Pada tulisan yang pertama, saya mengulas tentang kelas menulis artikel secara online. Di bagian kedua ini kelas menulisnya pun juga online yaitu kelas menulis cerita anak. Sebuah kelas menulis yang mempelajari tentang genre cerita anak dengan segmen pembaca anak-anak. Saya merasa wajib juga untuk menguasainya. Pastinya lebih istimewa jika seorang ibu tidak hanya membacakan cerita untuk anaknya, tapi juga bisa menuliskan sendiri ceritanya.
Menulis itu bisa dan berhak dilakukan oleh siapa saja. Bukankah semua orang yang memiliki akun sosial media sejatinya menuliskan apa yang dialami, dirasakan, dan dipikirkannya? Tapi tidak semua orang yang menulis lantas disebut sebagai seorang penulis. Seperti profesi lain pada umumnya, untuk memiliki sebutan itu diperlukan niat kuat lalu belajar dan berusaha. Man jadda wajada. Pasti kita semua hapal dan paham artinya.
Ada yang mengatakan bahwa seseorang bisa menulis karena semata ia berbakat. Tapi menurut saya, setelah bakat harus ada aksi lanjutannya. Bakat menulis itu ibaratnya benih di genggaman tangan yang tidak akan tumbuh jika kita tidak mulai menanam, menyiram, dan melakukan perawatan segala rupa. Bakat menulis memang bisa muncul sejak kecil, misalnya karena seseorang didorong orang tuanya untuk gemar membaca. Lantas ia pun terbiasa menuliskan apa-apa yang telah dibacanya. Tapi banyak juga penulis yang menyadari bahwa ia harus menulis setelah ia dewasa agar ilmu yang sudah melekat tetap terikat, supaya ia bisa mencerahkan sekitarnya, dan berbagai motivasi menulis yang lainnya.
Kemarin, tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Kita sebagai anak bangsa pasti sudah hapal di luar kepala isi dari tiga sumpah itu. Jika pun tidak sama persis dengan teksnya, minimal kita mengerti hakikatnya.
Pada teks yang ketiga berisi tentang pernyataan para pemuda Indonesia untuk menjunjung tinggi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Saya jadi teringat sebuah bacaan lama yang bertema hampir sama; menjaga wibawa bahasa Indonesia. Itu bersumber dari wawancara majalah Tarbawi dengan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. H. Adeng Chaedar Alwasilah, MA, Ph.D.
Berikut cara menjaga wibawa bahasa Indonesia menurut pernyataan dari pakar bahasa tersebut.
1. Kecintaan pada Bahasa di Jenjang Sekolah Dasar
Anak-anak di Indonesia, apalagi di pedalaman, biasanya menggunakan bahasa daerahnya sejak kecil. Mantapkan saja penggunaan bahasa daerah itu di rumah dan di jenjang sekolah dasar. Sehingga mereka menikmati bahwa belajar bahasa itu mudah, seperti komunikasi yang sehari-hari mereka alami. Pada tahap ini, kebiasaan membaca buku juga sebaiknya sudah menjadi rutinitas harian anak.
2. Penguasaan Bahasa Indonesia oleh Orang tua dan Pendidik
Orang tua harus menyadari bahwa pelajaran bahasa Indonesia di sekolah itu penting dan sebenarnya merupakan pembelajaran dari semua bidang studi. Jangan dianggap enteng, mulailah dari keteladanan di rumah. Karena selain berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk berpikir dan belajar. Untuk para pendidik, mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar bukan hanya tugas dari guru bahasa Indonesia. Bukankah sebenarnya semua guru bidang studi (selain mata pelajaran bahasa lain) juga mengajar menggunakan bahasa Indonesia?
3. Menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmiah
Orang bisa bangga berbahasa Inggris karena bahasa tersebut adalah bahasa ilmiah, bahasa sains dan teknologi. Bahasa Indonesia pun punya kesempatan yang sama. Penerbitan buku-buku bertema keduanya dalam bahasa Indonesia harus ditingkatkan lagi. Termasuk buku-buku pengantar untuk mahasiswa di semester satu yang biasanya memakai buku teks berbahasa Inggris. Ini menjadi PR bagi para akademisi untuk menulis sendiri buku teks bagi mahasiswanya dalam bahasa Indonesia. Selain kemampuan menulis para akademisi akan teruji, unsur wawasan kebudayaan sendiri pun bisa dimasukkan. Mempelajari bahasa Inggris dan bahasa asing lain itu akan mudah jika kita juga mencintai seluk beluk bahasa kita sendiri.
4. Menulis Segala Hal tentang Indonesia
Bahasa Indonesia berpeluang untuk menjadi bahasa pengantar internasional. Kita bisa memulainya dengan menuliskan segala hal yang menarik tentang Indonesia dalam bentuk artikel di media massa. Biasanya orang asing yang tertarik dengan Indonesian Studies akan mencari informasi tentang itu. Mereka yang ingin mengenal Indonesia, pasti nanti juga ingin mempelajari bahasa Indonesia pada akhirnya.
“Dengan bahasa kita bisa menguasai ilmu dan tanpanya kita akan berada dalam kegelapan (kebodohan).”― Dian Nafi, penulis buku "Mesir Suatu Waktu"
Sumpah yang diucapkan oleh para pemuda dari Jong Java, Jong Celebes, Jong Soemantranen Bond, dan organisasi lainnya telah terekam oleh sejarah. Menjadi tugas kita semua untuk mewujudkan ketiga sumpah itu sesuai kemampuan kita masing-masing, termasuk upaya kita menjunjung bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.
Salam cinta bahasa Indonesia,
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT27
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post
Referensi:
Majalah Tarbawi, edisi 314, tahun 15, terbit 6 Maret 2014
Tanggal 27 Oktober adalah Hari Blogger Nasional yang diperingati sejak sepuluh tahun yang lalu. Sayangnya, saya baru tahu akan hal itu. Duh, malu. Memang ada sebabnya, sih. Walaupun saya sudah mengenal dan punya blog sejak tahun 2010, tapi 'rumah kedua' saya itu mati suri. Dan ternyata setelah lebih sering nge-blog lagi, beberapa info terbaru pun saya dapati. Termasuk tentang informasi Hari Blogger Nasional yang menjadi 'tugas khusus' pada program One Day One Post di hari kedua puluh enam ini.
Kisah tentang si Rumah Kedua
Saya mengenal blog sejak September 2010. Suami saya sudah terlebih dulu punya blog dan saya belajar darinya. Sederhana saja sih blog pertama saya yang ber-platform blogspot itu. Saya niatkan untuk lebih banyak berlatih menulis di sana dan saya menyebutnya sebagai rumah kedua.
Blog itu seharusnya menjadi tempat saya pulang dan menumpahkan segala rasa. Pada kenyataannya, sebagian isinya ada yang meng-copy paste tulisan orang lain. Duh, saya waktu itu tidak tahu adabnya. *tutup muka. Ditambah lagi dengan kehadiran facebook yang saat itu begitu menyita perhatian. Menulis di facebook terasa lebih mudah, kenapa harus susah-susah memposting di blog? Maka saya pun terlena.
Mengenal si Rumah Ketiga
Pada tanggal 12 November 2014 saya mencoba menempati rumah ketiga. Apa itu? Kompasiana, sebuah wadah jurnalisme warga yang menggabungkan konsep blog dan media sosial. Berawal dari browsing dan penasaran ingin menjadi Kompasianer, sebutan untuk blogger di Kompasiana.
Ada banyak program di sana termasuk kompetisi blog yang hanya bisa diikuti oleh para Kompasianer. Juga blogshop, diskusi bulanan, dan kopdar yang tidak saya ikuti perkembangannya. Saya mah nulis saja niatnya. *anak manis. Total ada empat belas tulisan saya di Kompasiana sampai dengan pertengahan tahun lalu. Jauh sekali dari kata produktif. Kesibukan kerja yang saya jadikan alasannya. *halah... Sering menulis, sih. Sekali lagi... di facebook. Hmm.. Tulisan-tulisan itu tenggelam karena sering tidak saya beri hashtag.
Belakangan saya tahu mengapa saya tidak konsisten menempati rumah kedua dan ketiga saya yaitu karena saya belum menjadi anggota komunitas blogger. Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan tiga komunitas blogger termasuk Blogger Muslimah Indonesia. Padahal saya masih anggota baru, tapi segera merasakan atmosfer positif untuk lebih rajin menulis di blog. Kali ini rumah baru saya memakai wordpress gratisan, yang mulai saya isi sejak tahun 2015.
Mengambil Pelajaran dari Dua Perempuan
Tentu saja banyak blogger perempuan yang memberi saya inspirasi. Saking banyaknya, mungkin tidak akan cukup jika ditulis di sini. Maka jika saya menyebut dua orang saja itu karena mereka saya 'kenal' di titik tertentu saat saya mulai mengenal blog dan mulai berusaha bangkit lagi.
Ada yang pernah mendengar nama Heather Armstrong? Saya mengetahuinya saat membaca buku tentang seluk beluk blog terbitan tahun 2009. Ia adalah seorang full time blogger dari Amerika, pemilik situs www.dooce.com. Heather memperoleh penghasilan dari blognya yang ia bangun sejak Februari 2001 itu. Bayangkan, pengunjung blognya bisa mencapai 850 ribuan dalam sebulan. Maka ia bisa menghidupi keluarganya dari income itu, bahkan saat suaminya harus kehilangan pekerjaan.
Yang menarik dari Heather adalah kedisiplinan dan sikap pantang menyerahnya. Ia yang semula adalah seorang web designer harus menerima kenyataan dipecat dari pekerjaannya. Itu karena dooce.com yang berisi kisah hidupnya juga mengulas tentang orang-orang di tempat kerjanya. Atasan Heather tidak menyukai tulisan-tulisan tersebut dan segera memecatnya. Heather tidak menyerah setelah peristiwa itu. Ia tetap konsisten nge-blog dan akhirnya memetik hasil manis seperti tersebut di atas.
Perempuan yang kedua adalah Teteh Indari Mastuti, CEO-nya Indscript Creative. Saya kira, tidak perlu menjelaskan tentang kiprah beliau di dunia bisnis dan tulis menulis. Keren lah pokoknya. Yang masih menempel di ingatan adalah saat beliau berkata bahwa blog-nya adalah warisan berharga untuk anak-anaknya kelak. Putri sulungnya sudah mulai membaca-baca isi blog yang ditulisnya sejak lama itu. Saya pun membayangkan hal yang serupa pada putri saya yang juga gemar membaca. Maka ini adalah tentang mewariskan ilmu dengan cara yang tidak biasa pada generasi Z seperti dia. Butuh penyajian tulisan dengan baik, penuh hikmah, dan kisah teladan di dalam setiap postingan.
Intinya, saya belajar dari keduanya tentang memberi manfaat lewat tulisan, serta tentang kesabaran dan kedisiplinan. Saya adalah blogger belum apa-apa, tapi ingin tahu apa-apa. Kerja keras untuk meraihnya sedang menunggu dan Hari Blogger Nasional kali ini pun menjadi semacam trigger bagi saya. Dengan tambahan kata 'Muslimah' di belakang kata blogger, maka ada tanggung jawab lebih di sana. Bahwa menulis tak sekadar urusan duniawi tapi juga akan terbawa sampai ke negeri akhirat nanti.
Selamat Hari Blogger Nasional 2017
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT26
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Begitu gerbang pernikahan dimasuki seorang perempuan, maka peran barunya segera menanti; seorang istri. Di dalamnya ternyata penuh berisi kejutan dan keunikan. Segala teori yang pernah dipelajari memang bisa diterapkan. Tapi kadang menjalankannya harus dilalui dengan perjuangan yang tidak persis sama, sering pula harus berurai air mata.
Kisah pun bertambah saat si kecil hadir di rumah. Satu, dua, tiga anak, bahkan ada yang jumlahnya membuat orang berdecak. Ada yang senang hati melalui hari-harinya, tapi tak sedikit yang tertatih mengeja kata bahagia. Ini tentang menjalankan peran sebagai istri dan ibu dalam keseharian. Mengapa yang satu bisa mengatasi tantangan dan yang lain sering dihajar rasa bosan?
Berikut adalah empat kemungkinan yang menyebabkan para ibu sering bosan menikmati peran. Yuk, kita cocokkan!
1. Merasa Terbebani
Baik ibu yang berjuang di ranah domestik, berkarya di luar rumah atau pun yang melanjutkan sekolah, semuanya punya kewajiban yang harus diemban. Kadang kewajiban melayani suami dan anak membuat dada sesak. Di luar itu, kewajiban yang lain pun menunggu.
Coba tarik napas perlahan, lalu hembuskan. Pikirkan sekali lagi bahwa peran sebagai istri dan ibu itu istimewa sekali. Iya, menguras tenaga dan pikiran. Tapi jika kita berusaha menikmati dan mensyukuri, detik-detik yang dilalui akan terasa berarti. Jadi, apa yang kita hadapi sebenarnya bukan beban tapi adalah berbagai bentuk kenikmatan dengan cara mempersembahkan pengabdian.
Fathimah binti Rasulullah yang menjadi perempuan penghulu surga juga pernah mengeluh kepada ayahnya tentang beratnya hari-harinya. Dan kita semua tahu jawabannya: kerjakan saja dan ingatlah Allah Ta’ala. Yuk, selesaikan tugas kita sambil berzikir kepada-Nya.
2. Ingin Serba Sempurna
Oke, kita bukan Fathimah binti Rasulullah yang kuat dalam zikirnya lalu menjadi kuat pula tekad dan badannya. Tapi kita sepakat bahwa zikir kita fungsikan sebagai sumber kekuatan dari dalam. Benahi lagi sumber kekuatan dari luarnya. Jika serba sempurna membuat lelah fisik dan lelah psikis, maka capailah target harian yang lebih realistis.
Pastinya ini bukan dalam rangka bermudah-mudah dan berleha-leha. Kita harus jujur dulu pada diri sendiri tentang seberapa maksimal kekuatan kita. Lalu delegasikan atau mintalah bantuan untuk sebagian tugas yang tidak bisa terselesaikan. Tak semuanya harus kita rampungkan dengan kedua tangan kita, bukan?
Sesekali mintalah suami membantu tugas-tugas rumah tangga. Coba alihkan cucian ke laundry jika memang kita sudah tak sanggup lagi. Kadang, memesan katering halal pun tak masalah saat kita benar-benar lelah. Rehat sejenak bisa jadi solusi saat tugas-tugas seakan memberatkan hati. Setelah itu rasakan bahwa berdamai dengan keadaan akan membuat kita bisa menjaga jarak dari kebosanan.
3. Terlalu Haus Apresiasi
Penghargaan dan pujian ibarat pupuk bagi tanaman. Ibu yang hasil kerja dan karyanya mendapatkan keduanya akan lebih bersemangat lagi menjalani hari-hari. Keduanya biasanya kita dapat jika apa yang kita lakukan mencapai sasaran yang diharapkan. Jika belum sampai pada taraf pencapaian rata-rata, pastinya penghargaan dan pujian hanya akan jadi impian. Tata ulang lagi cara kita agar apa yang kita lakukan bisa mendekati kriteria berprestasi.
Dan tetap harus diingat bahwa keduanya bukan tujuan utama. Hasil kerja keras kita harus kita niatkan dari awal untuk menggapai ridha Allah Ta’ala. Setelah itu, yang penting adalah penghargaan dan pujian dari suami kita. Jika orang lain tidak menghargai tapi suami sendiri yang mengapresiasi, bukankah itu jauh lebih indah?
Maka, terlalu haus apresiasi hanya akan melelahkan diri sendiri. Ambil itu secukupnya saja dan gunakan untuk membuat rasa bosan akan rutinitas harian menjauh dari hadapan.
4. Membandingkan Keadaan
Pilihan jalan juang tiap ibu berbeda, cara-caranya mengaktualisasikan diri juga. Suatu hal yang wajar jika kondisi keseharian kita akhirnya tidak sama. Melihat warna-warni di sekitar tentu saja boleh, asal tak lantas menjadikan kita terus saja menoleh. Bisa-bisa menabrak tiang, sayang!
Melihat sekeliling itu sebaiknya untuk jadi bahan introspeksi diri dan inspirasi. Bukan malah akhirnya menjadikan kita lupa bersyukur atas segala karunia. Apa yang tampak oleh mata di sosial media tentang segala rupa bahagia, ikutlah juga merasa senang melihatnya. Tetangga kita bertambah sukses dan kaya, syukurilah juga. Sesederhana itu sebenarnya.
Ingatlah, bahwa kita bukanlah pusat dari semesta. Tidak harus kita yang selalu jadi bintangnya. Ada bintang-bintang lain yang juga terang sinarnya. Yuk, sama-sama bersinar walaupun mungkin dengan cara yang berbeda!
Bosan itu sebenarnya sifat alami manusia, termasuk kita para ibunda. Tapi jangan biarkan ia menguasai diri kita terlalu lama. Empat hal di atas hanya sedikit dari pemicu kebosanan yang bisa ‘mematikan’. Jika Anda punya penyebab lainnya, silakan berbagi di sini. ^_^
Selamat menikmati hari,
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT25
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Beberapa hari setelah lahir, terdapat bruntusan di muka si adek. Karena dulu si kakak tidak mengalaminya, saya pun mencari tahu. Ternyata itu namanya dermatitis atopik atau biasa disebut sebagai eksim anak. Itu adalah jenis peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal. Orang-orang yang menjenguk si adek menyarankan begini dan begitu. Tentu saja tidak begitu saja saya terima sarannya. Kulit bayi kok dibuat coba-coba.
Setelah menemui bidan desa dan membaca saran dari seorang teman, saya pun mencoba mengoleskan krim Elocon yang saya beli di apotik. Krim ini mengandung 1 mg mometasone furoate. Saya oleskan tipis di kulit wajahnya setiap selesai mandi, cukup satu kali sehari. Alhamdulillah, dalam tiga hari bruntusan itu pun mulai menghilang. Sampai kini bruntusan itu tidak pernah muncul lagi.
Tapi tentu saja saya tetap waspada menjaga kesehatan kulitnya, khususnya kulit wajahnya. Di antaranya dengan menjaga kebersihan air hangat untuk mandinya, higienitas waslap untuk menyeka mukanya, kebersihan handuknya, menggunakan sabun mandi cair untuk bayi, dan hanya memakai bedak padat bayi untuk mukanya.
Di bawah ini adalah beberapa tips yang saya rangkum dari tulisan dr. Dewi Inong, Sp.KK tentang perawatan kulit pada bayi dan balita. Beberapa di antaranya saya terapkan juga.
1. Memilih Sabun Mandi
Sebaiknya gunakan sabun yang tidak terlalu basa atau ber-pH seimbang (4.5 - 5.5) sehingga kulit bayi tidak kering. Sabun bayi batangan tergolong ber-pH tinggi, maka sebaiknya memilih sabun mandi cair untuk bayi. Selain tidak pedih di mata, sabun mandi cair biasanya mengandung lemak dari minyak kelapa atau minyak zaitun yang berfungsi sebagai pelembab.
Bagaimana jika kulit bayi mengalami eksim dan tergolong berkulit sensitif? Hindari menggunakan sabun yang mengandung zat antiseptik, karena bisa memperparah kondisi kulit. Zat antiseptik adalah bahan kimia untuk membunuh kuman di kulit, sementara kulit gatal itu mayoritas disebabkan oleh iritasi dan alergi.
2. Mencuci Rambut Bayi
Pada umumnya, sampo untuk mencuci rambut bayi kini tidak pedih di mata. Tingkat keasamannya dibuat khusus hampir sama dengan pH air mata. Cuci rambut si kecil sekitar tiga kali dalam seminggu, jangan setiap hari. Kecuali jika kondisi rambut kotor, misalnya setiap hari berkeringat karena cuaca yang panas bercampur debu yang menempel setelah keluar rumah. Terlalu sering keramas menyebabkan kulit kepala kering dan rambut kusam.
Hindari pemakaian sampo yang berkondisioner dan mengandung anti ketombe. Sampo anti ketombe yang mengandung selenium sulfida bisa meracuni otak dan jaringan saraf bila dipakai dalam jangka panjang. So, cek dan ricek lagi kandungan bahan sampo-nya ya, Bunda.
3. Perlukah Memakai Bedak?
Saya kini memilih untuk tidak memakaikan bedak pada si kecil. Pada awal kelahiran pernah saya pakaikan sebentar di area lipatan paha dan ketiak untuk menghindari lecet karena gesekan. Menurut dr. Dewi, bedak bayi mengandung bubuk magnesium silikat yang kandungannya sama dengan asbes untuk atap. Jika sampai terhirup bayi, bisa menimbulkan penyakit pada paru-paru.
Jika tetap memilih untuk membedaki bayi, selain mencegah agar jangan sampai terhirup, juga pastikan kondisi kulit benar-benar kering dan bersih sebelum diberi bedak. Cara membedaki sebaiknya dengan ‘ditutulkan’ tipis-tipis pada kulit. Bisa juga diletakkan di tangan ibu yang sudah bersih, baru diusapkan pada kulit bayi. Hindari untuk memberi bedak pada alat kelamin bayi karena bisa menyumbat saluran air seni pada bayi laki-laki dan menimbulkan benjolan pada vagina bayi perempuan.
4. Minyak Telon Yang Legendaris
Dari dulu hingga kini, minyak telon dipakai untuk menghangatkan kulit bayi setelah mandi. Bila kulitnya tifak bermasalah setelah memakainya, teruskan saja. Tapi bila setelah memakainya jadi timbul kemerahan, kering, bahkan sampai mengelupas tentu saja harus dihentikan. Sebagai penggantinya, segera pakaikan baju yang berbahan tebal sehingga bayi merasakan kehangatan.
5. Baby Cologne, Baby Cream, dan Baby Lotion
Bayi yang harum pastinya lebih menyenangkan untuk dicium. Tapi penggunaan wewangian sebenarnya tidak harus diberikan. Apalagi jika bayi berkulit sensitif. Jangankan memakai cologne, pewangi pakaian pun harus dihindari. Untuk bayi yang tidak bermasalah kulitnya, pilih cologne yang tidak mengandung alkohol dan berbahan dasar alami (bunga).
Baby lotion sebenarnya ditujukan untuk bayi berkulit kering (penderita eksim) atau yang sering berada di ruangan ber-AC. Keduanya berfungsi sebagai pelembab kulit, sebaiknya pilih yang tanpa pewarna dan pewangi. Untuk bayi berkulit normal, pemakaian berlebih justru bisa menyumbat pori dan menimbulkan biang keringat.
Sedangkan baby cream biasanya digunakan di area lipat paha, khususnya untuk bayi yang memakai popok atau diaper. Kandungan krim yang pekat itu menutup kulit dan melindunginya dari air seni dan feses yang bisa menyebabkan iritasi.
Inti dari perawatan kulit pada bayi adalah agar kulit mereka tetap sehat, bukan sekadar menjadikan mereka bayi-bayi cantik dan tamvan 😁. Tidak harus harum mewangi sepanjang hari tetapi punya efek di belakang hari. Pastinya, jika ada keluhan pada bayi setelah bunda berusaha melakukan perawatan mandiri, segera konsultasikan kepada bidan atau dokter anak Anda. Silakan berbagi tips yang lainnya di sini. ^_^
Salam bunda cermat,
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪
#ODOPOKT24
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Suatu malam, saya dan si kakak berjalan kaki sepulang dari membeli keperluan sekolahnya di sebuah toko alat tulis yang tidak jauh dari rumah. Suasana lalu lintas di malam itu lumayan padat merayap. Di antara para pemotor yang memenuhi jalan raya itu, ada serombongan pengendara yang memakai jaket hitam. Saya menebak mereka adalah jamaah salah satu majelis shalawat yang sering mengadakan acara di Malang Raya. Benar saja, tulisan di bagian belakang jaket itu mempertegas siapa mereka. Ya, jaket komunitas yang mereka pakai merupakan sarana memperkenalkan diri tanpa harus berbicara.
Saya sendiri memiliki 9 jaket komunitas. Selain sebagai simbol identitas, inilah catatan saya tentang jaket tersebut.
1. Seperti Album Kenangan
Kesembilan jaket tersebut saya miliki saat saya masih menjadi bagian dari komunitas yang tertulis di jaketnya. Sekadar memandang mereka saja bisa membangkitkan kenangan lama. Hampir sama efeknya seperti saat membuka-buka kembali album foto lama dan tersenyum-senyum karenanya.
2. Memiliki Barang Limited Edition
Baru saya sadari bahwa semua jaket yang tergantung di lemari saya ternyata adalah jaket komunitas. Artinya, saya tidak pernah dengan sengaja membeli jaket polos sebagaimana saya membeli jenis pakaian yang lain. Maka, memiliki jaket komunitas berarti memiliki salah satu jenis pakaian yang limited edition. Tidak akan ada yang menjual di pasaran karena ada tulisan tertentu yang disematkan di situ. Model jaket dan jenis kain boleh sama, tapi pasti tidak akan sama persis seperti milik kita.
3. Sahabat di Saat Hujan Lebat
Saya saat ini tidak memakai jaket-jaket tersebut setiap hari. Dulu pernah sih memakai mereka setiap hari secara bergantian yaitu pada saat saya masih bekerja dan harus naik motor menuju ke kantor. Setelah tidak lagi bekerja, tentu saja para jaket tetap berguna sebagaimana fungsinya seperti pada umumnya. Ya, musim penghujan segera tiba dan saya akan mengeluarkan mereka dari tempat persembunyiannya. Memakaianya saat hujan melanda ibarat sebuah pelukan hangat.
4. Memancing pembicaraan
Bagaimana jika jaket komunitas kita dipakai orang lain? Beragam cerita bisa saja muncul karena si pemakai sebenarnya bukan bagian dari komunitas tersebut. Seperti kisah adik saya yang meminjam salah satu jaket saya dan berpapasan dengan orang lain yang memakai jaket serupa. Akhirnya mereka jadi bertegur sapa, “Lho, kok sama? Kamu siapa? Bla… bla… bla.”
Nah, itulah empat hal yang terlintas di pikiran saya tentang jaket komunitas. Sebuah ide sederhana yang akhirnya menjadi tulisan singkat ini, hehe. Maklum, saya Mrs. Deadliner 😁 Ide yang dipicu oleh pengumuman Pre Order Jaket Blogger Muslimah Indonesia beberapa hari yang lalu. Tentu saja saya langsung tertarik untuk memesannya. Senangnya karena koleksi jaket saya akan bertambah satu. Yuk, ikutan pesan juga!
Salam jaket lover,
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪
#ODOPOKT23
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post
Saat memutuskan untuk memakai aplikasi Telegram beberapa bulan yang lalu, salah satu channel yang saya cari adalah milik ustaz Salim A. Fillah. Senangnya bisa join di sana karena saya jumpai berbagai quotes yang sarat ilmu dan seperti biasanya, memakai diksi yang indah. Ustaz Salim memang merupakan salah satu dai yang buku-bukunya menghiasi rak buku kami. Maka saat ada kabar dari channel tersebut bahwa beliau akan mengisi kajian di Malang dalam waktu dekat, alangkah senangnya.
Saya dan suami mulai menyusun rencana untuk mengikuti kajian tersebut. Sambil berharap agar kajiannya diselenggarakan saat hari Sabtu atau Ahad, ketika suami saya ada di rumah. Saya baru membaca info matangnya pada hari Jumat, tanggal 20 Oktober kemarin. Ada dua jadwal kajian yang diselenggarakan pada hari Sabtunya, pagi dan sore. Maka kami memutuskan untuk mengikuti yang sore hari saja. Walaupun ternyata harapan tidak seindah impian.
Kajian tersebut diselenggarakan oleh Pemuda Hijrah Malang di masjid Abu Dzar Al Ghifari, perum Griyashanta. Untuk dapat mengikutinya, calon peserta kajian harus mendaftarkan diri dulu via online. Sabtu pagi saya baru ‘ngeh’ tentang itu dan mulai membuka link pendaftaran yang ditunjukkan. O-ow, seat untuk jamaah perempuan ternyata sudah penuh. Berbeda dengan jatah untuk jamaah laki-laki yang masih ada lowongan. Saat saya mencoba mendaftar itu, masih tersedia 615 seat lagi untuk jamaah laki-laki. Alhasil, hanya suami saya saja yang berhasil melakukan pendaftaran. Dan saya… menangis di pojokan. 😭
Pada setiap rencana yang gagal dilaksanakan pasti ada alternatif lain sebagai kegiatan pilihan. Maka walaupun saya gagal berangkat, ada hiburan lain yang menyenangkan. Tante tercinta bersama dua sepupu kecil saya datang pada Sabtu pagi dan pulang menjelang Maghrib. Bukankah menjamu tamu dan mengikat silaturrahmi itu juga bisa menjadi ladang pahala yang lain? Dan ternyata, suami saya merekam isi kajian tersebut dari awal sampai akhir. Maka saya tetap bisa mendapatkan hikmah dari ilmu yang disampaikan ustaz Salim A. Fillah yang bertajuk “Bersamamu Menuju Negeri Akhirat” itu.
Inti dari kajian tersebut adalah mengupas arti dari surat Az Zukhruf ayat 67 yang berbunyi, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” Ya, segala keakraban dan keintiman di dunia ini kelak akan berbuah permusuhan di akhirat kecuali orang-orang yang mendasarkan hubungan mereka dengan landasan ketakwaan. Sebuah catatan ulangan bagi saya bahwa berteman dalam berbagai ragam kegiatan itu harus ada niat untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, murni karena Allah Ta’ala.
Kajian tersebut juga telah di-upload di youtube oleh channel Al-Ghifari Multimedia di sini
Rencana me-review kajiannya memang tidak terlaksana, tapi saya memilih untuk menuliskan jejaknya. Sebagaimana dua momen kegagalan sebelumnya (gagal ke pantai dan gagal nonton film) yang tetap saya jadikan tulisan juga. Ini akan jadi catatan saya ke depan jika ingin mengikuti kajian. Saya harus benar-benar mengikuti infonya dari awal dan sesegera mungkin melakukan pendaftaran, apalagi jika pematerinya adalah dai yang populer. Satu hal yang masih tetap sama: jumlah jamaah perempuan selalu melebihi jamaah laki-laki hampir di setiap kajian. Adakah yang tahu sebabnya?
Salam pecinta kajian,
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT22
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Beberapa hari terakhir, hawa di siang hari terasa lebih panas dari biasanya. Si kecil menjadi agak rewel, rupanya ia merasa kegerahan. Saya pun melepas kausnya yang ternyata sudah basah oleh peluh. Ia yang akhirnya hanya mengenakan kaus dalam pun kembali ceria dan bermain lagi bersama kakaknya. Tak berapa lama, mendung pun menggantung. Kemarau sepertinya akan segera mengakhiri episodenya tapi hujan masih malu-malu menyapa. Perubahan cuaca begitu kentara ekstrem-nya. Ah, inilah pancaroba. Saya pernah membaca sebuah artikel bahwa kondisi seperti ini bisa mempengaruhi kesehatan si kecil. Perubahan suhu dan kelembaban secara tiba-tiba akan memaksa tubuhnya untuk beradaptasi ekstra keras. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan daya tahan tubuh si kecil menurun. Maka ada 6 cara yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir kemungkinan tersebut. 1. Memberi asupan nutrisi yang baik Pastikan asupan nutrisi yang diberikan kepada si kecil sudah sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. Nutrisi makro berupa karbohidrat, protein, dan lemak maupun nutrisi mikro berupa vitamin dan mineral harus benar-benar terpenuhi. Nutrisi yang lengkap dan seimbang akan menghasilkan energi dan 'tameng' terhadap serangan perubahan cuaca ekstrem. 2. Menjaga higienitas makanan Makanan yang disajikan untuk si kecil harus 'lolos' 3 persyaratan kebersihan yaitu pada: sumber makanan, cara pembuatan, dan perlengkapan makan. 3. Memastikan kebersihan sumber air Air bisa menjadi lebih keruh menjelang musim kemarau dan lebih mudah terkontaminasi polusi menjelang musim penghujan. Maka penjagaan kebersihan pada air minum sampai kepada air untuk mandi harus benar-benar dipastikan kualitasnya. 4. Memperhatikan kebersihan lingkungan Tempat bermain, tempat tidur, dan beberapa sudut rumah yang kerap didatangi si kecil harus diperhatikan kebersihannya. 5. Memberikan perlindungan saat di luar rumah Bila harus keluar rumah di saat cuaca panas, jangan lupa membawa payung untuk melindungi si kecil. Dan berikan jaket sebagai penghangat tubuh jika cuaca menunjukkan akan turun hujan. 6. Memberikan makanan yang kaya prebiotik Pemberian prebiotik dapat menjaga kesehatan saluran cerna. Prebiotik merupakan sejenis serat khusus yang bisa menjadi makanan bagi mikroorganisme di dalam usus. Ia berfungsi untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan dengan cara memelihara keseimbangan mikroorganisme baik di dalam usus. Dengan demikian, daya tahan tubuh si kecil akan terjaga mengingat 80% komponen imunitas si kecil terdapat di dalam saluran cerna. Prebiotik terdapat pada brokoli, asparagus, bayam, sawi, kangkung, wortel, labu, pisang, oatmeal, bawang putih, bawang, daun bawang, akar konjak, dan rumput laut. Sementara suplemen prebiotik seperti inulin dan fructooligosaccharide (prebiotik FOS) biasanya terdapat di dalam produk susu anak tertentu.
Sejauh ini, baik si kecil atau kakaknya masih fit seperti di saat kondisi cuaca normal. Alhamdulillah. Tapi kewaspadaan saya pada kondisi tubuh keduanya tetap saya perbaharui setiap hari. Jadi, pancaroba tetap bisa dijalani dengan senyuman jika kita mengetahui caranya dan bersedia menerapkan. Salam sehat, Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪#ODOPOKT21 Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia Referensi: Majalah Parents Guide Vol. VI, No. 9, Juni 2008
Hari ini, ucapan selamat Hari Santri Nasional silih berganti muncul setiap kali menyusuri media sosial. Peringatan ini dimulai sejak tanggal 22 Oktober 2015 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden nomor 22 Tahun 2015. Keputusan tersebut menjadi penguatan bahwa peran santri dan ulama dalam merebut kemerdekaan patut dikenang. Selain itu, peran keduanya dalam pembangunan bangsa dan mengisi kemerdekaan ini juga tetap harus diperhitungkan.
Di antara koleksi buku komik si kakak, ada dua yang bertema tentang santri atau kehidupan di pesantren. Ya, si kakak yang hobi membaca memang menjadikan komik sebagai salah satu sumber ilmunya. Selain melahap novel anak, si kakak memilih untuk membaca komik yang membuatnya merasa lebih rileks. Cerita yang dihadirkan pada komik dapat lebih mudah dimengerti maksudnya berkat ‘bantuan’ gambar-gambar yang biasanya memang menarik. Biasanya, tanpa harus mengerutkan dahi pun si kakak akan memahami jalan ceritanya. Dewasa ini, komikus Indonesia banyak yang mulai unjuk gigi. Berbeda saat saya masih anak-anak dulu, dimana komik-komik Jepang begitu mendominasi.
1. Alif Goes to Pesantren
Komik ini hasil karya seorang penulis cerita anak yang cukup terkenal, Tethy Ezokanzo. Sementara gambarnya dikerjakan oleh Agus Willy Kristy. Komik terbitan PT. Elex Media Komputindo ini mengambil judul “Jurus Adu Domba” pada seri ini. Mengisahkan tentang tokoh utamanya, Alif, yang mulai memasuki dunia pesantren. Ada tujuh belas judul yang menghadirkan kisah seru, lucu, dan berhikmah di dalam buku komik ini.
Kehidupan keseharian Alif bersama teman-temannya di bawah asuhan Ustadz Rizky dan Ustadzah Kadijah membuat si kakak mendapatkan pencerahan. Kisah favoritnya berjudul “Jilbab Modis” yang terdapat di halaman 105. Seorang santriwati bernama Salma terlambat datang untuk mengikuti pelajaran karena terlalu ribet mencontoh model jilbab yang semula dianggapnya modis dan keren. Akhirnya ia tersadar bahwa berjilbab itu seharusnya sederhana saja karena tujuannya untuk menaati perintah Allah dan sabda Rasul-Nya. Si kakak pun tersenyum-senyum setelah membacanya.
2. Seri Sweet Ana Salehah
Komik berseri ini adalah karya penulis Malaysia, Saadah Taib (Kak Adah). Sementara gambar-gambar cantiknya dikerjakan oleh Khairil Izre Busu (Abang Kerel). Sepengetahuan saya, ada lima seri yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Tapi si kakak baru punya tiga seri saja. Untuk edisi Indonesia, komik ini diterbitkan ulang oleh Zikrul Hakim.
Komik ini menceritakan kehidupan gadis kecil berusia 10 tahun yang bernama Rohana (Ana) dan kedua adiknya yaitu Ibrahim (Baim) dan Lukman. Ketiganya adalah anak yatim yang tinggal dan bersekolah di Pesantren Yatim Darul Riayah. Dengan tinggal di sana, mereka bisa meringankan beban ibunya yang menjadi sakit-sakitan sepeninggal ayahnya. Sebuah pilihan yang diusulkan oleh paman mereka itu awalnya terasa berat dilakukan. Tetapi setelah menjalani kehidupan sebagai santri, Ana mendapatkan banyak pengalaman berharga. Suka duka yang dikisahkan di komik ini membuat si kakak tidak bosan membacanya berulang-ulang.
Si kakak memang berkeinginan kuat untuk menjadi santri selepas SD nanti. Membaca kedua komik di atas akan menjadi tambahan pengetahuannya tentang tantangan kehidupan di dunia pesantren. Saya berusaha mencari tambahan komik seputar dunia santri untuknya. Adakah teman-teman yang punya rekomendasi komik anak dengan tema serupa?
Selamat Hari Santri Nasional 2017.
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚫
#ODOPOKT20
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Setiap manusia diciptakan Allah Ta’ala dengan segala keunikannya. Hal tersebut dapat berupa apa yang tampak oleh mata sebagai kelebihan atau pun kekurangan. Maka ada orang yang berwatak keras dan orang disekitarnya merasa was-was. Atau juga ada yang dari ‘sononya’ lemah lembut tapi justru membuat orang kalut. Mungkin salah satunya ada pada diri kita. Kita merasa baik-baik saja tapi pandangan orang bisa saja berbeda.
Sejatinya segala keunikan pada manusia adalah modal berharga. Berwatak keras tidak selalu salah, pun lembut tidak selalu mewakili si baik hati. Sebagai seorang muslim, kedua karakter itu harus dihadirkan pada saat yang tepat dan dalam porsi kebaikan. Hanya untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala semata. Bukankah Umar bin Khaththab dan Abu Bakar itu unik dengan karakternya masing-masing?
Keunikan juga tidak selalu tentang karakter atau pembawaan.Di bawah ini ada sekelumit kisah tentang 5 orang yang hebat dengan kisah keunikan yang berbeda. Nama mereka dicatat dengan tinta emas sejarah dan patut dijadikan contoh agar hidup kita terarah.
1. Julaibib
Ia adalah salah seorang sahabat yang awalnya terkesan biasa-biasa saja di mata para sahabat lainnya. Julaibib adalah orang yang tidak diketahui nasabnya secara jelas, memiliki kekurangan fisik dan kekurangan harta. Maka ia ditolak oleh orang tua seorang gadis sebagai calon menantunya, walaupun si gadis sebenarnya cenderung kepadanya.
Tapi di mata Rasulullah, ia adalah sahabat yang dicintainya. Julaibib selalu mengikuti pertempuran bersama sang Nabi hingga syahid menjemputnya. Rasulullah sendiri yang membawa tubuhnya dan menguburkannya. Kedudukannya di sisi Allah Ta'ala dinyatakan mulia. Masya Allah.
2. Bilal bin Rabah
Sahabat yang juga muazin Rasulullah ini pasti sudah kita hapal namanya di luar kepala. Ia termasuk Assabiqunal Awwalun dari kalangan budak. Keutamaannya yang lain, ia termasuk satu dari sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga. Masya Allah.
Kulitnya yang hitam pernah dicela oleh Abu Dzar Al Ghifari dan itu membuat Rasulullah menegurnya. “Hai Abu Dzar, sesungguhnya pada dirimu terdapat sifat jahiliyah. Putra kulit putih tidaklah lebih baik dari putra orang yang berkulit hitam, kecuali karena taqwa.” (HR. Muslim)
3. Ukasyah bin Mihsan
Ia adalah sahabat yang mempunyai keunikan karena keahliannya memanah dan menggerakkan tubuh dengan lincah. Ukasyah menjalankan anjuran Rasulullah untuk berlatih keras dan akhirnya menemukan keunikannya itu. Maka dengan keahliannya, anak panah yang diluncurkannya dalam peperangan hampir selalu tepat sasaran. Ia akhirnya mendapat rekomendasi dari Rasulullah sebagai bagian dari ahli surga yang tanpa dihisab dan diazab. Masya Allah.
4. Saad bin Abi Waqqash
Ia mewakili sosok sahabat yang memiliki keunikan berupa kelapangan hati. Rasulullah menyebut keunikannya itu sebagai modalnya menjadi salah satu ahli surga. Keunikan yang membuat Abdullah bin Amr bertanya kepada Saad tentang cara berlapang hati itu seperti apa. Jawabnya, “Aku tidak mempunyai rasa dengki pada seorang muslim pun dan aku tidak pernah berniat jahat atau berkata-kata buruk pada siapapun.” Sederhana, bukan? Walaupun kadang sulit juga diwujudkan. 😥
5. Salahuddin Al Ayyubi
Kita mengenalnya sebagai pemimpin gemilang yang memenangi perang salib. Walaupun sebenarnya Salahuddin Al Ayyubi bukanlah sosok orang yang pintar dan bukan administratur yang baik. Keunikannya adalah karena semangat juangnya yang tinggi. Semangatnya untuk membuat taktik yang hebat. Semangatnya untuk membela Allah Ta’ala semata dan ingin selalu dekat dengan-Nya dengan ibadah tak terputusnya.
Mari kita gali keunikan kita sendiri-sendiri. Lalu pelihara dan kembangkanlah ia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan di jalan-Nya. Padu padankan juga keunikan kita dengan yang lainnya dan salinglah bekerja sama. Maka rasakan kehidupan yang lebih berkah dan lebih berwarna.
Salam unik nan menawan,
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT19
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Pecahan Surga di Pantai Tiga Warna
Oleh: Tatiek Purwanti
Sebentuk nama pengusik sukma
kuukir di atas putih pasir
Tak kuasa aku halanginya
terhapus pupus oleh
tarian menawan ombak penghuni pesisir
Ah, biarlah…
Bukankah riak-riak itu yang kurindu?
Segarkan dua batang kakiku
Belai gemulai helai-helai rambutku
Karena hadirnya membawa serta
tiupan kesegaran angin surga
Merah, hijau, biru
Tiga warna nirwana
Terhidang membentang di pantai ini
Seandainya aku bisa
Ingin kutahan kedipan mata
Lalu salur ulurkan kenikmatan itu
ke seluruh sudut hatiku
Agar tak kudapati lagi pedihnya nestapa
Telentang tenang aku kini
Beralaskan butir-butir pasir sejuk
Merah, hijau, biru itu tak nampak lagi
Beralih tatapanku ke atas ufuk
Aku tertawan kilauan emas rembulan
Jua terpana kerlipan bintang bercahaya
Kurasai luka hati terobati
sempurna, sebab mereka
Larut jiwaku pada
harmoni berseri pantai Tiga Warna
Gemuruh ombak berdebur, lambaian nyiur
Paduan suara alam penghias malam
Maka wajah dan namamu tenggelam
Lalu aku kembali rangkai bait puisi
Bukan untukmu lagi, Rani
Tapi demi sejuta pesona pantai ini
Sungguh, andai ia seorang dara
Tak akan ragu aku menyebutnya
yang paling jelita di penjuru semesta
Malang, 27 September 2017
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Saat menyaksikan trailer film terbaru karya Bunda Helvy Tiana Rosa, Duka Sedalam Cinta, tiba-tiba saja saya teringat akan pantai Tiga Warna. Film religi yang berlatar keindahan pantai di Halmahera Selatan itu lalu mengingatkan saya pada sebuah cita-cita. Ya, saya ingin mengunjungi pantai Tiga Warna yang terletak di Malang Selatan itu. Maka tulisan ini memang bukan tentang pengalaman travelling saya, tapi tentang sebagian dari mimpi-mimpi yang ingin diwujudkan nanti.
Seperti yang saya sebutkan dalam puisi di atas, air di pantai ini memiliki tiga warna yang berbeda. Biru, seperti laut pada umumnya, juga hijau dan merah. Ini disebabkan karena perbedaan kedalaman air laut dan pembiasan cahaya matahari. Lalu jika kita menyelam di dalamnya, ada terumbu karang indah yang masih terjaga kealamiannya.
Menurut beberapa sumber yang saya baca, pantai Tiga Warna yang terletak di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang ini tidak bisa sembarangan dimasuki. Untuk bisa menikmati pesonanya, para pengunjung harus melakukan booking terlebih dahulu. Bahkan untuk mengunjunginya di hari Ahad atau hari libur nasional, booking tiketnya harus satu bulan sebelumnya. Intinya, ada batasan pengunjung yang diizinkan untuk menikmati isi pecahan surga. Istimewa!
Aturan yang diberlakukan itu memang untuk menjaga kelestarian pantai yang termasuk area rehabilitasi dan konservasi Mangrove, terumbu karang, sekaligus hutan lindung itu. Selain itu, edukasi untuk menjaga kebersihan area pantai juga dilakukan sehingga kawasan pantai tetap terjaga kebersihannya. Bukankah akan terasa mengganggu pemandangan jika pantainya cantik tapi banyak sampah berceceran?
Ah, kembali teringat akan film Duka Sedalam Cinta. Sebuah quote yang disampaikan oleh Mas Gagah di dalam film itu berkata, "Segala sesuatu yang indah, mahal, dan berharga di dunia ini, Allah letakkan di tempat yang sukar dijangkau, terjaga, tertabiri. Di mana kau temukan emas dan permata? Nun jauh di lapis bawah petala bumi, tertutup, dan terlindungi. Di mana kaudapati mutiara? Nun jauh di kedalaman lautan, terpelihara oleh cangkang yang cantik. Begitupun seharusnya dirimu, kehormatanmu."
Ya, untuk mencapai pantai Tiga Warna yang cantik ini butuh perjuangan tersendiri. Dan kecantikannya terus dilindungi. Maka ia menjadi salah satu tujuan wisata idaman yang dirindukan. Ia menjadi salah satu mimpi saya, seperti mimpi menonton film itu yang tanggal 19 Oktober kemarin diluncurkan.
Selamat merajut mimpi,
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪
#ODOPOKT18
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Beberapa waktu yang lalu, si kakak mencolek saya, “Buku apa sih ini, Mi?” tanyanya sambil menyodorkan sebuah buku bersampul biru tua. Saya yang sedang merapikan tumpukan buku di rak segera menoleh padanya, lalu pada buku yang semula saya letakkan di sudut rak itu. Ah, iya. Itu adalah buku pemberian dari seorang teman. Judulnya adalah Lo Gue Butuh Tau LGBT karya Kak Sinyo Egie. Rencananya sih akan saya diskusikan dengan si kakak di saat yang tepat. Tapi ternyata ia keburu ingin tahu. Okelah kalau begitu.
Sementara si adek sedang tidur, kami pun berdiskusi ringan. Materi yang sebenarnya berat itu bisa saya sederhanakan dalam bahasa yang dimengertinya. Buku setebal 124 halaman itu sangat membantu saya menjelaskan tentang dunia LGBT pada si kakak. Saya berani menjelaskan tentang itu di usia si kakak yang 10 tahun karena ia sudah memahami penjelasan tentang pengenalan fitrah seksual sebelumnya. Jadi apa yang kami bicarakan berdasarkan isi buku ini adalah perbincangan lanjutan.
Buku yang ditulis oleh founder Yayasan Peduli Sahabat ini bergaya bahasa renyah, sesuai dengan style para remaja. Dari judul bukunya saja sudah terlihat gaulnya. LGBT yang sebenarnya adalah akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender dikemas lagi menjadi sebuah penegasan: Lo Gue Butuh Tau.
Kak Sinyo mengajak para remaja berdiskusi secara happy dalam 6 bab buku ini. Ditambah dengan dua bab tambahan di belakangnya sebagai bahan renungan yang lebih mendalam. Hal-hal apa saja sih yang dibahas di dalamnya?
Kak Sinyo memulai pembahasan tentang LGBT dengan terlebih dahulu mengenalkan tentang orientasi seksual di bab 1. Secara sederhana, orientasi seksual adalah kecenderungan atau ketertarikan secara emosional dan seksual kepada jenis kelamin tertentu. Jelas, fitrah manusia adalah tertarik kepada lawan jenisnya atau disebut dengan heteroseksual. Tapi fitrah itu bisa menyimpang karena faktor psikologis dan lingkungan, sehingga lahirlah dua orientasi seksual yang lain: SSA (Same Sex Attraction) dan Biseksual. Inilah bibit yang kemudian tumbuh menjadi ‘tanaman’ LGBT yang meresahkan banyak orang tua.
Bab 2 buku ini membahas secara lebih detail tentang perubahan orientasi seksual yang menyebabkan seseorang menjadi penyuka sesama jenis. Kesalahan pada masa pengasuhan yang dimulai sejak anak balita disebut bisa menyebabkan perubahan orientasi seksual. Maka, pastikan anak harus benar-benar berkarakter sesuai dengan jenis kelaminnya. Karena seorang anak yang terindikasi SSA sudah bisa terdeteksi sejak balita hingga umur 10 tahun. Jika melewati usia tersebut, biasanya mereka sudah bisa menutupi kecenderungan menyimpangnya itu. Amati saja gestur tubuh, gaya bicara anak, dan pilihan karakternya sehari-hari. Bukankah ada keanehan jika seorang anak laki-laki menyukai boneka barbie?
Pelegalan pernikahan sejenis di Amerika pada tanggal 26 Juni 2015 di 50 negara bagiannya membuat gempar dunia. Walaupun sebenarnya Amerika adalah negara ke-21 yang menetapkan aturan itu. Di Indonesia sendiri, ada organisasi resmi dan terbuka yang menaungi kaum LGBT di Indonesia yaitu Lambda. Organisasi ini sudah memulai ‘syiar’-nya sejak tahun 80-an. Tapi pelegalan LGBT di Indonesia tidak semulus di negara lainnya. Tak lain karena nilai-nilai agama dan moral masih dijadikan patokan di dalam menyusun undang-undang. Ya, Islam sendiri sudah jauh-jauh hari melarang tindakan seksual sesama jenis. Kisah hancurnya kaum Nabi Luth di dalam Alquran cukup untuk dijadikan pelajaran berharga. Nabi Muhammad pun bersabda dalam hadits-nya tentang laknat Allah Ta’ala bagi orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth, bahkan menyebutkan laknat itu sampai tiga kali. Na’udzubillahi min dzalik...
Pandangan Islam terkait LGBT seperti di atas terdapat dalam bab 3. Ditambah dengan penjelasan tentang pro dan kontra LGBT. Mereka yang pro mengatakan bahwa LGBT adalah gift/fitrah dari Tuhan yang tidak bisa diubah. Mereka juga tidak setuju dengan penafsiran agama tentang LGBT yang dianggap sudah kuno, mereka merasa berhak mengapresiasikan kebebasan orientasi seksual dan merasa terdiskriminasi dengan peraturan pemerintah dan ketidaksetujuan masyarakat luas.
Sedangkan yang kontra berpendapat bahwa aturan agama manapun melarang tindakan seksual sesama jenis, pelakunya bisa terjangkit penyakit menular seksual sampai kepada HIV/AIDS, perilaku LGBT akan mengurangi populasi manusia karena tidak ada keturunan yang dihasilkan, dan perilaku tersebut bisa memperparah kerusakan moral.
Seseorang dengan SSA berbeda dengan LGBT. SSA baru bisa disebut sebagai bagian dari golongan LGBT jika mereka berlanjut dengan ‘aksi’ berikutnya yaitu: melakukan tindakan seksual atau pernikahan sesama jenis serta menginginkan identitas sosial dan legalitas sebagai homoseksual. Lalu bagaimana sikap kita terhadap SSA dan LGBT? Hal itu dibahas di bab ke-4. Jika kita mengenal seseorang yang terindikasi itu, ingatkanlah dengan cara yang santun. Dengarkanlah curhat mereka lalu bantu untuk melakukan terapi penyembuhan melalui pendampingan oleh orang yang profesional. Pendampingan itu bisa dilakukan oleh psikolog, ustadz, atau yayasan pendampingan khusus seperti yayasan Peduli Sahabat yang digawangi oleh Kak Sinyo Egie. Sebelum pendampingan, sebaiknya melakukan hal-hal ini: niat untuk berubah, taubat nashuha, menghapus foto atau video lama tentang dunia kelam itu, perbanyak ibadah dan olahraga, melakukan kegiatan positif, menjaga kehormatan diri, dan bersabar.
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Bab 5 memberikan tips tentang menjaga diri dan keturunan dari bahaya LGBT. Ada 5 ajaran Rasulullah dalam mendidik anak yang bisa menjadi benteng ampuh, yaitu:
Menjadi panutan yang baik bagi anak. Jika kondisi orang tua tidak lengkap, ambil panutan dari keluarga terdekat misalnya kakek, paman, atau kerabat yang memang berakhlak baik.
Mencari lingkungan masyarakat yang baik. Pastikan kondisi lingkungan rumah kita cukup kondusif untuk tumbuh kembang anak. Waspadai juga anak terpapar pornografi dan pornoaksi melalui media pada usia dini.
Ajarkan adab kepada anak. Anak harus paham tentang izin memasuki kamar orang tua, mengenalkan batasan aurat, memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan saat berusia 7 tahun.
Pertegas identitas dan karakter anak. Berikan pakaian dan mainan sesuai dengan jenis kelamin anak.
Waspada terhadap pelecehan dan kekerasan seksual. Kadang pelecehan bisa dilakukan oleh orang terdekat anak. Selain batasan aurat, anak juga harus dipahamkan tentang melindungi tubuh dari sentuhan yang tidak diperbolehkan.
Di bab yang terakhir, Kak Sinyo menegaskan pada para remaja bahwa pacaran bukan solusi. Maksudnya, mereka tidak perlu berpacaran hanya untuk menunjukkan bahwa mereka bukan lesbian atau gay. Tidak berpacaran bukan berarti tidak tertarik dengan lawan jenis. Ketertarikan itu tetap ada tapi ‘dibungkus’ rapi dan akan dibuka jika saatnya tiba, sesuai dengan aturan agama. Kak Sinyo mengingatkan bahwa masa baligh adalah masa penuh tantangan karena terjadi perubahan fisik dan psikis yang membutuhkan perhatian. Maka kewajiban untuk mengenali hukum Islam dan larangan-larangannya harus semakin diperdalam. Agar gangguan menyimpang seperti LGBT, narkoba,dan pornografi bisa diusir pergi. Pastikan para remaja menemukan sahabat terbaik agar mereka saling menularkan dampak positif dan merasakan bahwa beramal salih sejak muda itu asyik.
Ada 3 kisah nyata tentang para pelaku LGBT yang memutuskan berhijrah di akhir buku ini. Kisah mereka sangat menyentuh jiwa dan cukup sebagai bukti bahwa ada fitrah diri yang tidak bisa diingkari. Sungguh, tugas kita sebagai orang tua semakin berat di zaman dimana kiamat sudah semakin mendekat. Tapi kita harus tetap berusaha dan berdoa, termasuk berusaha menyuarakan kebenaran sesuai kemampuan kita. Saya melakukannya dengan cara sederhana; menulis resensi ini. Saya yakin Anda pun punya cara untuk melindungi anak-anak dan generasi kita.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Judul buku: Lo Gue Butuh Tau LGBT Penulis: Sinyo Egie Penerbit: Gema Insani (GIP) Cetakan: ke-1, April 2016 Tebal: 124 halaman ISBN: 978-602-250-303-3
➖➖➖➖➖➖➖➖
Salam pecinta fitrah yang indah,
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT17
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Suatu pagi di bulan kemarin, terdengar teriakan loper koran menghiasi heningnya kampung saya. Ia menjajakan dagangannya dan menyebut sebuah peristiwa. Saya hapal, jika sampai loper koran masuk ke kampung seperti itu artinya ada kejadian ‘penting’ menyangkut penduduk di sekitar saya. Beberapa waktu sebelumnya saat terjadi kasus pedofilia yang menimpa anak kampung sebelah, si loper juga melakukan hal serupa. Nah, kalau sekarang ada kasus apa?
Semakin dekat, suara si loper semakin jelas terdengar. Akhirnya saya paham bahwa ia sedang menyebut peristiwa kecelakaan yang menimpa cucu tetangga saya di ujung kampung sana. Walaupun saya sudah mendengar kronologinya dari mulut ke mulut, rasanya akan lengkap jika saya juga tahu liputan jurnalistiknya. Maka koran lokal Malang itu pun segera berpindah ke tangan saya setelah saya membayarnya. Si loper berlalu dengan riang, saya mulai mencari-cari berita yang dimaksud.
“Laka Tunggal, Satu Tewas”. Begitu judul berita di halaman 19 yang memuat peristiwa cucu tetangga saya itu. Saya menghela napas, lagi-lagi peristiwa kecelakaan karena motor yang menimpa remaja. Ya, cucu tetangga saya yang berusia 17 tahun itu mengalami luka serius sehingga harus dirawat di UGD Puskesmas kecamatan sebelah. Sementara teman akrabnya yang masih berusia 14 tahun harus kehilangan nyawa, meninggal di tempat kejadian karena cedera di kepala. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Sehari sebelumnya, ia membonceng temannya dan tidak dapat mengendalikan laju motornya sehingga menabrak pembatas tengah jalan raya. Teman yang diboncengnya itu terlempar dan kepalanya terbentur dengan keras.
Mengutip laman otomania.gridoto.com pada Oktober tahun lalu, remaja adalah kelompok umur yang paling sering mengalami kecelakaan lalu lintas. Disebutkan bahwa rentang usianya adalah antara 15-19 tahun dengan mengendarai kendaraan beroda dua atau sepeda motor. Kombes Pol, Korlantas Polri, Unggul Sedyantoro mengatakan, "80 persen kecelakaan sepeda motor, terlibat jenisnya paling banyak adu banteng. Selain itu, karena kurang sempurna saat ingin mendahului, dan kurang waspada saat manuver." Menurutnya, itu adalah gambaran masih buruknya cara berkendara dan perlu ada pembinaan.
Menurut pengamatan saya, ada beberapa hal yang menyebabkan remaja tergoda atau bahkan keranjingan naik motor.
1. Pengaruh lingkungan
Pada awalnya, mungkin si remaja tenang-tenang saja dibonceng motor oleh orang tuanya. Tapi bisa jadi ia tergiur untuk memiliki motor sendiri saat menyaksikan teman-temannya berseliweran menaiki si kuda besi. Enggak bisa naik motor? Enggak gaul, dong!
2. Jarak Sekolah yang Jauh
Sudah lazim saya saksikan remaja yang duduk di bangku SMP pun berani ke sekolah dengan naik motor sendiri. Jarak yang tidak mungkin ditempuh dengan jalan kaki menjadi alasannya. Angkot banyak juga, sih. Tapi ngetem-nya itu lho. Mana tahan!
3. Pembiaran Orang Tua
Mungkin maksud para orang tua yang membiarkan anaknya berkeliaran sendiri dengan motornya adalah agar si anak mandiri. Malu dong, udah gede kok diantar enyak-babe 😅
4. Mager alias Malas Gerak
Pernah saya berpapasan dengan seorang anak muda yang mengendarai motor menuju deretan toko di pinggir jalan. Jawabnya: ingin membeli pulsa. Padahal jarak rumahnya dan toko tersebut kira-kira 300 meter saja. Saya yang sedang berjalan kaki hanya geleng-geleng kepala.
5. Terpaksa
Ada kalanya si remaja terpaksa mengendarai motor karena berada dalam kondisi darurat. Misalnya: ia harus menjadi tulang punggung keluarga lalu berdagang ke tempat-tempat jauh dengan menaiki motor bututnya.
Lalu Sebaiknya Bagaimana?
Dari keseluruhan alasan yang saya sebutkan di atas, harus kita kembalikan dulu kepada peraturan yang berlaku. Bukankah syarat seseorang untuk berkendara itu harus memiliki SIM? Jika tidak memilikinya tetapi berani berlaga di jalan raya, kesimpulannya jelas: ia salah.
Saya masih ingat saat masih bekerja dulu, ada razia yang ditujukan untuk remaja di bawah umur yang saat itu berlalu lalang di jalan raya dengan motor mereka. Saat itu tengah marak berita tentang anak artis yang masih remaja yang menabrak orang dengan mengendarai mobilnya. Hmm, biasanya jika ada kejadian barulah ada tindakan. Seharusnya razia seperti itu rutin dilakukan, bukan? Hingga saat ini saya masih sering melihat anak-anak berseragam SMP berseliweran dengan motor mereka di jalan raya. Bebas-bebas saja. Saya kira, mereka belum berusia 17 tahun, deh.
Anjuran seorang kepala daerah agar anak disekolahkan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah bisa menjadi pertimbangan orang tua. Juga ada yang meyediakan bus sekolah gratis sebagai sarana pergi ke sekolah. Kedua kebijakan itu bisa meminimalisir kemungkinan remaja menuju sekolahnya dengan bermotor ria. Tentu saja tidak ada larangan bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya dimana saja. Tapi jika akhirnya jarak sekolahnya jauh dan masih duduk di tingkat SMP, sebaiknya orang tua bersedia mengantar jemputnya. Memakai angkot atau bus sebenarnya juga masih jadi pilihan andalan. Beberapa anak tetangga saya tetap memilih ‘cara konvensial’ itu dan sejauh ini mereka oke-oke saja.
Mengendarai motor tidak hanya sekedar menggeber gas, tapi juga ada rem yang harus difungsikan maksimal. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala tiap kali disalip oleh si remaja yang kencang sekali mengendarai motornya. Wuzzz… bablas angine! Maka jika angka kecelakaan pada remaja masih tinggi, tidakkah itu karena kontrol emosi mereka yang belum matang? Jika merujuk pada konsep aqil baligh yang merupakan tugas orang tua, seharusnya remaja sudah mencapai aqil-nya saat baligh-nya tiba. Jika akalnya belum matang atau belum sempurna, jangan coba-coba melepasnya sendirian di jalan raya. Tidak hanya membahayakan diri si remaja tapi juga orang lain di sekitarnya.
Semoga kita sebagai orang tua bisa menjadi lebih bijaksana dengan melihat fenomena ini. Sebagaimana pisau yang bermanfaat tapi juga bisa menyayat, maka membiarkan anak remaja bermotor belum tentu akan terlihat hebat. Berikan izin pada anak remaja kita di saat yang tepat. Sebelum kita menyesal dan semuanya terlambat.
Salam orang tua bijak,
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪
#ODOPOKT16
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Pada bulan Agustus 2017 yang lalu, email saya selalu menerima notifikasi dari sebuah blog yang saya ikuti. Saya memang mengikuti blog seorang blogger beken karena menurut saya isinya bagus dan berkualitas. Ditambah dengan kehadiran pos baru blognya setiap hari, saya semakin terkagum-kagum. Di setiap akhir tulisan beliau ada catatan bahwa tulisan itu sedang diikutkan program One Day One Post (ODOP)-nya Blogger Muslimah Indonesia. Saya yang masih newbie di BMI jadi bertanya-tanya: kok bisa sih mendapat ide menulis setiap hari?
Sebenarnya pada bulan itu saya juga sedang menulis setiap hari untuk mengikuti lomba novel. Menang? Tidak, hehe… Tapi saya tetap merasakan sebuah sensasi yang luar biasa. Ternyata menulis setiap hari itu asyik juga. Alhamdulillah, ternyata saya bisa menyelesaikan novel itu dalam waktu sembilan belas hari. Maka, target saya selanjutnya adalah sedikit melakukan revisi dan berusaha menerbitkannya walaupun via jalur indie. Lalu saya juga berpikir, saya akan mencoba ikut jika kelak ada program ODOP lagi.
Setelah bulan September kemarin mencurahkan isi hati pada program Postingan Tematik (PosTem) bertema membaca dan menulis, maka awal bulan ini saya memberanikan diri untuk mengikuti ODOP. Jujur, sebenarnya lumayan berat bagi saya karena mayoritas waktu saya untuk membersamai si kecil. Tapi saya berpikir lagi, jika itu adalah sebuah hambatan maka saya akan menjadikannya jembatan. Bismillah…
Maka inilah catatan ringan saya seputar ber-ODOP selama setengah bulan ini:
1. Membuat list ide tulisan
Saya mencatatnya di block note yang biasa saya gunakan untuk membuat to do list bulanan. Setiap kali terlintas ide tulisan, langsung saya catat di sana. Ini sangat membantu saya agar tidak lupa hal-hal yang akan ditulis. Walaupun pada praktiknya, apa yang saya tuangkan dalam blog tidak berurutan dengan list yang saya buat.
2. Lebih memilih tablet
Saya terbiasa ngeblog dengan menggunakan tablet tua kesayangan karena lebih praktis daripada harus menyalakan laptop. Saat si kecil tidur siang, saya berusaha menulis sedikit. Seringnya sih ia hanya tertidur sebentar. Maka ‘mencuri waktu’ adalah salah satu cara saya agar bisa menuangkan ide secepatnya.
3. Memikirkan hal sekecil apapun
Karena ada target menulis setiap hari, maka saya menjadi lebih banyak menimbang-nimbang setiap ada kejadian; bisa enggak nih jika diangkat menjadi tulisan? Contohnya fiksi mini saya yang berjudul Menunggumu. Itu terinspirasi dari kejadian nyata saya sehari-hari.
4. Membuka lagi bacaan lama
Seperti yang sama-sama kita amini bahwa menulis itu menghajatkan banyak membaca. Saya jadi terdorong untuk membuka-buka buku atau majalah lama. Alhamdulillah, ternyata ada beberapa ide tulisan yang bersumber dari situ.
5. Mengaktifkan kembali twitter
Saya mulai nge-twit sekitar dua tahun yang lalu. Kemudian lama off dari dunia per-twitter-an ketika si adek hadir ke dunia. Mengikuti ODOP membuat saya harus memulai cuitan saya lagi sesuai saran Ibu PJ. Siapa takut :)
6. Berpikir untuk migrasi ke blog berbayar
Walaupun blog kedua saya ini ‘berdiri’ sejak 2014, tapi saya hanya menulis sesekali saja. Maka saat bertekad untuk lebih rajin ngeblog, saya jadi berpikir untuk beralih ke Top Level Domain. Ini didorong oleh himbauan Ibu PJ dan tulisan beberapa teman. Insya Allah, disegerakan.
7. Niat untuk belajar dan berdakwah
Bagi saya ODOP adalah sarana belajar menulis yang membutuhkan konsistensi dan kemauan yang kuat. Ya, murni belajar karena walaupun menulis setiap hari tetapi tidak ada honornya :D Ini juga mengajarkan saya bahwa menyampaikan hikmah dan kebaikan bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk melalui tulisan. Bukankah jika isi tulisan kita baik dan bermanfaat, maka itu termasuk berdakwah juga?
8. Jalan-jalan tetapi tidak perlu keluar rumah
Memang ada ya? Ada dong. Blog walking! Dengan mengikuti ODOP ini, saya mendapat limpahan ilmu melalui tulisan-tulisan hasil karya teman-teman sendiri. Beda rasanya jika membaca tulisan hasil copas ;) Walaupun harus saya akui, saya cukup tersengal-sengal melakukan blog walking ini. Maafkan ya, teman-teman. Masih ada lima belas hari lagi untuk berjalan-jalan lebih rajin lagi.
9. Mencari cinta
Cinta selalu membutuhkan pengorbanan dan pembuktian. Ber-ODOP memang membuat saya harus banyak berkorban waktu, tenaga, dan pikiran. Saya jadi membayangkan para jurnalis yang setiap hari dikejar-kejar deadline. Juga semakin menghargai para penulis yang kadang pekerjaannya diremehkan karena tidak terlihat di permukaan. Padahal di balik layar itu juga ‘wow’ rasanya. Semoga pencarian atas cinta ini akan terus berlangsung walaupun ODOP berakhir nanti.
Saya baru menempuh setengah perjalanan. Masih ada 15 hari lagi yang harus saya isi. Sejauh ini sih masih asyik-asyik aja. Sambil mengasuh si kecil dan mendampingi belajar si kakak, saya mengambil sumber tenaga dari event-nya Blogger Muslimah Indonesia ini. Hari-hari pun terasa lebih ceria. Alhamdulillah :)
Salam cinta,
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT15
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
Assalamualaikum. Hai, perkenalkan. Saya Tatiek Purwanti, seorang istri sekaligus ibu dari 2 orang anak. Saya pernah bekerja dan kuliah di Batam dari tahun 2000-2010. Sekarang saya bersama keluarga tinggal di Malang, Jawa Timur.