Duduk Manis di Dua Kelas Menulis (2)
- October 31, 2017
- By Tatiek Purwanti
- 0 Comments
Pada tulisan yang pertama, saya mengulas tentang kelas menulis artikel secara online. Di bagian kedua ini kelas menulisnya pun juga online yaitu kelas menulis cerita anak. Sebuah kelas menulis yang mempelajari tentang genre cerita anak dengan segmen pembaca anak-anak. Saya merasa wajib juga untuk menguasainya. Pastinya lebih istimewa jika seorang ibu tidak hanya membacakan cerita untuk anaknya, tapi juga bisa menuliskan sendiri ceritanya.
2. Kelas Menulis Cerita Anak
Kelas menulis cerita anak ini diselenggarakan oleh Wonderland Creative, sebuah wadah pelatihan menulis online yang mengkhususkan diri pada cerita anak. Owner sekaligus mentornya adalah Uni Wulan Mulya Pratiwi. Wonderland Creative bertujuan membawa peserta trainingnya untuk bisa menerbitkan karyanya di penerbit mayor, sekaligus mendirikan self publishing. Keren, bukan? Maka saat info trainingnya melintas di newsfeed facebook, saya pun berminat mengikuti. Sang owner yang ramah itu pun meng-inbox saya dan menjelaskan terkait kelas menulis tersebut dengan senang hati.
Kelas menulis ini juga diadakan di grup facebook secara tertutup, seperti kelas menulis artikel sebelumnya. Biaya untuk mengikuti kelas ini sebesar 150 ribu rupiah. Cukup murah menurut saya jika merujuk pada tujuan Wonderland Creative seperti di atas. Kelas yang saya masuki ini adalah batch kedua, jadi sudah ada para senior yang sudah lulus terlebih dahulu. Lebih senang lagi saat mengetahui ada beberapa teman yang saya kenal juga menjadi murid di sana. 4 L deh pokoknya! Lu Lagi Lu Lagi 😁
Awalnya kelas ini dijadwalkan untuk dimulai pada akhir Oktober sampai awal November. Tapi kemudian karena suatu alasan, jadwal kelasnya dimajukan menjadi tanggal 21 Oktober. O-ow… Saat itu saya berada di ujung perjalanan kelas menulis artikel, masih ber-One Day One Post juga. Mampukah emak rempong ini mengikuti tiga agenda sekaligus? Bismillah… semoga saya bisa. Maka saya pun mulai duduk manis di sana. Mengikuti kelasnya saat si kecil tertidur dan si kakak sudah beres didampingi belajarnya.
Ada empat kali pertemuan yang harus diikuti. Biasanya saya terlambat masuk kelas, untungnya tidak ada hukuman disuruh berdiri sampai pulang. Hehe... Kelas menulisnya diawali dengan membahas tentang jenis cerita anak. Kisah si Kancil yang legendaris itu termasuk jenis fiksi dongeng yang berbentuk fabel. Kalau terjadinya Gunung Tangkuban Perahu adalah jenis apa, hayo? Lha kok malah tebak-tebakan :) Begitulah, hal-hal paling dasar hingga yang paling sukar yang berkaitan dengan cerita anak dibahas di sini. Alhamdulillah, mentornya sabar menjawab pertanyaan para muridnya. Jadi semakin bersemangat nih belajarnya.
Kelas ini pun mendapat penugasan untuk membuat cerita anak dalam bentuk fabel. Insya Allah, tugas kami itu sekaligus akan dikumpulkan menjadi satu untuk diterbitkan menjadi buku anak di salah satu penerbit mayor. Horeee… eh, selesaikan tugasnya dulu, dong! Alhamdulillah, penugasan menulis ceritanya sudah ditentukan untuk masing-masing murid kelas. Si A bertugas membuat kisah ini dengan tema begini. Si B bertugas membuat kisah itu dengan tema begitu. Menurut saya, hal ini memudahkan bagi para murid yang tinggal mencari sumber informasi dan mengembangkan jalannya cerita.
Batas waktu untuk mengumpulkan tugasnya adalah satu pekan. Ternyata mengembangkan ide cerita menjadi sebuah tulisan dalam tiga halaman lumayan menguras otak juga, hehe... lebay. Alhamdulillah, si kakak memberi sebuah masukan untuk saya dan akhirnya ide itu saya gunakan dalam menulis ceritanya. Saya memang bercerita tentang tugas kelas tersebut kepada si kakak. Ia yang doyan melahap cerita anak tentu saja antusias mendengarnya. Tugas itu pun berhasil saya kumpulkan semalam alias sehari menjelang deadline. What a really Mrs. Deadliner I am 😁
Saya belajar tentang sebuah kesederhanaan yang cantik dan pesan moral yang menarik dari menulis sebuah cerita anak. Ya, keduanya adalah dua hal yang harus ada di dalamnya. Cerita anak itu harus ditampilkan dalam bahasa yang sederhana dengan konflik yang sederhana pula sehingga mudah dipahami oleh anak-anak. Pesan moral atau nilai-nilai kebaikan juga harus ada, karena bukankah tujuan kita mendidik anak adalah agar mereka menjadi para pejuang kebaikan kelak? Maka, dengan menulis cerita anak saya diingatkan tentang kesederhanaan dan nilai-nilai kebaikan yang seharusnya ada di dalam keseharian.
Salam pecinta anak-anak,
Tatiek Purwanti
⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪
#ODOPOKT29
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia
0 comments