[Fiksi Mini] Hidden Love & Gagal Kurban





Mursidi menyalami beberapa pemuda yang berpamitan pulang. Mereka adalah teman satu kampus Anggara. Acara tahlilan di rumah Pak Gunawan, majikannya, baru saja selesai.
“Sudah ada kabar dari Warsih?” Pak Gunawan yang duduk di sampingnya bertanya untuk kesekian kalinya. Mata pria paruh baya itu masih terlihat sembab.
“Belum, Pak,” Mursidi menjawab cepat, sengaja. Agar ragu-ragunya tidak terlihat.

Pak Gunawan terdiam, beranjak dari sisinya. Di teras sudah menunggu dua orang wartawan media cetak lokal, hendak meminta keterangan terkait peristiwa pembunuhan Anggara dua hari yang lalu. Sementara Bu Aini, majikan perempuannya, masih terus mengurung diri di dalam kamar.
Mursidi berjalan pelan ke arah garasi. Diusapnya Kijang Innova, sahabatnya sehari-hari. Ia mengambil ponsel dari saku celananya. Tangannya bergetar. Ada SMS dari Warsih siang tadi.
“Aku tidak bersalah, Mas. Aku hanya mempertahankan diri. Mas Anggara menyiksaku karena aku tidak menuruti nafsu binatangnya.”
Mursidi memegang dadanya. Ada perang di hatinya. Mana yang harus dipilihnya? Loyalitas pada majikan atau cintanya pada Warsih? []




"Tumben elu di sini jam segini," seseorang menepuk pundakku. Johan.
Aku menjawab dengan malas,
"Elu sendiri? Kenapa sudah balik?"
Johan meringis,
"Cuti dulu, lah. Penghasilan kemarin lumayan."
Aku mendesah. Memandang sekumpulan rerumputan liar di halaman markas kami.
"Eh, iya. Gimana kabar bini elu?" tanya Johan kemudian.
"Butuh biaya banyak. Mana gue gak punya BPJS pula. Gagal juga rencana bini gue membeli kambing kurban."
Johan duduk di sampingku. Ada senyum aneh di wajahnya.
"Dar, lagian ngapain sih orang kayak kita berkurban? Uang kita itu har..."
"Itu hasil tabungan bini gue sendiri," potongku cepat. "Setahun dikumpulkannya dari upah menjadi buruh seterika."
Johan akhirnya terdiam, menjauh. Ia mengemasi beberapa dompet kosong di pojok ruangan yang akan dibakarnya seperti biasa. Menghilangkan jejak.
Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu. Dompet besar berwarna ungu. Aku seperti mengenalnya.
"Elu dapat dari mana ini?" aku terkejut, kurebut dompet itu.
"Oh itu. Kemarin waktu ada kecelakaan, gue mencoba mengambil kesempatan waktu orang-orang berkerumun," jelasnya.
"Gue sikat dompet ini. Terlempar beberapa meter dari TKP. Isinya... wow," mata Johan berbinar.
Jantungku seakan berhenti berdetak. Itu dompet istriku. Ada uang dua setengah juta di sana. Kemarin ia tertabrak mobil dan mengalami gegar otak. Istriku hendak menyeberang ke arah pasar hewan, membeli seekor kambing kurban. []


Note:
Dua fiksi mini di atas pernah saya share di grup facebook "Bebaris" (Belajar Bareng Nulis). Saya simpan di sini sebagai arsip, biar tidak hilang :) Juga karena salah satu konten rutin blog ini ke depan adalah fiksi mini. Semoga saya bisa rutin menulis fiksi pendek yang menyenangkan ini.


Salam,

You Might Also Like

0 comments