Belajar dari Rumah Tangga Ali dan Fatimah yang Penuh Berkah

Sumber: IG @romantic_zindagi653

Saat saya masih gadis dulu, kisah menikahnya Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Azzahra selalu bikin baper. Mencintai dalam diam, dan berakhir indah di pelaminan. Keduanya menjadi panutan saya untuk menjadi jomblo bahagia. Pantang pacaran sebelum dihalalkan.

Rumah tangga Ali dan Fatimah pun dipenuhi teladan yang baik tentang bagaimana potret rumah tangga yang penuh berkah. Ya, berkah tentu saja lebih baik dari sekadar merasa bahagia. Ada rahmat Allah di dalamnya yang membuat kedua pasangan tetap saling memahami dalam susah maupun senang.

Fatimah adalah sosok perempuan dan istri yang tangguh. Beliau terbiasa memutar penggiling gandum untuk membuat tepung sehingga alat penggiling itu membekas di telapak tangannya. Beliau juga sering mengambil air memakai geriba (tempat air dari kulit) sehingga membekas di dadanya. 

Fatimah, putri kesayangan Rasulullah itu biasa menyapu rumah hingga bajunya berdebu. Biasa juga menyalakan tungku sehingga menyebabkan bajunya berbercak hitam. Sambil mendidik anak-anaknya, tugas-tugas rumah tangga itu dilakukannya tanpa henti.


Ali bin Abi Thalib adalah sosok suami yang penyayang dan penuh perhatian. Beliau ikut membantu pekerjaan istrinya, namun rasa capeknya tetap terasa. Ali pun mencoba memberi usul agar istrinya meminta pelayan kepada Rasulullah. Tak lain untuk sedikit meringankan pekerjaan sehari-hari itu.

Mereka berdua pun datang ke Rumah Rasulullah dan mengutarakan maksud kedatangannya. Dan inilah jawaban Rasulullah,

"Wahai Fatimah, takutlah kepada Allah, laksanakan kewajiban Tuhanmu, lakukanlah pekerjaan keluargamu. Apabila Engkau hendak tidur, bertasbihlah sebanyak 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali sehingga genap 100 kali. Hal ini lebih baik bagimu daripada seorang pelayan."


Rasulullah tidak mengabulkan keinginan mereka untuk memperoleh pelayan. Inilah rasa sayang pada anak yang sungguh berkesan; tidak memanjakan. Riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah lebih mendahulukan orang-orang yang lebih miskin dari Ali dan Fatimah untuk dilayani.

Walaupun menolak, Rasulullah pun memberi solusi agar rasa berat mengerjakan tugas rumah tangga itu terasa ringan. Ya, dengan berzikir menyebut nama Allah Swt. 


Sungguh, hal ini patut ditiru oleh rumah tangga umat Islam saat ini. Jika kita merasakan kesusahan, ingatlah Ali dan Fatimah yang juga menempati rumah sangat sederhana. Tapi itu justru membuat keduanya semakin dekat dengan Allah Swt.

Ali dan Fatimah pun pernah bertengkar, sama seperti kita. Saat itu Ali merasa marah dan memutuskan untuk pergi ke masjid. Qadarullah, Rasulullah datang ke rumah mereka dan mendapati Ali tidak berada di tempat.

Rasulullah pun menyusul Ali ke masjid. Saat itu Ali sedang tertidur, surbannya jatuh ke tanah. Beberapa bagian tubuhnya terkena pasir. Rasulullah mmebangunkannya dengan lembut. Sikap lembut Rasulullah kemudian mampu meredam kemarahan Ali bin Abi Thalib.

Demikianlah keluarga Ali dan Fatimah yang merupakan potret keluarga harmonis penuh berkah. Mereka diuji Allah dengan kekurangan harta benda, tapi justru semakin dekat dengan-Nya. Mereka pernah bertengkar juga dan disikapi dengan bijaksana oleh Rasulullah.

Imam Ahmad bin Hambal menyebutkan bahwa keluarga Ali dan Fatimah adalah keluarga yang tidak Ada bandingannya. Mereka telah menyikapi hidup dengan sikap terbaiknya. Ya, sikap hidup jauh lebih penting daripada fasilitas hidup.


Tentu saja kita tidak dilarang untuk menjadi orang kaya dengan fasilitas melimpah. Tapi pasti para sahabat Rasulullah -Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar, Utsman bin Affan- adalah juaranya: kaya tapi memilih hidup sederhana. 

Setiap kali membaca ulang kisah rumah tangga Ali dan Fatimah, saya merasa malu sendiri. Saya berusaha keras mencontoh mereka: tidak mengeluh ini-itu, jalani dengan ikhlas, dan tetap ingat kepada Allah Swt.

Bagaimana dengan Anda?



Salam,
Tatiek Purwanti


You Might Also Like

0 comments