilmu!” sebuah hardikan diikuti sesosok lelaki berbaju jingga mengagetkannya. Dingin belati menempel ketat di lehernya.
Di jalan raya, sirine mobil polisi meraung-raung. Mereka memburu dua puluh narapidana yang kabur dari penjara semalam. []


Tetangga Galak
Oleh: Tatiek Purwanti

Hidup bertetangga tanpa memandang  bulu itu perlu. Walau kadang tidak nyaman, kita bisa mengambil hikmah dari karakter mereka yang berbeda dari kita. Misalnya karakterku yang kalem ini sering ciut nyali jika ada ibu lain yang memasang muka tidak ramah. Duh, ingin lari rasanya.

Seperti sikap tidak bersahabat yang aku temui beberapa hari ini. Setiap aku melewati halaman depan rumah Bu Qonita, pandangan tajam itu mengawasiku. Padahal aku hanya berhenti sebentar, memperhatikan tingkah laku anak-anaknya yang lucu. Ingin rasanya mengelus kepala mungil mereka. Tapi, jangankan mengelus. Pandangan itu seakan berkata: “Pergi sana! Jangan ganggu anak-anakku!”

“Dia memang galak. Kucingku yang cuma lewat di dekatnya juga kena labrak,” kisah tetanggaku yang lain. Wah, sampai jadi omongan orang begitu.

Tapi aku tidak menyerah. Apalagi aku memang ingin bertandang ke rumah Bu Qonita sore ini, menghantarkan ketupat sayur. Tradisi di kampung kami sepekan setelah lebaran. Tiba-tiba gerimis turun. Aku melangkah cepat.

Aku menjumpainya lagi di sudut halaman. Dia tidak memperhatikanku kali ini. Kulihat ia sigap melindungi anak-anaknya dari tetesan hujan dengan dua sayapnya. Hangat dan aman. Aku tersenyum memandang bulu putihnya. Aku paham sekarang. Ibu ayam memang galak demi melindungi anaknya dari ancaman.

Bu Qonita membukakan pintu yang kuketuk.
“Silakan masuk, Jeng.” []

Boleh memberikan kritik dan saran untuk tulisan saya di atas, ya. Maksud saya sih ingin menghadirkan kesan tegang dan lucu, gitu. Semoga maksud saya bisa ditangkap melalui kata-kata tersebut, yang dibatasi hanya dua ratus itu.

By the way, ada nama lain yang tertera di judul buku yaitu Andi Annisa Ivana Putri sebagai juara favorit 3. Gadis belia yang berasal dari Denpasar ini menulis flash fiction berjudul Kereta di Hari Sabtu yang terdapat pada halaman 79. Ini berkisah tentang seorang gadis penumpang kereta yang selalu berjumpa seorang pemuda bersuara berat di akhir pekan. Walaupun tak saling sapa, ternyata si pemuda juga hapal bahwa keduanya selalu berada dalam gerbong yang sama. Si pemuda selalu membawa bunga anyelir merah di tangannya. Awalnya saya mengira bahwa ending tulisan ini akan berkisah seputar romansa dua anak manusia, ternyata malah lebih dari itu. Ya, flash fiction ini mengingatkan saya bahwa cinta tidak selalu tentang kekasih yang dipuja, tapi juga tentang sosok yang kasihnya tak terhingga sepanjang masa.

Saat saya menyelesaikan tulisan ini, hujan sedang turun dengan derasnya di luar sana. Si kecil saya sedang tertidur lelap bersama impian indahnya. Saya tergoda lagi untuk membuka-buka buku setebal 172 halaman ini. Ada 86 flash fiction yang ingin kembali saya nikmati bersama tetesan-tetesan air hujan yang seakan tidak mau berhenti. Menulis flash fiction itu seru, membacanya pun rasanya juga begitu. Yuk, membaca dengan bahagia!


Info Buku:
Judul buku: Gadis Pecinta Hujan yang Kesepian
Penulis: Eka Agustina, Andi Annisa Ivana Putri, dkk (Finalis lomba menulis flash fiction 200 kata tingkat nasional 2017)
Penerbit: Mazaya Publishing House
Cetakan:  ke-1, Oktober 2017
Tebal: 172 halaman
ISBN: 978-602-6362-59-9


Salam pecinta hujan,





Tulisan ini diikutsertakan dalam program Tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN 

You Might Also Like

3 comments

  1. Mbaaak..Itu yang pertama bagusnyaaa...terus yang terakhir endingnya...tak tertebak. Keren!!
    Saya masih harus belajar lagi bikin FF ini..Mungkin karena biasa nulis ber ratus/ribu kata jadi saat dibatasi bingung sendiri hihihi...#alasannggakmenang hahahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga masih belajar nih. Pas ada lomba FF 100 kata saya ga ikutan, mikir gimana meringkasnya hehe. Nah kalo mbak Dian mah jagonya cerpen, lanjuuut Mbak :)

      Delete
  2. Dulu waktu hujan saya suka ada perasaan sedih campur semangat. Hujan membuat saya sedih tetapi setelah itu muncul sebuah harapan baru di hati yang keluar lewat sebuah doa di dalam hati ☺️

    ReplyDelete