Antibiotik, Perlukah untuk Anak yang Diare?



Diare yaitu suatu keadaan saat terjadi perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi cair/setengah cair dan frekuensi buang air besar encernya lebih dari 3 kali per hari dengan/tanpa disertai lendir dan darah.

Hmm, ini dia penyakit yang umum terjadi pada anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ya, karena daya tahan tubuh anak-anak biasanya belum sekuat orang dewasa. Faktor lain misalnya: anak sering memasukkan jari ke mulut, juga makanan dan mainan anak yang tidak higienis.

Berdasarkan jangka waktu terjadinya, diare terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Diare akut, berlangsung sampai dengan 7 hari.
2. Prolong diare, berlangsung selama 8-14 hari.
3. Diare kronis, berlangsung selama lebih dari 2 pekan.

Berdasarkan data, di Indonesia lebih banyak penderita diare akut dibandingkan dengan diare kronis.

Alhamdulillah, sejauh ini Akmal belum pernah mengalami diare akut. Paling banter hanya mengeluarkan tinja sedikit cair, sekali dalam sehari. Besoknya tidak lagi.

Tapi adik bungsu saya dulu pernah mengalami diare akut ketika masih bayi sehingga sempat dilarikan ke rumah sakit. Walaupun diare itu biasa terjadi, kami sekeluarga cukup panik, sih. Alhamdulillah, adik saya 

Antibiotik, Yay or Nay?

Tidak semua kasus diare pada anak disebabkan oleh infeksi bakteri, sehingga tidak perlu antibiotik. Justru sebagian besar diare pada anak itu disebabkan oleh infeksi rotavirus. 

Antibiotik hanya diberikan jika diarenya terbukti disebabkan oleh infeksi, misalnya parasit. Parasit dapat berwujud amuba yang menyebabkan disentri, dengan ciri-ciri: feses sangat berbau, ada lendir, darah, dan anak merasa kesakitan saat BAB.

Penatalaksanaan Diare yang Tepat

Sebenarnya, diare adalah proses tubuh dalam mengeluarkan zat-zat berbahaya seperti: racun, bakteri, dan virus. Jadi saat diare menyerang anak, tidak boleh langsung dihentikan karena akan menghambat pergerakan usus. Pun zat-zat berbahaya malah tertahan di dalam usus.

Prinsip penatalaksanaan diare pada anak yang pertama adalah mencegah terjadinya dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi bisa dilihat pada:

1. Perilaku anak yang rewel, gelisah, dan lemas.
2. Kelopak mata anak terlihat cekung.
3. Anak merasa sangat haus.
4. Saat dilakukan uji tugor dengan melakukan uji cubitan di kulit perut, kulit akan kembali ke bentuk semula dengan rentang waktu lebih dari dua detik.

Jika tanda-tanda di atas tampak pada anak, segera bawa anak ke dokter. Dalam pengawasan dokter, anak yang mengalami dehidrasi akan diberi cairan yang mengandung elektrolit. Juga pemberian probiotik dan zink.

Selama diare, anak tetap boleh diberi makan kecuali jika dia mengalami muntah-muntah. Pisang dan apel adalah buah yang dianjurkan untuk dikonsumsi penderita diare. Kedua buah tersebut mengandung kaolin, pektin, dan kalium yang berfungsi:
a. Memadatkan tinja
b. Menyerap racun
c. Menggantikan kalium yang hilang saat diare

Kedua, mengatasi penyebab diare dengan melakukan 4 langkah berikut ini:

1. Mencuci tangan dengan sabun secara benar, di bawah air yang mengalir. Ada 5 waktu penting cuci tangan yaitu sebelum makan, selesai BAB, sebelum memegang anak, setelah membersihkan anak dari BAB, dan sebelum menyiapkan makanan.

2. Memasak makanan dengan benar, pisahkan antara makanan yang telah dimasak dan belum dimasak, pisahkan antara bahan makanan yang sudah dicuci dengan yang belum dicuci, dan jaga makanan agar tidak dihinggapi serangga seperti lalat.

3. Meminum air minum yang sehat yaitu air yang telah direbus, dipanasi dengan sinar matahari, dan juga proses klorinasi.

4. Mengelola sampah rumah tangga dengan baik. Misal: yang organik dijadikan pupuk, yang non organik dibawa ke TPA. Jangan sampai sampah menumpuk di rumah sehingga mengundang datangnya serangga.

So, walaupun diare ini ibarat 'penyakit sejuta umat', alangkah lebih baik jika anak-anak kita termasuk yang tidak terjangkit. Jikapun terjadi, jangan panik dan jangan sembarangan memberi antibiotik. Oke?


Salam,
Tatiek Purwanti




Sumber:
Disarikan dari tulisan dr. Fitria Fajarwati, Malang

You Might Also Like

0 comments