Kita sekarang hidup dalam dunia yang dipenuhi hiburan, baik di dunia nyata atau dunia maya. Travelling menjadi pilihan kekinian banyak orang, baik destinasinya jauh atau dekat. Jika memilih di rumah saja, masih ada ponsel pintar, buku, dan televisi yang akan menemani. Semua itu dilakukan untuk menghibur diri dan melepaskan kepenatan hidup, bukan?
Tidak ada yang salah dengan beraneka pilihan hiburan di atas. Tapi sebaiknya kita tidak sampai melalaikan tujuan utama menghibur diri yaitu untuk meraih ketenangan batin dan ketenteraman jiwa.
Maka mari menyimak sabda Rasulullah ketika beliau berkata tentang hiburan yang sebenarnya pada Bilal,
"Hiburlah kami dengan salat, wahai Bilal."
Demikianlah. Rasulullah memilih salat sebagai 'hiburan' di saat perjuangan dakwah beliau begitu berat dan penuh tantangan. Setelah 'menghibur diri' dengan salat, beliau kembali merasakan ketenangan batin dan ketenteraman jiwa. Persis seperti dua tujuan utama seperti di atas.
Hiburan yang kita nikmati via ponsel pintar, buku, dan televisi saat ini bisa berupa puisi, novel, drama, dan film. Kesemuanya tergolong ke dalam karya sastra.
Menurut Budi Darma, salah seorang guru besar sastra, genre sastra itu terbagi dua yaitu sastra serius dan sastra hiburan. Inilah perbedaannya:
Sastra serius adalah genre sastra untuk ditafsirkan atau genre sastra yang cenderung merangsang pembaca untuk menafsirkan/menginterpretasikan karya sastra itu.
Sastra hiburan adalah karya sastra untuk pelarian (escape) dari kebosanan, dari rutinitas sehari-hari, atau dari masalah yang sulit diselesaikan.
Menurut Budi Darma, karena sastra hiburan ini bersifat menghibur maka banyak digemari pembaca. Sastra hiburan disebut juga sastra populer.
Budi Darma menggambarkan tentang ciri sastra hiburan dimana tokohnya tampan, kaya raya, dicintai, dikagumi, dan sanggup mengatasi segala permasalahan dengan mudah. Perfecto. Jadi teringat Bang Fahri AAC, hehe...
Pembaca sastra hiburan tersebut dipancing untuk mengidentifikasi diri bahwa tokoh tersebut seolah-olah adalah dirinya. Lantas si pembaca jadi ikut merasa hebat. Jika kadarnya berlebihan, bisa-bisa pembaca jadi lupa daratan karena terjebak oleh ilusi.
Sastra hiburan ini juga hadir dalam setiap program entertainment di televisi. Penonton bisa betah berjam-jam di depan layar televisi untuk menyaksikan tayangan favoritnya. Terhibur itu pasti. Tapi apakah itu bisa benar-benar membuahkan hati yang tenang dan jiwa yang tenteram?
Seringkali yang terjadi adalah sebaliknya. Penonton yang terlalu larut menjadi terbuai angan-angan dan kecanduan tayangan secara berlebihan. Bila tayangannya berupa acara hura-hura dan candaan yang berlebihan, si penonton sebenarnya telah membuang waktunya sia-sia.
Jadi, sebaiknya pemirsa televisi bisa memilih program yang tidak sekadar menghibur tapi juga mendidik. Seharusnya yang ditayangkan pada jam prime time adalah program edutainment, bukan sinetron melulu ;)
Saya sendiri masih terus berlatih agar setiap sastra hiburan yang saya baca dan saya tonton bisa saya temukan hikmah di baliknya. Hikmah akan mendekatkan hati ke arah perenungan mendalam yang berujung ketenangan.
Sebagai seorang muslimah, saya juga bersyukur bahwa rangkaian ibadah seperti salat, membaca Alquran, dan berpuasa mengandung 'hiburan' juga jika dilaksanakan penuh kekhusyuan.
Sekarang saya berada di bulan Ramadan 1440 Hijriyah, bulan penuh 'hiburan' dari Yang Maha Rahman. Itu sudah cukup bagi saya sehingga saya merasa tidak butuh menonton acara hura-hura yang tayang saat sahur itu.
Bagaimana dengan teman-teman?
Salam,
Tatiek Purwanti
Sumber:
Penuturan Bapak Syaiful Arifin dan pengalaman pribadi
Sumber gambar: pixabay
0 comments