Bunda, Mengapa Kita Sering Bosan Menikmati Peran?
- October 27, 2017
- By Tatiek Purwanti
- 4 Comments
Begitu gerbang pernikahan dimasuki seorang perempuan, maka peran barunya segera menanti; seorang istri. Di dalamnya ternyata penuh berisi kejutan dan keunikan. Segala teori yang pernah dipelajari memang bisa diterapkan. Tapi kadang menjalankannya harus dilalui dengan perjuangan yang tidak persis sama, sering pula harus berurai air mata.
Kisah pun bertambah saat si kecil hadir di rumah. Satu, dua, tiga anak, bahkan ada yang jumlahnya membuat orang berdecak. Ada yang senang hati melalui hari-harinya, tapi tak sedikit yang tertatih mengeja kata bahagia. Ini tentang menjalankan peran sebagai istri dan ibu dalam keseharian. Mengapa yang satu bisa mengatasi tantangan dan yang lain sering dihajar rasa bosan?
Berikut adalah empat kemungkinan yang menyebabkan para ibu sering bosan menikmati peran. Yuk, kita cocokkan!
1. Merasa Terbebani
Baik ibu yang berjuang di ranah domestik, berkarya di luar rumah atau pun yang melanjutkan sekolah, semuanya punya kewajiban yang harus diemban. Kadang kewajiban melayani suami dan anak membuat dada sesak. Di luar itu, kewajiban yang lain pun menunggu.
Coba tarik napas perlahan, lalu hembuskan. Pikirkan sekali lagi bahwa peran sebagai istri dan ibu itu istimewa sekali. Iya, menguras tenaga dan pikiran. Tapi jika kita berusaha menikmati dan mensyukuri, detik-detik yang dilalui akan terasa berarti. Jadi, apa yang kita hadapi sebenarnya bukan beban tapi adalah berbagai bentuk kenikmatan dengan cara mempersembahkan pengabdian.
Fathimah binti Rasulullah yang menjadi perempuan penghulu surga juga pernah mengeluh kepada ayahnya tentang beratnya hari-harinya. Dan kita semua tahu jawabannya: kerjakan saja dan ingatlah Allah Ta’ala. Yuk, selesaikan tugas kita sambil berzikir kepada-Nya.
2. Ingin Serba Sempurna
Oke, kita bukan Fathimah binti Rasulullah yang kuat dalam zikirnya lalu menjadi kuat pula tekad dan badannya. Tapi kita sepakat bahwa zikir kita fungsikan sebagai sumber kekuatan dari dalam. Benahi lagi sumber kekuatan dari luarnya. Jika serba sempurna membuat lelah fisik dan lelah psikis, maka capailah target harian yang lebih realistis.
Pastinya ini bukan dalam rangka bermudah-mudah dan berleha-leha. Kita harus jujur dulu pada diri sendiri tentang seberapa maksimal kekuatan kita. Lalu delegasikan atau mintalah bantuan untuk sebagian tugas yang tidak bisa terselesaikan. Tak semuanya harus kita rampungkan dengan kedua tangan kita, bukan?
Sesekali mintalah suami membantu tugas-tugas rumah tangga. Coba alihkan cucian ke laundry jika memang kita sudah tak sanggup lagi. Kadang, memesan katering halal pun tak masalah saat kita benar-benar lelah. Rehat sejenak bisa jadi solusi saat tugas-tugas seakan memberatkan hati. Setelah itu rasakan bahwa berdamai dengan keadaan akan membuat kita bisa menjaga jarak dari kebosanan.
3. Terlalu Haus Apresiasi
Penghargaan dan pujian ibarat pupuk bagi tanaman. Ibu yang hasil kerja dan karyanya mendapatkan keduanya akan lebih bersemangat lagi menjalani hari-hari. Keduanya biasanya kita dapat jika apa yang kita lakukan mencapai sasaran yang diharapkan. Jika belum sampai pada taraf pencapaian rata-rata, pastinya penghargaan dan pujian hanya akan jadi impian. Tata ulang lagi cara kita agar apa yang kita lakukan bisa mendekati kriteria berprestasi.
Dan tetap harus diingat bahwa keduanya bukan tujuan utama. Hasil kerja keras kita harus kita niatkan dari awal untuk menggapai ridha Allah Ta’ala. Setelah itu, yang penting adalah penghargaan dan pujian dari suami kita. Jika orang lain tidak menghargai tapi suami sendiri yang mengapresiasi, bukankah itu jauh lebih indah?
Maka, terlalu haus apresiasi hanya akan melelahkan diri sendiri. Ambil itu secukupnya saja dan gunakan untuk membuat rasa bosan akan rutinitas harian menjauh dari hadapan.
4. Membandingkan Keadaan
Pilihan jalan juang tiap ibu berbeda, cara-caranya mengaktualisasikan diri juga. Suatu hal yang wajar jika kondisi keseharian kita akhirnya tidak sama. Melihat warna-warni di sekitar tentu saja boleh, asal tak lantas menjadikan kita terus saja menoleh. Bisa-bisa menabrak tiang, sayang!
Melihat sekeliling itu sebaiknya untuk jadi bahan introspeksi diri dan inspirasi. Bukan malah akhirnya menjadikan kita lupa bersyukur atas segala karunia. Apa yang tampak oleh mata di sosial media tentang segala rupa bahagia, ikutlah juga merasa senang melihatnya. Tetangga kita bertambah sukses dan kaya, syukurilah juga. Sesederhana itu sebenarnya.
Ingatlah, bahwa kita bukanlah pusat dari semesta. Tidak harus kita yang selalu jadi bintangnya. Ada bintang-bintang lain yang juga terang sinarnya. Yuk, sama-sama bersinar walaupun mungkin dengan cara yang berbeda!
Bosan itu sebenarnya sifat alami manusia, termasuk kita para ibunda. Tapi jangan biarkan ia menguasai diri kita terlalu lama. Empat hal di atas hanya sedikit dari pemicu kebosanan yang bisa ‘mematikan’. Jika Anda punya penyebab lainnya, silakan berbagi di sini. ^_^
Selamat menikmati hari,
Tatiek Purwanti
⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫
#ODOPOKT25
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
All pictures by pixabay
4 comments
Dulu saat kedua anak masih belum sekolah..poin di atas terasa semua..
ReplyDeleteTapi kini ketika mereka mulai punya dunia sendiri..terasa ngangeni..peran jadi Ibu berkurang sekian jam digantikan Bapak/Ibu Guru..
Jadi, biar nggak bosan, nikmati dan syukuri saja..karena suatu saat nanti ada waktu ketika menginginkan lagi kebosanan yang kemarin itu
Belajar mencintai mungkin tepatnya ya mbak karena Allah, inshaallah hadir keikhlasan
ReplyDeleteKejenuhan memang tidak bisa kita hindari namun jangan terlalu berlebihan. Tips-tipsnya lumayan dapat membantu.
ReplyDeleteBener banget. Fase hamil, melahirkan hingga anak pra sekolah ituuuh "menyiksaaaa" banget. Saat orang laen haha hihi traveling, nongkrong di kafe, nonton di bioskop, kita harus rela ngejonggrok di runah berteman ompol. Hiks. Kalay ngga punya hati yang ikhlas, niscaya banyak ibu bakalan stres. Saya masih banyak belajar menjadi ibu yang baik, semlga diberi kekuatan dan kemampuan. Amin
ReplyDelete